Jumat, 09 November 2012

Balada akun anonim


Perkembangan social media kini membuat informasi makin cepat tersebar. Terlebih melalui twitter, apapun yang anda twit, bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia hanya dalam hitungan detik.

Tidak pernah ada aturan tertulis soal nge-twit ini, namun konsekuensi dari twit-twit yang anda lakukan boleh jadi mengubah hidup anda, dari konsekuensi kecil seperti di bully hingga konsekuensi besar yang mengancam karir dan hidup. Beberapa pemain sepak bola terkena masalah karena terlalu ekspresif dalam nge-twit, seorang pemain basket juga pernah ditegur klub ketika ketahuan berkicau di jeda pertandingan.

Semakin anda terkenal di dunia nyata atau maya, semakin berpengaruh pula kicauan anda. Apa yang anda kicaukan walaupun sekadar tanda baca tanpa makna yang jelas ataupun sebuah kata “selamat pagi” bisa diretweet oleh banyak orang dan menimbulkan reaksi berantai yang tidak terukur dampaknya.

Namun ternyata, menjadi terkenal di dunia maya tidak selamanya enak, tidak selamanya menyenangkan. Mungkin inilah salah satu alasaan membuat akun anonim. Dengan akun anonim, anda seperti berbicara menggunakan topeng, suara terdengar namun wajah tidak terlihat. Alasan lainnya, bisa jadi akun anonim dibuat untuk mengekspresikan kebenciannya pada suatu golongan, tapi karena dia tidak berani menunjukkannya di dunia nyata, dunia maya menjadi arena bermainnya. Dan sebagainya.

Dengan akun anonim inilah sudah pasti kita menjadi lebih bebas berekspresi. Lagipula jika anda bukan orang terkenal, menggunakan akun anonim cenderung lebih banyak di follow orang ketimbang akun pribadi. Dengan nama akun yang eye-catching, posting informasi maupun opini yang menarik, tentu orang akan lebih memperhatikan anda, tanpa tahu identitas asli anda.

Anda bisa menjadi pengisi time line orang-orang, kicauan anda menginspirasi para pelahap twitter tanpa harus repot-repot menggelar seminar motivasi di hotel berbintang. Anda bisa mempengaruhi pola pikir seseorang.

Akun anonim juga memiliki berbagai tipe. Ada akun bijak yang selalu membagi petuah bijak, seolah admin dari akun tersebut adalah seorang filsuf yang tinggalnya di perpustakaan dan sudah makan asam garam kehidupan. Ada pula akun nasihat-nasihat religius yang dari dunia maya selalu berusaha mengingatkan kita bahwa kita harus berbuat baik di dunia nyata. Ada pula akun fanbase klub olahraga yang selalu siap membela klubnya, dekat atau jauh, dari pagi hari hingga dini hari, dan siap mengajak twit war akun klub rivalnya.

Bagaimana kita dinilai orang adalah tergantung gaya kicauan. Jika provokatif, anda tentu saja terlihat menarik. Semakin vokal, semakin banyak yang follow karena orang akan menilai twit anda berkarakter dan keren. Namun jangan salah, tidak semua orang akan menyukai twit semacam itu.

Tidak semua orang menyukai fakta dan kejujuran. Banyak yang lebih suka diberi kebohongan manis daripada kejujuran pahit. Tidak semua orang pula mau menerima kritik, terlebih orang-orang yang merasa sudah “dewasa”. Dengan kata lain, kicauan yang nyinyir dan provokatif memiliki dua mata pisau, ada yang suka dan ada pula yang tidak.

Mereka yang tidak suka inilah yang akan selalu siap menjatuhkan anda dan dengan sabar menunggu anda berbuat kesalahan, seperti kumpulan hyena yang menunggu seekor singa besar lengah untuk kemudian mengeroyoknya.

Bully level 1, baru sebatas membully tanpa arah bagaikan peluru kosong. Namun bully level selanjutnya, mereka akan mencari siapa dibalik akun anonim ini. Mereka akan menggunakan segala sumber daya, menyediakan waktu dan mencurahkan segala kemampuan untuk membongkar identitas admin akun yang mereka benci itu.

Level selanjutnya, para penyerang itu bisa jadi bertindak lebih jauh. Dipengaruhi kebencian, mereka bisa saja mengancam anda di dunia nyata.

Bayangkan, hanya gara-gara barisan 140 karakter saja kehidupan anda bisa terganggu. Memang sulit memahami perilaku banyak orang. Apa sih yang dibela? Apa sih yang diperjuangkan? Mengapa pula sampai tega merusak reputasi atau karir orang lain? Mengapa bisa sebegitunya membela idolanya, lalu menjadikan itu pembenaran untuk menyerang orang lain?

Tadinya saya berpikir twitter itu adalah permainan sederhana. Follow, unfollow, mute dan block. Ternyata tidak sesederhana itu kawan, karena tidak semua orang memiliki pemikiran yang sederhana.

Oh simple thing, where have you gone?