Perkembangan social media kini membuat informasi makin cepat
tersebar. Terlebih melalui twitter, apapun yang anda twit, bisa tersebar ke
seluruh penjuru dunia hanya dalam hitungan detik.
Tidak pernah ada aturan tertulis soal nge-twit ini, namun
konsekuensi dari twit-twit yang anda lakukan boleh jadi mengubah hidup anda,
dari konsekuensi kecil seperti di bully hingga konsekuensi besar yang mengancam
karir dan hidup. Beberapa pemain sepak bola terkena masalah karena
terlalu ekspresif dalam nge-twit, seorang pemain basket juga pernah ditegur klub
ketika ketahuan berkicau di jeda pertandingan.
Semakin anda terkenal di dunia nyata atau maya, semakin
berpengaruh pula kicauan anda. Apa yang anda kicaukan walaupun sekadar tanda
baca tanpa makna yang jelas ataupun sebuah kata “selamat pagi” bisa diretweet
oleh banyak orang dan menimbulkan reaksi berantai yang tidak terukur dampaknya.
Namun ternyata, menjadi terkenal di dunia maya tidak
selamanya enak, tidak selamanya menyenangkan. Mungkin inilah salah satu alasaan
membuat akun anonim. Dengan akun anonim, anda seperti berbicara menggunakan
topeng, suara terdengar namun wajah tidak terlihat. Alasan lainnya, bisa jadi
akun anonim dibuat untuk mengekspresikan kebenciannya pada suatu golongan, tapi
karena dia tidak berani menunjukkannya di dunia nyata, dunia maya menjadi arena
bermainnya. Dan sebagainya.
Dengan akun anonim inilah sudah pasti kita menjadi lebih
bebas berekspresi. Lagipula jika anda bukan orang terkenal, menggunakan akun
anonim cenderung lebih banyak di follow orang ketimbang akun pribadi. Dengan
nama akun yang eye-catching, posting informasi maupun opini yang menarik, tentu
orang akan lebih memperhatikan anda, tanpa tahu identitas asli anda.
Anda bisa menjadi pengisi time line orang-orang, kicauan
anda menginspirasi para pelahap twitter tanpa harus repot-repot menggelar
seminar motivasi di hotel berbintang. Anda bisa mempengaruhi pola pikir
seseorang.
Akun anonim juga memiliki berbagai tipe. Ada akun bijak yang
selalu membagi petuah bijak, seolah admin dari akun tersebut adalah seorang
filsuf yang tinggalnya di perpustakaan dan sudah makan asam garam kehidupan.
Ada pula akun nasihat-nasihat religius yang dari dunia maya selalu berusaha
mengingatkan kita bahwa kita harus berbuat baik di dunia nyata. Ada pula akun
fanbase klub olahraga yang selalu siap membela klubnya, dekat atau jauh, dari pagi
hari hingga dini hari, dan siap mengajak twit war akun klub rivalnya.
Bagaimana kita dinilai orang adalah tergantung gaya kicauan.
Jika provokatif, anda tentu saja terlihat menarik. Semakin vokal, semakin
banyak yang follow karena orang akan menilai twit anda berkarakter dan keren.
Namun jangan salah, tidak semua orang akan menyukai twit semacam itu.
Tidak semua orang menyukai fakta dan kejujuran. Banyak yang
lebih suka diberi kebohongan manis daripada kejujuran pahit. Tidak semua orang
pula mau menerima kritik, terlebih orang-orang yang merasa sudah “dewasa”.
Dengan kata lain, kicauan yang nyinyir dan provokatif memiliki dua mata pisau,
ada yang suka dan ada pula yang tidak.
Mereka yang tidak suka inilah yang akan selalu siap
menjatuhkan anda dan dengan sabar menunggu anda berbuat kesalahan, seperti kumpulan
hyena yang menunggu seekor singa besar lengah untuk kemudian mengeroyoknya.
Bully level 1, baru sebatas membully tanpa arah bagaikan
peluru kosong. Namun bully level selanjutnya, mereka akan mencari siapa dibalik
akun anonim ini. Mereka akan menggunakan segala sumber daya, menyediakan waktu
dan mencurahkan segala kemampuan untuk membongkar identitas admin akun yang
mereka benci itu.
Level selanjutnya, para penyerang itu bisa jadi bertindak
lebih jauh. Dipengaruhi kebencian, mereka bisa saja mengancam anda di dunia
nyata.
Bayangkan, hanya gara-gara barisan 140 karakter saja
kehidupan anda bisa terganggu. Memang sulit memahami perilaku banyak orang. Apa
sih yang dibela? Apa sih yang diperjuangkan? Mengapa pula sampai tega merusak
reputasi atau karir orang lain? Mengapa bisa sebegitunya membela idolanya, lalu
menjadikan itu pembenaran untuk menyerang orang lain?
Tadinya saya berpikir twitter itu adalah permainan
sederhana. Follow, unfollow, mute dan block. Ternyata tidak sesederhana itu
kawan, karena tidak semua orang memiliki pemikiran yang sederhana.
Oh simple thing, where have you gone?