Selasa, 23 April 2013

My 10 Favorite Books



Buku adalah jendela dunia. Membaca membuat anda melihat dan mengenal. Sejak kecil, orang tua saya sering membelikan buku, mengajak ke toko buku. Saya sebenarnya bukan seorang geek atau pembaca buku akut. Boleh dibilang bacaan-bacaan yang saya tahu kebanyakan berasal dari artikel-artikel di internet.

Ya, saya tidak perlu malu untuk mengakui bahwa saya adalah generasi google. Referensi pertama saya dalam mencari tahu segala sesuatu adalah wikipedia sebelum kemudian mencari lebih dalam lagi ke sumber yang lain.

Hari ini adalah books day. Terinspirasi dari seorang teman, saya akan mencoba membuat daftar buku favorit. Buku-buku ini ada yang menggugah semangat, ada yang menghibur, hingga mengubah mindset. Saya tidak akan menulis buku agama dalam daftar ini, karena itu sifatnya personal. Dan karena saya passionate pada sepak bola, jangan heran jika ada beberapa buku sepak bola dalam daftar ini.

1. Imperium III oleh Eko Laksono
Buku ini sebenarnya adalah kumpulan cerita sejarah dunia yang dirangkum dalam sebuah buku. Penulis mengambil sejarah sebagai bahan rujukannya akan sebuah gagasan yang ia miliki soal manusia dan peradaban yang unggul. Eko dengan cair menceritakan sejarah peradaban dari berbagai era. Bagaimana sebuah peradaban itu bertransformasi dari kolot ke modern, hingga kemudian hancur oleh tangan-tangan mereka sendiri. Sebuah buku yang menjadi awal keberminatan saya pada sejarah.

2. Your job is (not) your career oleh Rene Suhardono
Membaca buku semacam ini disaat anda sedang menikmati pekerjaan sudah cukup membuat anda mengerem untuk berkaca. “Apakah ini pekerjaan yang sesuai dengan hati saya?”. Passion adalah inti dari buku ini. Passion adalah sesuatu yang membuat anda berbinar-binar saat melakukannya, tidak pernah takut dan tidak bosan.

Pada akhirnya, yang anda cari adalah kedamaian dan kebahagiaan. Dan jika anda melakukan pekerjaan sesuai passion, maka anda akan bahagia. Jika anda bahagia akan apa yang anda kerjakan, anda akan percaya diri. Dan jika anda percaya diri, maka anda akan sukses. Sebuah konsep berpikir yang berbeda 180 derajat dalam hidup saya setelah sebelumnya saya dicekoki oleh pandangan bahwa kesuksesan, jabatan dan harta akan membuat anda bahagia.

3. Nasional is me (Nasionalisme) by Pandji
Pandji adalah seorang pemuda paling optimistis soal negara Indonesia yang pernah saya lihat. Ditengah-tengah berbagai kehancuran dan kebobrokan yang melanda negara ini, Pandji mengajak kita untuk memandang dari sudut pandang lain, sekaligus mengajak kita untuk bergerak. Ya, bergerak dalam arti berkontribusi sesuai dengan apa yang kita mampu ketimbang hanya mengeluh dan mengkritik.

4. 99 Cahaya di Langit Eropa oleh Hanum Rais
Dalam buku yang ia tulis selama perjalanannya menemani suami bekerja dan melanjutkan studi di benua Eropa, Hanum mencoba mencari tahu mengenai sisa-sisa peninggalan peradaban Islam di benua biru ini. Meski demikian, ia sama sekali tidak mencoba menghakimi atau menilai. Buku ini tidak bias, melainkan obyektif. Dalam pencariannya ini pula, ia menceritakan pengalamannya hidup sebagai kaum minoritas dan mengajak kita untuk menjadi duta bagi agama Islam. Menunjukkan sikap-sikap terpuji dan elegan dan menunjukkan kebesaran ajaran Islam agar dunia dapat memandang agama ini lebih baik lagi. Sebuah buku dengan bingkai Islam, namun sebenarnya isinya universal.

5. How Soccer Explain The World oleh Franklin Foer
Franklin Foer adalah seorang penggemar sepak bola berkebangsaan Amerika Serikat, negara yang sama sekali tidak kental kultur sepak bolanya. Ia berkeliling dunia untuk melihat lebih dalam lagi makna sepak bola bagi banyak orang. Dalam pencariannya ini, ia banyak menemukan hal-hal mengejutkan dan seru tentang bagaimana sepak bola memang menyentuh kehidupan banyak orang. Ia juga banyak melihat sisi lain dari rivalitas antara klub satu dengan lainnya. Sebuah buku sepak bola yang menunjukkan bahwa sepak bola lebih dari budaya pop, tapi juga sudah menjadi budaya dunia. Buku ini bahkan tetap menarik untuk dibaca oleh siapapun, bukan hanya penggemar sepak bola.

6. Lost Symbol oleh Dan Brown
Dan Brown boleh dibilang adalah salah satu ikon teori konspirasi. Karya-karyanya seakan mencoba menguak segala sesuatu yang semula tak terpikirkan. Kekuatan tulisan Brown terletak pada detail-detail kecil yang sangat rajin ia kupas. Artefak-artefak, perkumpulan rahasia, karya seni, tempat-tempat terkenal di dunia ia gambarkan dengan sangat terperinci sehingga memancing imajinasi pembacanya untuk turut berada di tempat itu. Lost Symbol membahas tentang organisasi Freemason yang terkenal memiliki pengaruh besar di dunia namun bergerak secara diam-diam, terencana, rapi dan memiliki struktur tertentu sehingga organisasi ini sangat misterius. Brown membahasnya dengan bergairah sehingga pembacanya sulit melepaskan diri dari bukunya, meski kebanyakan bukunya lebih tebal daripada kamus bahasa Inggris.

7. I am Zlatan oleh Zlatan Ibrahimovic
Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu pesepakbola terhebat yang pernah saya saksikan permainannya. Tidak hanya hebat, ia juga terlihat arogan dan slengean. Tingkahnya di lapangan maupun luar lapangan sangat cuek, tidak peduli akan penilaian orang. Seperti rockstar. Dalam buku biografinya ini ia dengan berani menyerang orang-orang yang ia tidak sukai sepanjang karirnya, sekaligus menceritakan masa kecilnya yang keras akibat perceraian kedua orang tuanya. Hal ini membentuk kepribadiannya hingga kini. Ibra adalah seorang pemain bola yang berskill tinggi dan bersikap tanpa basa basi. Membaca biografinya tidak membutuhkan kecerdasan literasi yang berlebihan karena berisi kata-kata slengean dan apa adanya. Tanpa menggurui atau menceramahi. Buku biografi pesepakbola paling menarik yang pernah saya baca.

8. Biru oleh Fira Basuki
Sebuah novel lama yang mengharu biru sesuai judulnya, namun saya tidak melihat kesan mellow didalamnya. Bercerita tentang kehidupan alumni sebuah SMA di kota Bogor yang akan mengadakan sebuah reuni akbar untuk saling berkumpul kembali. Dalam perjalanan mengurus acara inilah terkumpul kembali kepingan-kepingan memori yang sempat terpisah dan tercerai berai selepas mereka lulus SMA. Dan tanpa mereka sangka, beberapa diantara mereka memiliki kehidupan yang saling berhubungan. Sebuah sketsa kehidupan sehari-hari yang memperlihatkan sisi kelam sekaligus moral seseorang, juga memperlihatkan perjalanan hidup seseorang yang tidak pernah bisa diduga. Tutur kata Fira sebagai penulis sangat lugas, berani sekaligus puitis. Kata demi kata yang ia rangkai di buku ini memang magis.

9.  Madre oleh Dee Lestari
Ini adalah karya Dee favorit saya diantara karya-karyanya yang lain. Filosofi Kopi juga saya suka sih. Kurang tingginya literasi yang saya miliki membuat saya tidak terlalu bisa menikmati karya Dee yang lain, yang lebih bisa dibilang karya sastra tinggi. Madre ini ringan, sederhana dan ringkas. Bercerita tentang objek yang sederhana namun ternyata memiliki makna yang dalam bagi orang-orang yang hidup bertahun-tahun dengannya. Sebuah cerita yang ringan namun ditulis dengan gaya bahasa yang sangat menarik.

10. Cowok Matre - Lupus oleh Hilman
Serial Lupus menjadi bacaan favorit anak-anak angkatan saya. Penokohan yang kuat dari geng trio Lupus-Boim-Gusur adalah geng impian. Mereka berbeda karakter namun tetap bisa bersahabat karena adanya rasa respek dari masing-masing. Seorang Lupus yang biasa-biasa saja secara tampang dan kehidupan ekonomi merupakan kebalikan dari karakter Boy dalam Catatan Si Boy, remaja rekaan yang juga besar di tahun 90an.

Dengan kesederhanaannya, karakter Lupus berhasil memikat banyak orang. Saya sebenarnya tidak terlalu ingat jalan cerita buku ini karena sudah lama sekali saya terakhir membacanya. Bukunya juga sudah hilang disita oleh Ibu guru karena teman saya yang meminjamnya dengan ceroboh membacanya saat jam pelajaran di sekolah dulu. Mungkin buku ini masih tersimpan di perpustakaan SMA saya. Mungkin saja. 

Yang terakhir kali saya ingat dalam adegan buku ini adalah bagaimana semua orang jadian dengan gebetan masing-masing lalu merayakannya dengan makan-makan, lalu menyisakan Boim dan Gusur yang belum laku-laku. Alhasil, Gusur memaksa Boim untuk berdandan ala wanita demi makan-makan gratis.
***
Catatan: Karya-karya ini saya baca sebelum saya (mencoba) menyelesaikan bacaan-bacaan lain yang lebih berat. Bukan bermaksud meniru atau ingin menjadi orang lain, tapi hanya sekadar ingin tahu. Mungkin saja tahun depan daftar ini berubah. Sementara, ya beginilah.

Rabu, 17 April 2013

Bacalah Buku Sejarah Alternatif!

Pernah denger ungkapan ‘sejarah milik penguasa’? atau 'penguasa membentuk sejarah?'?

Sebagian dari anda mungkin pernah, sebagian tidak. Dalam sejarah peradaban dunia, penguasa memang seperti memiliki hak preogratif untuk mengubah sejarah, meski itu termasuk memutarbalikkan fakta.

Bangsa kita sudah terlalu lelap dan nyaman di-ninabobo-kan penguasa. Jika anda besar di era 80-90an, anda pasti tahu apa yang saya maksud. Sebagai contoh, setiap tahunnya kita selalu diputarkan film Penghianatan G30S/PKI yang memperlihatkan kekejaman anggota partai berlambang palu dan arit itu dalam menyiksa para Jenderal (dan 1 Letnan). PKI akhirnya ditumpas, dibunuh tanpa diadili, dinobatkan sebagai organisasi terlarang, bahkan keturunan mereka dijadikan warga kelas tiga karena hak-haknya dibatasi oleh negara.

Setelah keruntuhan orde baru, barulah kita dibelalakkan oleh fakta-fakta baru yang justru bertolak belakang. Tentang keterlibatan CIA, konspirasi tingkat tinggi penggulingan Bung Karno, dan lain-lain yang tinggal anda googling saja. Atau jika tidak ada akses internet, tinggal cari saja bukunya di toko buku mainstream sekalipun. Sekarang, membeli buku “kiri” akan membuat anda terlihat keren, sementara membeli buku pasar modal hanya akan ditertawai oleh penggemar Joseph Stiglitz.

Kembali lagi ke persoalan. Rupanya, cengkraman orba masih sebegitu kuatnya sehingga orang-orang sebegitunya masih percaya pada pelajaran-pelajaran sejarah yang mereka pelajari sejak duduk di bangku sekolah. Setiap penguasa pasti penuh pencitraan, dan untuk penguasa yang sudah berkuasa selama 30 tahun lebih tentu dampaknya sangat besar bagi rakyatnya. Contohnya adalah tanggapan banyak orang tentang sebuah artikel RA Kartini di sebuah media online mainstream.

Melihat pada kolom komentar, sangat menyedihkan. Betapa orang-orang yang nampak berpendidikan sekalipun masih sulit untuk menerima fakta baru, masih terbuai dengan dongeng-dongeng sejarah yang telah puluhan tahun diceritakan pada mereka. Mereka dengan dangkal malah menilai tulisan orang lain tidak bermutu, padahal mereka sendiri hanya bisa berkomentar, tidak bisa menulis sedikitpun.

Indoktrinasi ini sudah menembus relung hati terdalam sebagian dari kita, sehingga kita sulit untuk menerima fakta baru. Di negara yang memang baru lepas dari kekuasaan absolut seperti Indonesia, memang sebuah pemahaman yang dipupuk sudah lintas generasi. Bahkan generasi muda sekarang masih banyak yang menganggap ideologi selain kapitalis adalah ideologi sesat dan terlarang.

Indoktrinasi ini telah menjadi budaya.

Tidak, saya tidak hendak menghakimi benar atau salahnya sebuah ideologi. Lagipula, ideologi berasal dari pemikiran, dimana pemikiran adalah sesuatu yang tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Kita hanya bisa melihat seperti apakah sebuah peradaban yang terbentuk dengan pemikiran tersebut untuk menilai bagaimana pengaruh sebuah pemikiran pada orang banyak.

Untuk itulah kita perlu lebih banyak mencari. Sekarang banyak bacaan sejarah alternatif yang mudah diperoleh, banyak penerbit-penerbit yang menjual buku sejarah yang memuat fakta baru, dan ternyata diakui pula oleh dunia internasional. Bahkan, buku-buku itu banyak pula ditulis oleh sejarawan asing.

Jadi memang sudah saatnya bagi kita untuk lebih pro-aktif lagi dalam mencari literatur sejarah, mengikuti diskusi-diskusi tentang sejarah, atau mencari tahu jurnal sejarah. Buku sejarah terbitan orde baru sudah tidak bisa lagi dijadikan referensi.

Di era sekarang, kita harus berpikiran terbuka untuk menerima ide-ide baru seraya tidak membiarkan pikiran kita tertutup dengan ide-ide lama yang telah ditanamkan oleh penguasa lama lewat buku-buku paket pelajarannya maupun corong-corong informasi andalan mereka.

Hal ini sangat penting agar kita bisa lepas dari pembohongan masif yang selama ini kita telan bulat-bulat tanpa disaring. Sebuah bangsa tentu harus mengetahui dengan pasti sejarah bangsanya, dan tidak boleh melupakan sejarah. Lagi-lagi slogan jas merah (jangan sesekali melupakan sejarah) dapat kita aplikasikan.

Tapi sebelum itu semua, marilah kita membuka diri akan pengetahuan-pengetahuan baru, juga fakta-fakta baru yang mungkin kita akan temui. Perkaya literasi dengan banyak membaca agar kita bisa lebih cerdas dalam menangkap apa yang disampaikan, sekaligus kita bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Bukannya terus terperangkap pada penelaahan aksesoris dari sebuah tulisan yang malah hanya akan membawa kita jalan ditempat.

Apapun yang akan kita temui, boleh jadi sesuai harapan namun bisa juga jauh dari harapan, bahkan mengecewakan kita. Untuk itu dibutuhkan ketulusan dan keikhlasan dalam menerima kenyataan, ketimbang terus hidup dalam kebanggaan semu yang ternyata hanya dongeng belaka.

Jumat, 05 April 2013

Remembering Kurt Cobain


Saya masih kecil disaat musik hair metal sudah memasuki akhir dari era kejayaan. Musik hair metal memiliki ciri khas lengkingan suara vokalis yang mampu mencapai nada tinggi dan gitaris-gitaris dengan kemampuan shredding yang eksepsional. Itu adalah genre musik yang mendekati utopis dimana kehandalan skill berpadu dengan harmoni dan penampilan total dari seorang rocker.
Genre ini mengakhiri era seiring kemunculan sekelompok anak muda dari Seattle pimpinan Kurt Cobain. bersama Nirvana, ia mengusung musik cepat dan brutal. Ia memiliki tujuan untuk memainkan genre punk, namun oleh publik malah ditahbiskan menjadi sebuah trend baru yang mengawali kejayaan alternative rock.

"Selama masih ada ketidakadilan terjadi di dunia, selama itu musik rock akan terdengar." Begitulah kurang lebih ungkapan gagah sekaligus masokis tentang genre musik rock ini. Sebuah genre yang memang timbul karena bentuk protes sosial maupun kemarahan tak tersalurkan. 

Well, baik grunge maupun punk adalah genre turunan dari rock. Grunge atau punk sama-sama memiliki aura pemberontakan dalam penyampaian maksud mereka, lewat hentakan, teriakan dan juga ketukan cepat. Tidak semua vokalis bisa berteriak melengking semerdu Sebastian Bach, tidak semua gitaris bisa menciptakan melodi gitar serumit Marty Friedman dan sesyahdu Slash. 


Tidak semua orang juga memiliki ketahanan telinga untuk terus mendengarkan musik bising dan ribet sepert itu. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa mengekspresikan diri dengan genre rock. Musik alternatif hadir untuk menampung lebih banyak lagi aspirasi.


Saat saya beranjak puber, Kurt Cobain telah tiada. Namun gaung dari musik yang ia mainkan bersama Nirvana tidak pudar. Lagu seperti Smells Like Teen Spirit, About a Girl, Lithium, ataupun Polly adalah lagu-lagu yang menemani saya belajar mengenal musik, lagu-lagu yang sering menjadi lagu gitaran teman-teman di sekolah maupun di tempat tongkrongan.

Banyak pula yang memanfaatkan gelombang fanatisme ini dengan membuat studio musik rumahan, dimana banyak anak-anak seusia SMP rajin datang sepulang sekolah, berteriak-teriak ala Cobain. Sungguh indah saat itu. Membayangkan apa yang dilakukan anak-anak sekarang sepulang sekolahnya, atau musik-musik apa yang mereka dengarkan, saya mendadak bergidik ngeri.
Permainan gitar yang garang dan kasar dari Cobain, juga rhythm section yang apik hasil kolaborasi Krist Novoselic dan Dave Grohl menghasilkan musik unik yang segar, berbeda dengan musik njelimet dari band-band hair metal. Lebih sederhana dan manusiawi, untuk itulah banyak penggemar hair metal yang memalingkan muka pada mereka. Memang sudah seperti hukum alam bahwa segala sesuatu memang ibarat roda berputar.

Bagaimanapun, Cobain tidak terlalu menikmati ketenarannya. Sifatnya yang penyendiri akibat kondisi broken home yang ia alami tidak cocok dengan derasnya pemberitaan media dan perhatian orang-orang kepadanya. Seorang Kurt Cobain yang cuek dan tidak memerlukan make up dan tatanan rambut saat manggung di acara televisi memang tidak akan sejalan dengan dunia entertainment yang secara tidak masuk akal menuntut seorang pria untuk dibedaki.
Cobain mendapat inspirasi membuat lagu secara sederhana, dari apa yang ia alami sehari-hari. Jika orang biasa tidak memiliki kemampuan untuk menangkap sebuah momen sederhana menjadi suatu yang bermakna, maka tidak Cobain.

Lagu legendaris Smells Like Teen Spirit terinspirasi dari ledekan teman dari mantan pacarnya yang memang pemakai parfum bermerek Teen Spirit. Karena sering bersamanya, aroma tubuh sang wanita yang bernama Tobi Vail itu menempel ke tubuh Cobain. “You are smells like teen spirit!” begitulah ledekan dari teman sang pacar.
Kematiannya yang terasa terlalu cepat menggemparkan dunia, tepat 19 tahun lalu. Kematiannya hanya berjarak 3 tahun sejak album fenomenal “Nevermind” rilis. Banyak spekulasi beredar. Orang biasa menganggap kematian sang vokalis adalah efek dari popularitas, para sinis menganggap kematiannya sebagai bentuk desperasi dan ketidakmampuan menghadapi fenomena “orang kaya baru”. Sementara para pecandu teori konspirasi menghubung-hubungkan kematiannya dengan sang istri, Courtney Love.

Apapun itu, Cobain telah tiada. Ia memang membuat musik sederhana. Teriakannya tidak semerdu Fredy Mercury, permainan gitarnya tidak sebersih Izzy Stradlin, dan lirik-liriknya tidak sepuitis Bon Jovi. Namun tidak pelak Cobain adalah sosok influental yang mempengaruhi banyak musisi lain setelahnya, banyak band lain yang mengikuti gayanya dan caranya yang cuek dalam bersikap. Gaya kidalnya, rambutnya yang acak-acakan menutupi wajah, dan suara serak plus sengau seperti meracau adalah ciri khasnya yang tidak akan pernah bisa ditiru orang lain.
Rest in peace, Kurt!