Sesuatu mengusik
pagi hari datar saya. Ketika iseng membuka twitter, saya tersenyum melihat
orang-orang yang saya kenal sedang beradu argumen.
Ya, mereka
menunjukkan ekspresi, emosi dan mencurahkan perasaan lewat mikro blogging ini. Tidak
peduli bahwa luapan emosi dan segala tingkah polah itu dilihat oleh banyak
orang.
Semua diawali
dengan nyepet.
Nyepet memang
kosa kata baru tapi lama. Ada yang bilang artinya adalah nyela karena kepepet,
nyela yang nyerempet-nyerempet, atau lainnya. Intinya, nyepet berarti kita
mencela perbuatan seseorang, atau mengkritik seseorang. Ingat, mencela
perbuatan lho, bukan mencela orangnya.
Nyepet ini
sebenarnya seru. Kita dibebaskan memainkan kata-kata sekreatif mungkin. Nyepet mungkin
tidak menyelesaikan masalah, tapi setidaknya dengan nyepet, orang yang
bersangkutan tahu dan sadar bahwa dirinya memang sedang dikritik. Jelas kalo
nyepet itu gak diem-diem, beda dengan nyindir.
Nyepet berbeda
dengan nyindir, atau nyinyir. Nyepet lebih terbuka, meskipun tingkatannya
berbeda dengan nyindir. Nyepet lebih sarkastis, sementara nyindir lebih ke
sinisme. Jika nyindir identik dengan kepengecutan, nyepet menawarkan gagasan
lebih terbuka dengan menceritakan secara langsung keluhan dan kritik kita
terhadap orang yang kita sasar tersebut.
Apakah nyepet
itu sepenuh hati? Bisa iya bisa tidak. Ada juga nyepet yang sekadar sambil
lalu. Nyepet itu bisa positif atau negatif tergantung dari mana kita
memandangnya. Jika kita merasa sakit hati, berarti mungkin kita tidak terima
terhadap kritik. Atau kita hanya memang tidak mampu mengendalikan emosi.
Kita bisa
menilai seseorang dari bagaimana orang itu bereaksi akan sesuatu. Juga bisa
ditentukan apakah orang itu bertindak berdasarkan emosi atau logika. Jika terhadap
kritik saja tidak bisa terbuka, bagaimana kita bisa introspeksi diri? Kritik
yang konstruktif justru bisa memperbaiki diri kita.
Atau jika memang
kita merasa bahwa diri kita tidak sesuai dengan apa yang telah di-sepet-kan
oleh pe-nyepet, ya apa susahnya untuk balas nyepet?
Kadang dunia
tidak perlu dipandang seserius itu. Tidak setiap saat kita harus menyalakan antena
kewaspadaan dan meninggikan sensitivitas secara berlebihan. Jika kita bisa
memandang “saling nyepet” ini sebagai permainan? Why don’t we just laugh about
it anyway?
Hidup udah
susah, then why so serious?