Semalam, saya melakukan hal diluar kebiasaan dan kewajaran
sebagaimana yang biasa saya lakukan pada hari minggu malam. Bukannya beristirahat
atau menonton siaran langsung sepak bola mainstream EPL sambil mengoceh di twitter, saya malah
pergi ke Senayan untuk menyaksikan konser rock!
Sebenarnya saya tidak niat-niat amat untuk menghadiri konser
yang menghadirkan bintang tamu utama PSMS (Portnoy, Sheehan, Macalpine,
Sherinian) dan Sepultura itu. Namun, rasa penasaran karena tidak menonton
konser Dream Theater April lalu, plus baik hatinya seorang teman yang membelikan
tiket konser sudah cukup memberi alasan bagi saya untuk bangkit dari kursi
nyaman dan kopi panas di ruang tengah rumah.
Kami memang berangkat ke konser Djarum Rockfest 2012 itu
selepas jam 8 malam, dan memang hanya berniat menyaksikan Mike Portnoy cs saja.
Konser sebenarnya berlangsung selama dua hari, dan masing-masing dimulai sejak
jam 3 sore. Portnoy, salah satu drummer terbaik dunia ini membentuk PSMS bukan
untuk menjadikan kasus dualisme klub sepak bola PSMS Medan semakin ruwet, namun
Portnoy membentuk PSMS yang untuk memuaskan hasrat bermusiknya yang masih belum padam, dan nampak belum bisa “move on” dari band lamanya, Dream
Theater.
Portnoy menampilkan lagu-lagu dengan ciri yang mirip dengan
lagu-lagu Dream Theater. Lagu-lagu progressive rock. Genre ini menurut saya
sama halnya dengan jazz jika dilihat dari tingkat kesulitan membawakan dan
mencernanya. Namun, progressive rock dibawakan dengan lebih garang dan buat saya sih
lebih mengena ketimbang jazz. Notasi dan ketukan rumit mewarnai lagu demi lagu yang dibawakan secara instrumental ini. Kurang lebih sepuluh lagu selama satu
setengah jam digeber dengan apik. Pertunjukan skill mahal itu nyatanya
hanya dihargai 150 ribu rupiah saja per tiket. Sangat miris membayangkan
artis-artis “yang itu” bisa dihargai tiketnya sampai diatas sejuta rupiah.
Mirisnya lagi, konser ini sepi penonton, sesepi jamaah
shalat tarawih setelah minggu pertama bulan Ramadan. Hal ini semakin
menunjukkan bahwa genre musik rock saat ini adalah genre hipster, atau genre
orang tua. Tau sendirilah anak-anak sekarang sukanya musik apa. Wajah-wajah
yang hadir semalam memang saya perhatikan sudah berusia 30an keatas dan tampak
sudah mapan. Sesekali mereka melihat pada jam tangan mereka, sambil memikirkan
bahwa esok harinya adalah hari senin. Oh iya, layaknya konser rock, konser
semalam juga seperti biasa banyak dihadiri oleh cowok-cowok gondrong berbaju hitam. Ada beberapa
cewek, tapi mereka hadir karena menemani pasangannya, tidak ada cewek yang sepertinya niat datang
sendirian ke konser ini karena apresiasinya terhadap musik rock. Teman saya sampai berceloteh bahwa dia akan memacari cewek yang memang niat datang sendiri ke konser rock yang kini hipster ini.
Sepinya penonton ini boleh jadi karena promosi yang memang
kurang gencar, juga artis-artis pendukung acara yang kurang “menjual”. Realistis
saja, berapa orang sih concert goers yang mengenal sosok Mike Portnoy? Minimnya
animo penonton ini saya khawatirkan akan membuat para rocker itu semakin malas
datang kesini, dan sebagai gantinya kita hanya akan disuguhi sajian musik yang
itu-itu saja.
Secara kualitas sound dan performance, mereka sangat
memuaskan meskipun sebagian besar lagu yang mereka bawakan tidak saya kenal. Meskipun
konser mereka ngaret hingga satu jam, segala pertunjukan dahsyat yang mereka
pertontonkan membuat saya lupa bahwa esoknya adalah hari senin dan sekarang
sudah jam 11 malam di hari minggu.
Mike Portnoy, eks drummer Dream Theater dengan gayanya yang
enerjik, cuek dan memiliki ciri khas memukul perangkat drum sambil berdiri ternyata
juga seorang entertainer handal. Sebagai pentolan dari band ini, ia meletakkan
set drumnya lebih dekat dengan penonton, juga dengan posisi menyamping tidak seperti drummer-drummer pada
umumnya yang selalu tersembunyi di bagian paling belakang panggung. Portnoy berkali-kali
mengajak penonton berkomunikasi, sekaligus sedikit menyinggung penonton Jepang,
yang menurutnya hanya bertepuk tangan sebentar lalu berhenti, tidak seantusias disini, di Indonesia.
Saya sebagai seseorang yang juga hobi memainkan perangkat
pukul berisik ini, otomatis memang lebih memperhatikan permainan Portnoy. Dialah
drummer dengan kemampuan paling komplit yang pernah saya saksikan. Permainan
rumitnya di Dream Theater sebelumnya memang seakan sudah menjadi bagian tidak
terpisahkan. Segala macam tehnik pukulan ia peragakan dengan power, groove dan akurasi
luar biasa. Staminanya juga sangat terjaga di usianya yang kini sudah 45 tahun,
cukup uzur untuk memainkan musik keras yang bertempo rumit ini.
Mike Portnoy cs telah membangkitkan kembali romansa kejayaan
genre musik rock, yang berjaya di era 80 hingga 90an. Kehadirannya bersama
Sheehan, Macalpine dan Sherinian semalam cukup memuaskan dahaga rock concert
yang telah saya derita selama setahun lebih.
Thanks, Rockstars! Kalian membuat hari senin yang biasanya saya
lalui dengan kantuk dan malas menjadi lebih bermakna, walaupun sebagai penutup
konser saya lebih berharap kalian memainkan lagu Colorado Bulldog ketimbang Shy
Guy.
Rock on!!