Rabu, 31 Oktober 2012

Teman paling lucu


Elo mungkin punya temen dari masa lalu yang lo pengen tau kabarnya karena sudah jarang bertemu. Kali ini gue mau cerita tentang seorang teman paling lucu yang pernah gue punya. Sebut saja namanya Bambang Kusnadi.

Si Bambang ini gue kenal dari jaman masih bocah berseragam merah putih. Bambang ini berbadan lebih bongsor daripada anak seusianya. Di upacara bendera, dia berbaris paling belakang. Gak heran dia dipanggil dengan nama si Bongsor. Tapi, badan besar memang tidak berarti otaknya besar.

It’s not that I am being sarcastic, but that’s so true. Si Bongsor ini dua tahun gak naik kelas. Suatu hari, gue pernah memergoki dia sedang membanting dan menginjak-injak raport-nya di teras rumah setelah mengetahui bahwa dia harus tinggal kelas.

Si Bongsor juga terkenal sangat emosian. Suatu ketika adiknya ingin belajar mengemudikan sepeda motor, lalu dipakailah motor bekas milik si Bongsor. Adiknya itu perempuan, kagok dan latah. Dalam suatu momen, adiknya terlalu kencang menekan gas, sehingga dia dan motornya tercebur kedalam sebuah got. Bukannya menolong adiknya, dia malah ngomel dan menggobloki adiknya yang malang itu.

Dia juga pelit. Pelitnya bukan main. Pernah suatu ketika kami sedang konvoi dengan sepeda motor ke suatu tempat di malam hari. Apa yang dia lakukan? Dia menolak menyalakan lampu motornya. “Ah kan udah ada elu pada, lumayan gue jadi irit lampu.” Astaghfirullah.

Bukan hanya pelit, dia juga matre. Suatu ketika ada kampanye sebuah Parpol. Dengan imbalan uang 50 ribu rupiah, dia mengikuti kampanye itu, lalu berteriak-teriak layaknya simpatisan yang telah dicuci otaknya. Tapi beberapa hari kemudian dia terlihat lagi mengikuti kegiatan kampanye Parpol lainnya. Kualat, jidatnya terluka terkena ranting pohon akibat dia tidak melihat kedepan saat berdiri di truk.

Tidak hanya itu, dia adalah orang yang sangat tidak bisa dipegang janjinya. Ketika gue janjian sama dia untuk pergi ke suatu tempat di suatu waktu yang disepakati, dia awalnya bilang “Iya, gue bisa.” Tapi kenyataannya, dia tidak pernah muncul tepat waktu. Jam tangannya terbuat dari karet.

Ada keahliannya yang biasa dia banggakan, yaitu bermain sepak bola. Dia memang kuat, cepat dan agresif. Tapi, dia pemain yang kasar yang tidak segan menghajar lawan. Wajahnya sangat serius ketika bermain sepak bola dan terlihat kaku seperti celana jeans yang sedang dijemur. Namun, dia juga kerap menyebalkan dan bermain sendirian, tidak pernah membagi bola kepada teman-temannya.

Namun diluar itu semua, Bongsor ini juga sangat lucu orangnya. Paling lucu yang pernah gue kenal, dan kelucuannya itu memang tidak dibuat-buat seperti host acara musik pagi.

Suatu hari setelah bermain video game, dia dikata-katai oleh seorang teman karena dia serakah dan tidak mau bergantian. Teman gue itu mencelanya dengan bilang “Ah dasar lo muka tembok!” Tanpa diduga, si Bongsor menjawab dengan lantang. “Bodo amat! Daripada muka lo tuh kaya pu-yung hai!” Semuanya tertawa. Dialah ahli lelucon slapstick tanpa makna.

Omong-omong soal muka tembok, dia memang tembok. Saat makan bersama, dia selalu berada pada antrian terdepan. Saat buka puasa bersama, dia selalu mengambil makanan dalam jumlah banyak tanpa mempedulikan orang lain. Saat bertanding voli antar RT, dia tidak segan menyambangi tim RT sebelah yang menyediakan konsumsi untuk tim. "Pak RT sebelah orangnya baik, sering membelikan makanan." Begitulah potret kesederhanaan sekaligus kenaifan dirinya itu.

Kelucuan lainnya Bongsor adalah saat dia bernyanyi. Dengan pede dia menenteng gitar, sambil membaca teks dari buku lirik dan chord lagu, lalu mulai bernyanyi. Ajaibnya, meski sambil membaca, apa yang keluar dari mulutnya sama sekali tidak sesuai dengan yang dia baca. 

Suaranya juga sumbang dan fals, tapi tetap lantang. Apalagi kalo dia bernyanyi lagu berbahasa Inggris, yang terdengar malah lagu dengan lirik “enjebre injebre, mig nais, demej”

Lucunya lagi, si Bongsor juga adalah orang yang penyakitan walaupun fisiknya meyakinkan. Penyakit-penyakit ringan seperti meriang, flu atau masuk angin udah rutin dia derita, bahkan penyakit lumayan berat seperti tifus dan sembelit pernah dia derita. Suatu ketika, dia menderita tifus karena memakan tiga bungkus mie instan mentah saat berkemah bersama teman-teman sekolahnya. Dia mengaku melakukan itu karena tidak tahan lapar dan tidak bisa tidur.

Terakhir, si Bongsor yang berbadan besar itu ternyata cukup sensitif. Dia terang-terangan menangis saat menonton A walk to remember.

Ah Bongsor. Betapa teman seperti elo ini sungguh langka. Tiba-tiba gue inget elo dan yang lainnya disaat gue udah terbiasa bertemu orang-orang pintar dan rapi, disaat gue lebih sering berkumpul dengan teman-teman gue yang ambisius. Gak sloppy dan gak silly seperti elo. Gak ada yang bisa bikin gue tertawa lepas selepas saat kita biasa kumpul bareng teman-teman lainnya di pos ronda.

Udah ah, gue jadi gak berhenti ketawa nulis ini. Sekaligus gak bisa berhenti menerawang. I miss that old days.

Senin, 29 Oktober 2012

Guns N' Roses




Saya terkejut dan senang ketika mengetahui kabar salah satu band favorit saya akan menggelar konser di Jakarta. Buat saya, Guns N’ Roses adalah salah satu inspirasi. Mereka memainkan musik rock yang liar, tanpa batas dan begajulan. Like a real ROCKSTAR!!

Lengkingan Axl Rose, jiwa dalam solo gitar Slash, dan kalemnya Izzy Stradlin adalah nyawa dari band ini. Sekarang, nyawa band ini sudah hilang. Slash telah pergi membentuk Velvet Revolver, Izzy yang suka menghindari perhatian publik itu kini entah kemana, dan lengkingan Axl Rose sudah tidak sama lagi seperti dulu ketika dia masih muda.

Dan ketika anda lihat performa mereka sepanjang tahun 2012 di youtube, anda hanya akan melihat sebuah band usang yang sudah tidak ada apa-apanya lagi. Band lawas yang masih mencoba memunguti sisa-sisa kejayaan masa lampau namun level performa panggungnya jauh dari era keemasan mereka.

Axl? Sekarang dia tidak lebih dari pria gendut yang menolak tua. Wajahnya telah dioperasi plastik, suaranya parau, range vokalnya semakin pendek.

Formasi emas penghuni Rock and Roll Hall of Fame GNR yang terdiri dari William Bruce Rose alias Axl Rose (Vocal), Saul Hudson alias Slash (Lead Guitar), Jeffrey Dean Isbell alias Izzy Stradlin (Rhythm Guitar), Michael Andrew “Duff” McKagan (Bass) dan Michael Coletti alias Steven Adler (Drum) memang sudah tinggal sejarah, dan kini tinggal Axl yang masih tersisa didalamnya. Pasti memang soul yang tercipta sudah berbeda. Terlebih dari genjrengan gitar Slash dan Izzy. Mereka berdua adalah duet gitaris terbaik sepanjang masa!

Kini GNR berisi personel-personel baru. Bumblefoot dan DJ Ashba (Lead Guitar), Richard Fortus (Ryhthm Guitar), Tommy Stinson (Bass), dan Frank Ferrer (Drum). Masih ada lagi keyboardis lawas Dizzy Reed dan Chris Pitman pada Backing Vocal yang juga tercatat sebagai member resmi band. Total mereka berdelapan. Itu band rock atau boyband? Ah sudahlah.

Kenapa Axl sampai menggunakan dua orang lead guitarist? Kenapa harus memasukkan banyak orang untuk menjadi member Guns N’ Roses yang legendaris itu? Kenapa, kenapa dan kenapa.

Banyak teman saya yang skeptis, bahkan hanya menggeleng malas pada ajakan saya menonton konser ini. Seolah ajakan ini seperti halnya ajakan program MLM. Mereka juga berkomentar macam-macam.

“Ini mah bukan GNR, tapi Axl Rose & Friends.”

“GNR sekarang beda, Axl Rose udah beda, musiknya juga udah beda. Udah bukan GNR yang gue kenal.”

“Axl itu angin-anginan, sejam sebelum tampil dia bisa seenaknya batalin konser.”

"Ini sih bukan GNR asli, tapi GNR Perjuangan!"

Lalu, apakah saya lantas tidak tertarik menyaksikannya langsung di Senayan dua bulan lagi? No way!

Buat saya, GNR tetaplah GNR. Lagu-lagu mereka abadi dan telah mengakar kuat.

Lagu-lagu mereka masih tetap setia di playlist dan setia mengaum di audio mobil saya walaupun segerombolan anak muda penuh make up sudah menjadi tontonan sehari-hari di televisi dan menggeser mereka.

Saya tetap dan akan menjadi fans mereka walaupun anak-anak nongkrong minimarket menggeleng tidak tahu ketika mereka diperdengarkan November Rain, atau ketika para cewek-cewek berteriak kalo lagu You Could Be Mine terlalu bising buat mereka.

GNR adalah band favorit luar negeri nomor 5 saya setelah Metallica, Megadeth, Van Halen, dan Mr. Big. Mereka adalah salah satu band yang paling saya ingin saksikan langsung performanya. Saya sudah saksikan Megadeth dan Mr. Big, untuk itu tidak ada alasan buat saya melewatkan konser GNR ketika mereka hadir di kota saya.

Dan kebetulan tahun ini saya belum pernah sama sekali menyaksikan konser rock, I mean benar-benar konser rock dari sebuah band rock tersohor, walaupun mereka memang band lawas.  Bicara musik, memang buat saya genre musik itu hanya dua, yaitu rock dan non-rock. Dan dalam kasus musik rock, makin lawas adalah makin keren!

Setidaknya seberapapun jeleknya performa mereka nanti, mereka akan tetap membawakan lagu-lagu-lagu rock kebanggaan mereka, bukan lagu band lain.

They are still Gun’s and Roses, no matter what they say. 

Geng pertemanan


Kita semua (yang memang suka berteman) memiliki lebih dari satu geng pertemanan. Biasanya paling gampang terbentuk yak arena berada dalam satu lingkungan. Semua geng itu punya karakter masing-masing, punya ciri khas yang membedakannya dengan geng pertemanan lainnya.

Kalo mau coba dirunut satu persatu, inilah geng-geng pertemanan yang pernah (atau sedang) saya huni:

Geng tetangga
Deskripsi: Ini geng pertemanan pertama yang saya punya. Mereka cukup beragam, kebanyakan berisi teman SD. Awalnya satu visi, tapi ketika beranjak dewasa, kami menelan teori-teori dan pelajaran dengan cara yang berbeda. Pada akhirnya, cara berpikir dan cara pandang ikut berbeda. Dan itu menjadikannya masalah cukup pelik, dan akhirnya jalan masing-masing aja.

Topik yang biasa dibahas: Hal-hal remeh. Motor, cewek, game, sepak bola (sedikit), orang lain.

Kondisi pertemanan sekarang: Sudah jarang ketemu, sekalinya ketemu cuma say hi dan basa-basi.

Geng sekolah (SMP, SMA, Kampus)
Deskripsi: Gak beragam, karena memang ketemu dalam satu lingkungan sekolahan. Umumnya pas masih satu sekolahan hubungannya dekat, tapi pas udah pisah sekolah merenggang karena kesibukan. Tapi, gak ada masalah pelik yang timbul.

Topik yang biasa dibahas: Hal serius (pelajaran) dan berbagai hal remeh.

Kondisi pertemanan sekarang: Seremonial, dan juga hanya mengandalkan media chat. Semula ada kegiatan rutin seperti futsal, tapi karena tempat tinggal sudah berpencar dan yang biasa mengurusi kini sibuk mengurus anak, sudah jarang lagi terwujud.

Geng musik
Deskripsi: Pastinya asik, karena emang terbentuk atas dasar kesamaan hobi dan selera musik. Perbedaan usia dan latar belakang pendidikan jadi gak masalah.

Topik yang biasa dibahas: Musik, lagu, industri musik, acara musik, dan kadang hal remeh.

Kondisi pertemanan sekarang: Cuma sebatas chat karena memang tempat tinggal udah berpencar dan sudah berkeluarga semua.

Geng sepak bola
Deskripsi: Ini geng pertemanan terbaru. Berkumpul karena passion sepak bola, punya berbagai proyek bareng-bareng, punya aspirasi dan visi yang sama. Berisi orang-orang dari berbagai kalangan, latar belakang, dan juga tetap terjalin walaupun tempat tinggal berbeda kota bahkan beda negara. Geng pertemanan paling universal.

Topik yang biasa dibahas: Pastinya sepak bola, dan juga kini berkembang membahas sejarah, politik, birokrasi, organisasi dan berbagai cabang ilmu. Ngobrol sama mereka paling asik, dan juga sangat jarang ngomongin masalah pribadi.

Kondisi pertemanan sekarang: Jarang kumpul, jarang ketemu, tapi rajin komunikasi di media chat ataupun social media, berbagi pemikiran dalam tulisan-tulisan dan proyek yang dijalankan. Tidak personal.

Geng eks kantor
Deskripsi: Geng pertemanan yang paling dekat secara personal. Satu profesi, satu bidang keahlian, relatif sama dalam hal akademis dan intelektualitas. Berisi orang-orang ambisius yang ingin mencapai posisi puncak dalam karir, tapi santai ketika sedang liburan bareng. Juga punya personality berbeda-beda dan punya skala prioritas berbeda, tapi gak menjadikannya masalah.

Topik yang biasa dibahas: Segala hal penting, hal berbobot. Juga ngomongin orang lain, gaji orang, pekerjaan dan jabatan orang, juga ngomongin atasan dan kantor. Kadang-kadang ngomongin gaya hidup, liburan, musik, makanan dan topik remeh. Cukup lengkap.

Kondisi pertemanan sekarang: Jarang ketemu, tapi sehari-hari masih komunikasi lewat media chat atau social media. Paling gampang kumpul kalo ada acara seremonial ataupun farewell.

Geng kantor
Deskripsi: Geng pertemanan basa-basi. Beda usia dan pemikiran lumayan memberi jarak. Mereka umumnya orang-orang yang sudah settle down dan puas dalam hidupnya.

Topik yang biasa dibahas: Hal-hal umum. Kemacetan, lalu lintas, politik dasar, cuaca, atasan, orang lain.

Kondisi pertemanan sekarang: Berusaha mendekat karena memang sehari-hari bertemu. Entah kalo udah gak sekantor.


* * *
Apapun itu, saya bersyukur udah dipertemukan dengan orang-orang ini. Baik buruknya, suka dukanya. Mereka semua adalah pengalaman dan pelajaran hidup yang gak dikasih bangku sekolahan.

Kamis, 25 Oktober 2012

#Sendiri

Ada twit menarik dari orang yang twitnya selalu saya kagumi, yaitu om @bobsadino.
"Terkadang kita ingin bersama seseorang yg tdk ingin bersama kita, dan mengabaikan orang yg ingin bersama kita, akhirnya ."

Begitulah ajaibnya twitter. 140 karakter dapat menjadi sangat berguna, atau sangat menyampah. Bisa bikin kita banyak teman, bisa bikin kita banyak musuh. Hanya dengan 140 karakter, begitu mudahnya.

Dan sebuah twit yang terdiri dari 19 kata barusan itu adalah kata-kata yang seharusnya menampar banyak orang.

Banyak diantara orang yang saya kenal hidup dengan prinsip itu. Mereka ingin bersama seseorang yang tidak ingin bersama mereka. Mereka juga mengabaikan orang yang ingin bersama mereka, pada akhirnya mereka sendiri.

Ya, memang soal jodoh adalah hal yang sangat penting, karena jodoh kitalah yang akan menemani kita seumur hidup. Anak-anak kita dan orang tua kita nanti akan meninggalkan kita, tapi tidak pasangan kita. Namun sepenting-pentingnya dan seprinsipilnya soal perjodohan itu semestinya tidak membuat kita berpikir sedemikian rumit, sehingga kita memberi banyak persyaratan atas siapa yang harus menjadi jodoh kita. Pada akhirnya, kita malah hanya membuat orang-orang baik pergi dari kehidupan kita.

Bukan, bukannya berarti kita juga harus asal pilih dan terkesan memilih seadanya. Kita semua punya standar, punya selera, tapi setidaknya turunkan standar itu. Jika anda hanya melihat kekurangan orang lain, tentu anda tidak akan pernah bisa memahami orang lain, dan anda akan sendirian. Klise, tapi memang nobody's perfect.

Memang semuanya adalah pilihan. Kesendirian juga pilihan. Tapi kesendirian itu adalah pilihan yang bijak hanya jika memang benar ada alasan logis dibalik itu semua. Jika kesendirian adalah akibat terlalu pilih-pilih, well... (Anda sudah cukup dewasa untuk melanjutkan kalimat barusan.)

Rabu, 24 Oktober 2012

Hati-hati berkurban

Hari raya kurban atau Idul Adha tidak terasa sebentar lagi akan kita peringati. Hari yang diperingati berdasarkan sejarah pengorbanan Nabi Ibrahim As, yang rela mengorbankan Ismail, anaknya sendiri yang telah dinanti-nanti selama berpuluh-puluh tahun atas perintah Allah Swt ini diwujudkan dalam pemotongan hewan kambing, domba, atau sapi secara massal dan ditengah-tengah masyarakat.

Banyak yang menyambut baik hari raya ini, karena di hari peringatan ini, orang-orang yang selama ini berada dalam kondisi kekurangan rezeki berkesempatan menikmati santapan lezat berupa sebongkah daging. Makanan ini tentu sangat mewah bagi mereka yang pada sehari-harinya makan tidak teratur, bahkan terkadang mengais-ngais dari tong sampah kita.

Islam memang mengajarkan keindahan dalam bentuk semangat berbagi dalam hal ini. Namun sayangnya beberapa diantara kita menyalahgunakannya. Seringkali kita lihat di kota Jakarta, banyak kaum dhuafa yang malah menjual kembali daging yang mereka dapat. Mungkin mereka lebih butuh uang, yang kelak mereka bisa belanjakan untuk makanan lain dalam jumlah yang lebih banyak. Ya, kalau seperti itu sih logis saja.

Yang tidak logis adalah banyak sekali yang tidak jujur. Mengambil jatah lebih dari apa yang menjadi haknya, padahal jatah itu milik orang lain. Bahkan saya pernah mendengar cerita memalukan di daerah tempat tinggal saya.

Setiap kegiatan kurban, tentu ada panitia. Panitia bertugas menyembelih hewan kurban, membersihkannya, memotong-motongnya lalu membagi-bagikannya kepada yang berhak. Pada saat pembagian inilah terdapat kontroversi.

Panitia nakal tersebut memilih-milih daging kurban untuk dibagi. Dia membagi-bagikannya kepada sanak saudaranya, entah yang keadaannya sulit atau lapang. Beredar kabar bahwa satu keluarga besar si panitia tersebut total mendapatkan bagian dari 1 ekor sapi!

Saya sendiri belum bisa memastikan rumor tersebut, tapi banyak orang yang mengonfirmasi kebenarannya. Tidak heran, tahun ini banyak orang enggan menyerahkan pengurusan hewan kurban kepada panitia nakal ini.

Sangat memalukan bahwa momen besar keagamaan seperti ini dijadikan ajang aji mumpung. Mereka pikir, tidak ada yang mengawasi. Mereka hanya memikirkan perut mereka sendiri dan berbuat tidak amanah.

Ajaran yang baik ini dirusak oleh umatnya sendiri!

Selasa, 23 Oktober 2012

Saya bersyukur

Saya adalah seorang perenung dan pemikir. Saya merenungkan dan memikirkan banyak hal. Saya juga seorang pelamun dan pencari analogi dalam banyak hal. Itulah sedikit kelebihan yang Tuhan berikan kepada saya. Terlalu banyaknya pikiran dan renungan itu sayangnya tidak selalu saya wujudkan di dunia nyata. Di dunia nyata, saya adalah orang yang terlalu prudent, konservatif, cari aman dan menghindari konflik. Saya memiliki api, namun yang keluar dari diri saya adalah angin dan air.

Jangan salah sangka terhadap semua tulisan-tulisan di blog saya yang umumnya memang berisi ketidakpuasan dalam hidup. Bukannya saya tidak bersyukur akan segala makanan halal yang masuk ke perut dan gaji pas-pasan yang membuat saya jauh dari kemewahan, hanya saja terkadang saya memiliki keinginan untuk mengubah apa yang ada sekarang. Sekadar untuk tidak pasrah-pasrah amat dalam hidup.

Jika saya diberi waktu untuk memperbaiki dan mengubah yang ada, mungkin saya akan memaksakan keinginan saya untuk bermain bola, toh jikapun gagal, saya akan kuliah dan berlanjut menjadi karyawan seperti sekarang. Saya punya kenalan yang merupakan alumni PSSI Primavera yang dikirim ke Italia tahun 90an, namun cedera yang dia alami membuatnya beralih profesi. Dia kini baik-baik saja. Meskipun dia gagal meraih cita-cita sebagai pemain bola, setidaknya dia sudah mencoba, tidak seperti saya. Dia suda tidak penasaran.

Tidak mungkin lagi saya menjadi pemain bola. Perut sudah gendut, nafas sudah senin-kamis. Saya tidak juga ingin menjadi seorang anggota band atau musisi, karena itu bukanlah jiwa saya, apalagi mendengar musik-musik yang sekarang. Selain menjadi pesepakbola, saya sering membayangkan diri menjadi seorang sejarawan, peneliti, atau penulis buku. Saya juga membayangkan diri saya tidak tinggal di Jakarta. Semua itu pekerjaan yang bermanfaat, sebagaimana manusia yang memang dinilai dari apa manfaat yang bisa dia berikan dalam hidup ini.

Dan kembali lagi kepada kenyataan. Saya hanya ingin bahagia. Kalau ditanya apakah sekarang saya bahagia atau tidak, saya bisa jawab bahwa kini saya setengah bahagia karena saya kini berkecimpung di dunia sepak bola, meskipun bukan menjadi pemain atau pelatih bola. Setidaknya, saya kini mulai mengerti apa yang harus saya lakukan. Dan saya yakin bahwa saya melakukan ini semua atas petunjukNya, seperti halnya doa-doa yang selalu saya panjatkan setiap saat. Terima kasih Tuhan karena sudah menjawab doa-doa saya. Saya bersyukur.

Jumat, 19 Oktober 2012

Somebody I used to know


Berapakah teman anda di facebook? Berapakah follower dan berapa yang anda follow di twitter? Berapakah perkumpulan yang anda ikuti? Berapa teman sekelas maupun sepermainan anda sejak kecil? Itu mungkin saja pertanyaan numerikal belaka yang mudah anda jawab. Namun akan lebih sulit jika pertanyaannya diubah: Berapakah jumlah teman dekat anda? Berapakah jumlah teman sejati anda?

Mungkin pertanyaan yang sulit, dan terkadang kita mendapati fakta menyedihkan bahwa dari ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang pernah anda kenal, mungkin tidak ada satupun teman sejati yang anda punya. Atau mungkin juga hal ini tidak penting-penting amat dalam hidup anda, tergantung dari prinsip hidup.
Saya menghitung, sejak saya duduk di bangku SD hingga sekarang, jumlah teman yang saya anggap dekat adalah sekitar… Hmm tunggu dulu…. Sekitar 20 orang. Padahal dua-tiga tahun lalu ada dua kali lipatnya, dan lima tahun lalu bisa tiga kali lipatnya. Kemana perginya mereka? Well, tentu banyak hal yang membuat mereka “pergi”.

Hal pertama yang menjadi penyebabnya adalah komunikasi yang tidak selancar dulu. Distance does matters. Kadang pertemanan memang turut ditentukan oleh intensitas pertemuan.  Tidak dibalasnya berbagai pesan dan makin jarangnya pertemuan tentu merenggangkan.

Banyak yang bilang, semua sibuk masing-masing. Justru logika ini bisa dibalik. Harusnya, sesibuk apapun kita, kalo emang kita anggap seseorang itu teman, pasti kita berikan waktu buat mereka.

Hal kedua, beda prinsip. Dulu awalnya mungkin punya prinsip sama, style sama, visi sama, nilai-nilai yang sama. Tapi seiring berjalannya waktu, orang bisa mengunyah dan menelan berbagai macam pemikiran dan pengalaman hidup yang pada akhirnya bisa mengubah prinsip seseorang, bisa mengubah apa yang dianggapnya penting atau tidak.

Hal ketiga, boleh jadi ada kejadian gak mengenakkan yang terjadi. Saya beberapa kali mengalaminya, dan ketika masalah tidak terpecahkan karena tingginya ego, akhirnya bubar jalan.
Memang seiring bertambahnya usia, jumlah teman dekat kita juga semakin sedikit. Dan lagi-lagi tergantung persepsi kita yang menganggap teman yang dekat itu teman yang seperti apa.

Kalau dilihat-lihat, pertemanan yang saya jalin dengan berbagai orang selama ini kebanyakan karena kedekatan jarak dan lingkungan. Masih satu sekolahan, satu kampus, atau satu kantor. Menunjukkan bahwa saya bukanlah orang yang mudah bergaul.
Beruntung saya suka musik dan sepak bola. Lewat dua hobi utama saya itulah saya banyak mendapat teman yang tidak berasal dari lingkungan yang sama. Dan belakangan, teman saya makin bertambah dari dunia sepak bola. Dari sekadar ngomongin skor pertandingan dan transfer pemain, kini pikiran saya terbuka untuk belajar lebih banyak berbagai ilmu yang bersinggungan dengan sepak bola. Saya jadi punya hobi baru yaitu membaca dan menulis. Dari membaca dan menulis itulah kini saya makin didekatkan pada kepuasan tinggi dalam hidup, yaitu melakukan hal yang disukai dan memberi manfaat bagi banyak orang. Sesuatu yang anehnya gak pernah terpikirkan sebelumnya.

Jadi, tidak mengapa buat saya kehilangan berbagai orang yang dulunya memang saya anggap teman. Saya kehilangan mereka karena prinsip yang saya anggap benar, dan tidak penting buat saya untuk memaksakan prinsip saya kepada orang lain.

Now you’re just somebody that I used to know.

Kamis, 11 Oktober 2012

Lelah menjadi populer

Sebagai manusia yang tinggal di kota besar, tingkat stress tentu ikut besar. Tidak hanya pekerja kantoran, kini pelajar sekolah juga mengalami tensi tinggi dalam hidupnya. Untungnya, ada blog. Blog atau diary ini diperlukan sebagian dari kita yang butuh pelampiasan atas apa yang tidak bisa kita atasi di dunia. Cukup dengan bercerita kepada komputer, emosi tersalurkan tanpa harus memperlihatkannya secara frontal kepada orang sekitar.

Well, ternyata dunia blogging berbeda kenyataannya dengan coretan di buku diary. Di dunia blogging, orang bisa melihat apa yang kita tulis, tidak seperti diary. Blog ini seperti diary berjalan, etalase kehidupan kita, yang dengan sukarela kita perlihatkan pada orang lain. Lama kelamaan orang berinteraksi melalui blog, saling berbalas komentar dan tidak jarang berakhir dengan kopi darat.

Orang yang butuh curhat itu pasti butuh perhatian, selain butuh pelarian. Blog bisa menyeimbangkan dunia, membuat orang tetap bisa menjadi dirinya sendiri meskipun di dunia maya karena memang tidak semua hal di dunia ini yang bisa kita ubah.

Tidak semua orang jago menulis dan merangkai kata, maka dibuatlah twitter. Di twitter, kita berbicara dibatasi 140 karakter saja. Tidak perlu jago menulis, tidak perlu embel-embel tanda baca, tidak perlu repot-repot untuk curhat.

Di twitter, ekspresi makin lepas karena memang mudah menggunakannya. Anda akan dicap aneh jika sering update status di facebook, namun tidak di twitter. Previledge tersebut nyatanya kebablasan. Terlalu banyak orang yang nge-twit seperti sedang meracau, seperti sedang mabuk sehingga linimasa kita dipenuhi celotehan tidak bergunanya. Ada juga kita melihat orang pamer di twitter. Sedang dimana, makan apa, bersama siapa. Sungguh informasi-informasi yang tidak semuanya kita ingin lihat.

Belum lagi kalau kita di-follow orang yang tidak kita kenal, lalu orang yang tidak kita kenal itu kerap mention hal-hal yang mengganggu dan sok akrab. Dan orang-orang itu kadang minta "folbek dong!" Kita juga tidak bisa menolak fakta bahwa orang-orang yang ada di akun twitter kita adalah orang-orang yang berbeda. Berbeda profesi, berbeda pemikiran, berbeda prinsip, berbeda tim sepak bola favorit, dan lainnya. Perbedaan-perbedaan itu memang sepantasnya rentan menimbulkan gesekan.

Kita jadi dituntut menjaga sikap di twitter, apalagi jika follower banyak atau salah satu follower kita adalah orang-orang dekat. Gak mungkin kita ngetwit “T*I KUCING!!” jika ada tante kita di daftar follower. Tidak mungkin pula kita ngetwit untuk mencela boyband tertentu karena penggemar mereka pasti akan marah. Ini menyimpulkan bahwa twitter sudah terlalu mainstream, twitter mulai sesak dan ter-facebook.

Mulailah orang berpindah ke PATH. Lagi-lagi Android dan Apple yang menginisiasi media hipster untuk kalangan yang sudah lelah dengan media mainstream ini. Dari yang saya dengar dari teman, Path lebih eksklusif karena jumlah teman dibatasi 150 orang saja.

Setelah bangga dengan banyaknya jumlah follower di twitter dan teman di facebook, lama kelamaan orang menyadari bahwa sebenarnya dia hanya butuh segelintir orang saja dalam hidupnya, bukan lagi banyak orang. Dunia yang terlalu bising bisa jadi membuat orang tidak nyaman. Setelah puas berekspresi dan hasrat pamer tersalurkan, lama kelamaan orang bisa menjadi bosan. Bosan ngetop, bosan ditanya tiap update status, bosan ditanya tiap upload foto, bosan-bosan lainnya.

Keberadaan Path, juga Instagram, media sosial berbasis gadget menunjukkan bahwa manusia ternyata bisa juga mengalami kelelahan menjadi populer. Popularitas juga bisa memiliki ekuilibrium, dimana jika sudah melewati ambang batas, popularitas itu berubah menjadi sesuatu yang memuakkan. Meski demikian, kelelahan populer ini tidak mutlak, kadang orang masih merasa perlu untuk berekspresi, tapi hanya kepada segelintir orang yang dipilihnya saja. Pengen pamer, tapi lebih malu-malu. Mungkin begitu.

Akan tetapi, ternyata tidak selalu Path atau Instagram menjadi sarana orang untuk mengurangi eksistensi. Ada beberapa yang mengkoneksi seluruh media sosialnya. Facebook, twitter, foursquare, path, line, instagramnya semua tersambung. Update satu, update semua.

Wah, kalo yang seperti ini saya juga bingung menjelaskannya.. :)


Rabu, 10 Oktober 2012

Cerita Pria Ngganteng

"Ehm, let me introduce myself. My name is ... Hmm who I am is not important. Waduh kok kedengeran kayak penculik ya... Ya mungkin aja sih, karena gue siap menculik hati wanita-wanita cantik..."

"... Gue kepedean? Coba pikir deh. Gue bekerja di sebuah perusahaan besar ternama di ibukota. Karir gue bagus, bos-bos suka sama gue. Gue juga aktif di kantor karena kebisaan gue di segala bidang. You can say I am multi-talented. Hidup gue menyenangkan, teman gue banyak.. Hmm, ya gak banyak-banyak amat sih tapi setidaknya mereka ngerti apa yang gue cari, dan gue belajar banyak dari mereka. Pertemanan sih harus bermanfaat, buat apa temenan sama orang yang gak bisa kita manfaatkan? Iya gak, Gan? ..."

"... Wajah gue jelas ngganteng, gaya gue asik. Gue juga jago ngomong, dari ngomong bener sampe ngomong bohong. Eits, jangan salah sangka, gue ngebohong juga bohong cerdas dong. Gue berbohong demi kebaikan! Boleh dong..."

"... Concern gue terhadap pendidikan diri sangat tinggi. Prinsip gue adalah gue harus punya gelar S2 sebelum gue nikah. Ya lumayan kan buat dipajang di undangan, biar semua orang tau, biar orang tua gue bangga, biar sodara-sodara gue tau kalo gue pinter. Semua tugas, dari jaman S1 dulu dan juga skripsinya gue kerjakan sungguh-sungguh dengan pemikiran gue. Karena buat gue, karya harus keren dong. Soal manfaat? Ntar dulu deh, gak usah sok idealis deh, yang penting lulus dengan IPK tinggi..."

"... Gue dulu punya cewek. Pacaran dari 3 tahun lalu. Kita sekantor kok. Nah masalahnya, kantor mana sih yang ngebolehin nikah dengan temen sekantor? Gue harus ngalah? No way! Perusahaan ini akan sangat kehilangan gue. Kalo mau ya dia aja yang resign. Btw, bisa dibilang gue emang setia sih, pasti dong gue setia. Ini pacaran gue yang paling lama, biasanya paling cuma setahun aja udah bagus, kadang malah hitungan bulan, bahkan ada yang hitungan hari doang. Maklumlah, gue kan orangnya perfeksionis. Gue cari yang pantes dong buat gue yang ngganteng ini. Ha ha ha...."

"... Selama berpacaran, gue tetap bergaul sama cewek lain. Cuma nonton bareng dan nganter pulang teman cewek dan berteman baik dengan mereka ya gak masalah kan? Pacaran lagi juga gak masalah selama gak ketauan kok. Nah pacar gue yang dulu ini ngajak nikah melulu. Keluarganya juga begitu, mereka selalu nanya gue 'kapan' setiap gue ngapelin. Lama-lama gue jadi males. Kaya gak ngerti aja deh kalo gue masih muda dan penuh ambisi. Nikah sih gampang!..."

"... Pada akhirnya, gue putus sama dia. Ya emang udah gak ada kecocokan juga sih dari dulu. Gue suka begini, dia suka begitu. Ya gak pa-pa lah, gue kan ngganteng, cewek mana yang mau nolak?"

"... Nah bener kan, gue sekarang punya cewek baru, dan gue langsung sreg! Gue ajak nikah aja buru-buru sebelom disamber orang. S2 atau S3 bisa nunggu kok. Yang penting nikah dulu!..."

"... Soal omongan miring temen-temen mantan gue? Ah apaan sih. Biar aja anjing menggonggong. Gue bisa bilang ke mereka kalo mantan gue itu gak mau resign... hehehe... Yah like I said before, gak pa-pa kan ngebohong asal demi kebaikan... Ini demi kebaikan .... gue kok! Nah nanti pas nikah kan temen-temen kantor gue pada dateng, dan mereka pasti nyariin mantan gue itu. Gampang, tinggal gue bilang kalo gue udah undang dia, tapi dia aja yang gak mau dateng. Gak pa-pa lah, gue ngerti perasaan dia kok. Dia pasti sangat kehilangan gue. Tapi, gue doakan dia bisa berjodoh sama yang lain. Yang lebih baik daripada gue, itu juga kalo ada sih... ha ha ha ha..."

"... Sekian cerita dari gue, pria ngganteng bermasa depan cerah idaman semua wanita dan mertua."

Senin, 01 Oktober 2012

Living in a dream or living in reality?

Berapa orang di dunia ini yang hidup mengerjakan impiannya dan berapa orang yang menyerah pada realita? Saya rasa banyakan yang menyerah pada realita. Jika perkataan saya masih di awang-awang, biar saya jelaskan sedikit.

Seorang financial advisor mengikuti sebuah reality show keterampilan yang sama sekali diluar bidang pekerjaannya. Keterampilan ini memang hobinya, karena tidak bisa dia kerjakan makanya dia mengambil kuliah jurusan ekonomi, berkarir dari bawah, kemudian mapan menjadi seorang financial advisor. Tetapi setelah mapan dan dikenal sebagai financial advisor, orang itu menemukan ketidaknyamanan dalam hatinya. Sebagai orang beriman, dia tentunya berdoa agar dilapangkan hatinya. Ternyata Tuhan memberi jawaban dari sebuah kontes reality show di televisi. Semuanya mudah, dan kini dia sudah memasuki babak-babak akhir dari reality show itu. Dia mampu menjalankannya sebaik dia menjadi financial advisor.
“Setelah sekian lama, akhirnya saya menemukan yang benar-benar ingin saya lakukan. Dan saya akan terus disini.” Demikian tuturnya.

Siapa sangka seorang wakil Gubernur yang baru terpilih memiliki sisi lain? Ketika ditanyai sebuah pertanyaan dalam sebuah wawancara eksklusif tentang “Apa profesi impian anda?” Lalu pejabat baru itu menjawab “Saya suka balapan, saya dulu bercita-cita menjadi seorang motor-crosser.”

Di kantor, saya juga melihat beberapa orang yang memiliki gairah lebih di pekerjaan lain. Ada yang suka sekali musik, ada yang suka sekali berakting, ada yang suka sekali mengorganisir sebuah acara, dan sebagainya. Mereka menjadi staf akunting karena berbagai sebab, dan yang paling umum adalah mereka disuruh orang tua agar menjadi pekerja kantoran agar tiap bulannya menerima gaji. Alasan umum lainnya adalah karena memang tidak ada pilihan lain, dengan artian, disini memang iklim usahanya tidak selalu memungkinkan kita untuk menjadi apa yang kita inginkan, tapi lebih kepada menjadi apa yang orang lain inginkan.

Memang, di negeri yang seperti terus dijadikan negara dunia ketiga ini, mental kita selalu dikondisikan seperti itu. Mental “bekerja pada orang” dan mental karyawan bukannya mental wirausaha. Mental bagaimana meniru dan melakukan apa yang ada di buku, bukannya mental inovasi. 

Memang tidak gampang.