Jumat, 19 Oktober 2012

Somebody I used to know


Berapakah teman anda di facebook? Berapakah follower dan berapa yang anda follow di twitter? Berapakah perkumpulan yang anda ikuti? Berapa teman sekelas maupun sepermainan anda sejak kecil? Itu mungkin saja pertanyaan numerikal belaka yang mudah anda jawab. Namun akan lebih sulit jika pertanyaannya diubah: Berapakah jumlah teman dekat anda? Berapakah jumlah teman sejati anda?

Mungkin pertanyaan yang sulit, dan terkadang kita mendapati fakta menyedihkan bahwa dari ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang pernah anda kenal, mungkin tidak ada satupun teman sejati yang anda punya. Atau mungkin juga hal ini tidak penting-penting amat dalam hidup anda, tergantung dari prinsip hidup.
Saya menghitung, sejak saya duduk di bangku SD hingga sekarang, jumlah teman yang saya anggap dekat adalah sekitar… Hmm tunggu dulu…. Sekitar 20 orang. Padahal dua-tiga tahun lalu ada dua kali lipatnya, dan lima tahun lalu bisa tiga kali lipatnya. Kemana perginya mereka? Well, tentu banyak hal yang membuat mereka “pergi”.

Hal pertama yang menjadi penyebabnya adalah komunikasi yang tidak selancar dulu. Distance does matters. Kadang pertemanan memang turut ditentukan oleh intensitas pertemuan.  Tidak dibalasnya berbagai pesan dan makin jarangnya pertemuan tentu merenggangkan.

Banyak yang bilang, semua sibuk masing-masing. Justru logika ini bisa dibalik. Harusnya, sesibuk apapun kita, kalo emang kita anggap seseorang itu teman, pasti kita berikan waktu buat mereka.

Hal kedua, beda prinsip. Dulu awalnya mungkin punya prinsip sama, style sama, visi sama, nilai-nilai yang sama. Tapi seiring berjalannya waktu, orang bisa mengunyah dan menelan berbagai macam pemikiran dan pengalaman hidup yang pada akhirnya bisa mengubah prinsip seseorang, bisa mengubah apa yang dianggapnya penting atau tidak.

Hal ketiga, boleh jadi ada kejadian gak mengenakkan yang terjadi. Saya beberapa kali mengalaminya, dan ketika masalah tidak terpecahkan karena tingginya ego, akhirnya bubar jalan.
Memang seiring bertambahnya usia, jumlah teman dekat kita juga semakin sedikit. Dan lagi-lagi tergantung persepsi kita yang menganggap teman yang dekat itu teman yang seperti apa.

Kalau dilihat-lihat, pertemanan yang saya jalin dengan berbagai orang selama ini kebanyakan karena kedekatan jarak dan lingkungan. Masih satu sekolahan, satu kampus, atau satu kantor. Menunjukkan bahwa saya bukanlah orang yang mudah bergaul.
Beruntung saya suka musik dan sepak bola. Lewat dua hobi utama saya itulah saya banyak mendapat teman yang tidak berasal dari lingkungan yang sama. Dan belakangan, teman saya makin bertambah dari dunia sepak bola. Dari sekadar ngomongin skor pertandingan dan transfer pemain, kini pikiran saya terbuka untuk belajar lebih banyak berbagai ilmu yang bersinggungan dengan sepak bola. Saya jadi punya hobi baru yaitu membaca dan menulis. Dari membaca dan menulis itulah kini saya makin didekatkan pada kepuasan tinggi dalam hidup, yaitu melakukan hal yang disukai dan memberi manfaat bagi banyak orang. Sesuatu yang anehnya gak pernah terpikirkan sebelumnya.

Jadi, tidak mengapa buat saya kehilangan berbagai orang yang dulunya memang saya anggap teman. Saya kehilangan mereka karena prinsip yang saya anggap benar, dan tidak penting buat saya untuk memaksakan prinsip saya kepada orang lain.

Now you’re just somebody that I used to know.