Rabu, 15 Mei 2013

Semoga Rock Tidak Mati

Dalam beberapa hal di dunia ini, saya merasa sendiri. Tidak mainstream, tidak seperti orang kebanyakan. Ya sebut saja saya tidak suka-suka amat pada pantai dan hanya suka musik rock.

Dalam hal musik rock ini, saya memiliki kegelisahan yang terkadang saya pikir memang subjektif, tapi ternyata setelah membaca tulisan dan mengobrol dengan beberapa orang, memang sudah banyak orang yang seperti saya: merindukan kejayaan musik rock dan muak dengan musik sekarang.

Ya, memang industri musik sekarang ini sangat memprihatinkan. Lagu-lagunya standar dan itu-itu saja. Menggunakan komputer di sana-sini sebagai penghias lagu bukannya seperangkat drum, bas dan gitar saja sebagai nyawa lagu. Coba deh dengerin lagu-lagu sekarang (saya yakin anda tahu lagu-lagu seperti apa yang saya maksud), lalu dengarkan lagi tahun depan. Pasti sudah basi dan terasa tidak enak lagi didengar. Lalu coba dengar lagi lagu seperti I'll be there for you-nya Bon Jovi atau 18 and life-nya Skid Row. Bandingkan dengan lagu sekarang yang baru rilis satu tahun lalu.

Musik rock sebenarnya sederhana. Dave Grohl bilang bahwa anda tinggal membeli seperangkat drum bekas, gitar butut, bass butut dan amplifier yang suaranya sudah pecah, lalu ajak teman-teman anda untuk bermain di garasi rumah anda, dan mainkan musik berisik. Sesederhana itu. 

Sekarang banyak band yang tidak memiliki modal kemampuan bermusik yang cukup namun bisa sukses, dan banyak pula yang sekadar ikut-ikutan lalu hanya menjadi one hit wonder. Saya tidak berprasangka buruk, saya tahu banyak sekali musisi dengan kemampuan bermusik tinggi, tapi mereka juga tidak bisa mengeluarkan lagu dengan solo gitar panjang dan beat cepat karena akan dianggap “terlalu bising” dan tidak sesuai dengan permintaan pasar.

Musik rock jelas pantas mendapat apresiasi lebih, jauh dari yang didapat sekarang. Bagaimana tidak, musik rock ini memiliki band-band serta tokoh-tokoh yang bisa dibilang ikonik, dari mulai Elvis Presley, John Lennon, hingga Jimi Hendrix. Ataupun legenda-legenda hidup seperti Mick Jagger, Bruce Dickinson atau Lars Ulrich.

Sekarang, penyuka musik rock malah dibilang seleranya jadul atau angkatan tua. Pada saat saya menonton Guns & Roses ataupun Mike Portnoy & friends, memang menyedihkan bahwa tidak ada teman saya yang mau diajak menonton, dan pada saat sampai di venue, penonton yang hadir memang berkategori om-om eksekutif muda sukses yang sebenarnya terlalu tua jika kita lihat mereka ber-headbanging.

Bukankah musik rock seharusnya musik anak muda? Bukankah anak muda seharusnya enerjik, dinamis dan tidak galau? Bukankah seharusnya mereka menjadikan patah hati atau putus cinta sebagai lucu-lucuan dan bukannya diseriusin sampai galau?

Acara-acara rock seperti malu-malu untuk digelar, baik skala besar maupun kecil. Program di radio yang menyajikan musik rock seharian penuh hanyalah Rock Weekend KIS FM. Dari namanya saja sudah ketahuan, acara ini hanya diputar pada akhir minggu, dan hanya sekali. Di mal dekat tempat tinggal saya, acara musik classic rock sebenarnya ada, tapi mereka menaruhnya di hari minggu malam, bukan prime time seperti jumat malam atau sabtu malam. Seolah musik rock dianggap seperti dibiarkan ada saja, tapi tidak dibina.

Keruntuhan industri musik memang ibarat tinggal menunggu klub Wigan Athletic terdegradasi dari EPL (dan memang sudah terjadi). Saat ini, terlalu banyak studio musik yang gulung tikar karena kurangnya minat anak-anak muda pada kegiatan ngeband, juga kurang musimnya acara pentas seni yang menghadirkan konsep full-band karena mereka menggantinya dengan konsep akustik minimalis. Bisa dibayangkan musik macam apa yang dimainkan oleh anak-anak yang lebih suka nongkrong di minimarket sambil ngobrol ngalor ngidul? Bukannya anak-anak yang main gitar 4 jam sehari untuk ngulik lagu-lagu Joe Satriani?

Untungnya masih ada secercah harapan. Setidaknya konser rock masih rutin digelar, artis-artis lawas masih diundang demi membakar kembali semangat rock yang mulai padam diantara generasi muda. Situs seperti www.jakartabeat.net banyak sekali menghadirkan tulisan-tulisan provokatif yang membakar semangat rock untuk generasi muda agar mereka tidak menjadi generasi yang membuat musik rock punah.

Mereka yang berada di jakartabeat tersebut saya yakin berusia sama dengan saya, atau lebih tua. Meneriakkan sisa-sisa kejayaan musik rock lewat tulisan-tulisan dan ajakan-ajakan mereka. Memperkenalkan kembali musik yang memang lebih layak untuk dikulik dan dipelajari agar tidak terjadi missing link di generasi sekarang terhadap kedahsyatan musik rock.