Terlebih, kisah hidup para
industrialis ini juga menjadi inspirasi bagi generasi muda setelahnya, bahwa
negeri ini mengijinkan orang untuk bermimpi. Siapapun bisa mencapai tujuannya
tergantung seberapa besar impiannya dan seberapa keras ia mau bekerja untuk
mewujudkannya.
Dianggap sebagai “The American Builder”, Andrew Carnegie bukanlah berasal dari
keluarga kaya. Ia juga memulai bisnisnya dari bawah. Carnegie adalah seorang
imigran asal Skotlandia kelahiran Dunfermline tahun 1835. Ia pindah ke Amerika
Serikat di usianya yang ke-13 bersama kedua orang tuanya, William dan Margaret
Carnegie ke negara bagian Pensylvania, tepatnya kota Allegheny.
Sepindahnya ke Pennsylvania, Carnegie
bekerja di pabrik tenun untuk mendukung kehidupan keluarganya. Tidak hanya
bekerja, Carnegie adalah seorang … kutu buku. Kegemarannya dalam membaca
difasilitasi oleh Colonel James Anderson, perwira tinggi tentara yang tinggal kota
Allegheny. Sang kolonel membuka perpustakaan umum untuk pekerja lokal setiap
hari sabtu dimana Carnegie menghabiskan banyak waktu disana, bahkan meminjam
banyak buku untuk dibacanya dirumah.
Buku-buku inilah yang membedakan
Carnegie dengan pekerja-pekerja lainnya. Bukan hanya rajin, ia juga cerdas dan
berwawasan luas berkat kegemarannya akan bacaan. Kelak, kegemarannya dalam
membaca membentuknya menjadi penulis handal. Ia kemudian berpindah-pindah
pekerjaan, dari menjadi kurir hingga operator telegraf. Karirnya kemudian
melesat hingga ia meraih posisi superintendent di Western Division dari
Pennsylvania Railroad, perusahaan jalur kereta api.
Carnegie memiliki cita-cita
sebagai seorang pengusaha, sesuatu yang terdengar terlalu muluk-muluk pada era
itu di kalangan pekerja seperti dirinya. Saat masih bekerja di perusahaan
kereta api, Carnegie merintis usahanya sendiri juga di bidang perkeretaapian.
Ia membuat jalan kereta api baru, kereta api dengan tempat tidur, hingga
membuat jembatan dan lokomotif sendiri. Setelah usahanya mulai stabil dan
menuntut waktunya lebih banyak, ia mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Usaha baja Carnegie berkembang
pesat. Perusahaan Carnegie Steel menjadi perusahaan baja terbesar di seluruh
Amerika Serikat. Produksi baja yang Carnegie lakukan sejalan dengan pembangunan
besar-besaran yang sedang gencar dilakukan oleh Amerika Serikat sehingga
permintaan pada baja sangat tinggi.
Carnegie terus melakukan ekspansi
usahanya dengan membeli perusahaan-perusahaan sejenis yang menjadi
kompetitornya. Ia ingin menjadi pengusaha tunggal dari baja, melakukan monopoli
atas komoditas ini. Cara-caranya dalam menggapai kesuksesan juga tidak melulu
ia lalui dengan kerja keras semata, tapi juga kekejaman. Misalnya, ia memotong
upah buruh, sesuatu yang kelak disesalinya di masa tua.
Carnegie Steel mendapat ujian
terbesar dari seorang pebisnis minyak bernama John D. Rockefeller. Rockefeller
adalah seorang industrialis ambisius seperti halnya Carnegie. Dengan
penguasaannya pada minyak, Rockefeller merasa belum cukup. Ia kemudian mencoba
memasuki dunia Carnegie, yaitu baja. Carnegie semula mengacuhkan keberadaan
Rockefeller pada industri yang ia kuasai, karena menganggap Rockefeller tidak
tahu menahu soal baja, seperti dirinya.
Carnegie salah. Rockefeller telah
menemukan tambang baja baru di wilayah Minessota, tambang yang sebenarnya sudah
diketahui oleh Carnegie, namun Carnegie menganggap tambang tersebut tidak
potensial karena sulit diolah. Rockefeller tetap melanjutkan penambangan di
Minessota, seraya terus mencari cara untuk mengolah sumber tersebut. Dan bisa
ditebak, Rockefeller sukses.
Kesuksesan pengolahan itu membuat
perusahaan baja tandingan Rockefeller berkibar. Dengan mematok harga yang lebih
murah, Rockefeller membuat pelanggan Carnegie beralih padanya. Akibatnya,
kinerja perusahaan Carnegie mengalami kemunduran signifikan. Carnegie merasa
cukup dengan semua ini, ia lalu menemui Rockefeller. Tujuannya, jelas ingin
mempertahankan kekayaannya dengan cara membeli perusahaan Rockefeller.
Setelah bernegosiasi dengan alot,
Rockefeller akhirnya menerima tawaran Carnegie. Carnegie sadar bahwa hal ini
memang harus dilakukan demi menjaga kelangsungan usahanya dan monopoli bajanya,
meski konsekuensinya ia harus menyetor uang banyak pada seterunya.
Carnegie steel kemudian terus berkembang, sebelum datang lagi pengusaha kaya lainnya bernama J.P. Morgan. Morgan adalah seorang pengusaha listrik dan jaringan kerata api yang mencakup seluruh negeri. Dengan ambisinya yang besar, ia tidak ingin membuat perusahaan untuk menjadi kompetitor Carnegie, melainkan ia akan membeli Carnegie Steel.
Morgan melakukan pendekatan
intens kepada tangan kanan Carnegie, Charles Schwab. Ia menjanjikan Schwab
sebuah posisi yang tidak dapat ditolaknya, yaitu pimpinan perusahaan.
Syaratnya, ia harus membantu Morgan dalam menggolkan pembelian Carnegie Steel.
Morgan meminta Schwaab menanyakan pada Carnegie, berapa harga Carnegie Steel
jika Morgan ingin membelinya.
Carnegie awalnya berat untuk
melepas Carnegie Steel pada Morgan, meski pada akhirnya ia memang merasa inilah
saatnya untuk berhenti. Inilah saat Carnegie untuk menikmati masa-masa
kejayaannya dengan uang hasil penjualan perusahaannya. Akhirnya, pada tahun 1901
Carnegie memberikan angka pada Morgan sebesar 480 juta US$ (sekarang sekitar 13
miliar juta US$) yang kemudian disetujui oleh Morgan. Dengan deal ini, Carnegie
praktis menjadi orang terkaya di dunia. Setelah dibeli Morgan, Carnegie Steel
kemudian berganti nama menjadi US Steel.
Sejak Carnegie Steel menduduki
puncak, Carnegie menyadari bahwa ia telah terlalu banyak mengambil dan terlalu
sedikit memberi. Ia juga menyesali keputusannya dalam menekan upah buruh hanya
demi kemajuan perusahaan bajanya. Penyesalan ini tidak terlambat, karena
setelah penjualan Carnegie Steel, Carnegie berkonsentrasi penuh pada kegiatan filantropi,
atau kegiatan menyumbangkan kekayaan pribadi demi kepentingan banyak.
Sebagai salah seorang pelopor
filantropi era modern, Carnegie menyumbangkan hampir separuh kekayaannya
senilai 350 juta US$ (sekarang sekitar 4.8 miliar US$) dalam bentuk
perpustakaan, tempat yang disukai Carnegie sejak kecil. Carnegie juga membangun
sekolah, balai pertemuan, dan bangunan-bangunan bermanfaat lainnya. Tidak hanya
kepada Amerika Serikat, Carnegie juga membangun perpustakaan di berbagai negara
berbahasa Inggris di dunia, termasuk tanah kelahirannya, Skotlandia.
Warisan Carnegie memang besar
dalam mencerdaskan bangsa lewat sumbangan perpustakaan, sekolah, maupun
bangunan-bangunan lain yang penting bagi komunitas. Namun lebih dari itu,
bangsa Amerika Serikat menganggap Carnegie berjasa dalam membangun Amerika
Serikat hingga menjadi negara superpower dengan kemajuan industri yang pesat. Sebagai
salah satu industrialis dengan komoditi baja,
ia telah membangun sebuah perusahaan raksasa yang menyambung hidup orang banyak
dan memajukan bangsanya.
Ia telah mewakili spirit American
Dream bagi generasi-generasi muda setelahnya bahwa semua berawal dari mimpi.
Carnegie yang bukan dari keluarga kaya terbukti dapat menjadi miliuner dengan
menggabungkan mimpi dan kerja kerasnya.
Setidaknya, begitulah kata
orang-orang Amerika.