Rabu, 13 Februari 2013

A good way to die hard, a movie review




Warning: Ekspektasi tinggi adalah penyakit. Ekspektasi tinggi bisa menyebabkan sakit hati, tidak bersyukur, sulit menerima keadaan, sulit move on.

Sayangnya, gue gak bisa untuk gak berekspektasi tinggi menyangkut film favorit. Dan karena sekuel Die Hard adalah film favorit all time, maka tidak heran kalo gue berharap tontonan yang tidak sekadar menghibur, tapi juga mengesankan dan mengejutkan.

Gue hapal adegan per adegan Die Hard 1 hingga 4, dan kesemuanya itu sangat mengesankan. Bruce Willis selalu sempurna memerankan John McClane, seorang detektif biasa namun memiliki seperangkat kemampuan untuk mengungguli penjahat-penjahat kelas kakap. Gaya slengean dan tindakan-tindakan out of the box yang kerap ia lakukan menjadikannya sebagai tokoh jagoan favorit.

Apakah inti dari seluruh film Die Hard? Kekacauan besar. Dan kekacauan besar itu selalu berhasil diperbaiki oleh McClane.

Simak kekacauan-kekacauan ini: Penyanderaan di Nakatomi Plaza, kekacauan hebat di Bandara Dulles Washington pencurian emas di Fort Knox, dan terakhir: kejahatan cyber yang menyebabkan kekacauan di seluruh negeri. 

Dari semua cerita, John McClane digambarkan mampu mengatasi penjahat-penjahat itu sendirian, meski di sekuel 3 dan 4 ia dibantu oleh “partner” dadakan yang sebenarnya bukan polisi, tapi warga biasa (Samuel L. Jackson dan Justin Long memainkan peran itu di sekuel ketiga dan keempat) karena kekacauan yang timbul semakin besar. A big mess pada kejahatan yang mereka lakukan, namun sebenarnya semua tentang uang.

Di sekuel kelima ini, gue tentu berharap lebih banyak lagi, terlebih film ini mengambil Moskow sebagai latar tempat. Yang terbayang di otak gue adalah kemungkinan-kemungkinan konflik besar yang terjadi seperti memanasnya hubungan Rusia-AS. Tapi ternyata gak begitu.

Film sekuel ke-5 ini tidak lebih dari pertunjukan penghancuran mobil-mobil mewah, romansa hubungan ayah-anak, juga bagian-bagian tidak masuk akal seperti perjalanan sehari semalam ke Chernobyl melalui mobil (Moskow-Chernobyl berjarak 700 km). Geographic and logic failure yang terlalu banyak ini membuat film menjadi aneh alih-alih seru.

Tidak lupa, Bruce Willis juga terlihat sudah jenuh memerankan McClane, terlihat dari pembawaannya yang sudah terlalu santai dan seperti sudah menguasai keadaan sepenuhnya. Ini beda dengan di sekuel sebelumnya di mana musuh-musuhnya mampu menguras segala kemampuannya sebelum akhirnya dia kalahkan. Musuh-musuh di sekuel lima ini terlalu mudah ditaklukkan. McClane (kini dibantu anaknya, Jack) effortlessly beat all the scumbag.

Film ini menurut gue hanya bagus dari sisi hiburan. Tapi walau begitu, tetap saja gue sebagai penonton setia boleh dong berharap cerita-cerita yang lebih berbobot. John Moore sebagai sutradara film ini mungkin seharusnya bisa menggali lebih banyak, namun durasi film yang kurang dari 2 jam sepertinya memang menyulitkannya. Sulit membuat rangkaian cerita mengesankan jika durasi kurang dari 120 menit.

Kemunculan Jai Courtney di Die Hard boleh jadi mengawali karirnya di sini, dan sekuel selanjutnya (jika ada) ada kemungkinan Courtney bersama Marie Elizabeth Winstead yang berperan sebagai Lucy McClane lebih tampil dan ambil bagian dalam film.