Rabu, 28 Maret 2012

The Raid, si pendobrak casual society

Pernah liat yang namanya casual crowd kan? Itu tuh, sekumpulan orang yang tau-tau ngumpul secara spontan tanpa dikomando karena adanya suatu kejadian. Yah misalnya kalo ada kecelakaan, mobil-mobil atau motor-motor banyak yang berhenti atau memperlambat kendaraannya. Ironisnya, mereka hanya melihat, memfoto, merekam gambar, namun tidak menolong sang korban. Hanya bikin macet. Dan sesampainya di kantor mereka, peristiwa itu mereka jadikan bahan obrolan bersama teman-temannya. Hanya sebatas itu.

Sekarang, orang Indonesia sedang dilanda 2 hal. Satu bersifat serius, satunya lagi bersifat lifestyle. Yang serius tentu saja wacana kenaikan BBM. Untuk yang satu ini gue sih enggan berkomentar.
 Mendingan ngomongin The Raid deh. The Raid itu apa sih?

Oh The Raid itu film action Indonesia yang pertama kali menembus Hollywood. Bahkan ada situs yang menyejajarkan film ini dengan film-film action hollywood macam Terminator dan Die Hard. The Raid itu pemain-pemainnya orang Indonesia tapi disutradarai dan diproduksi oleh orang bule. Banyak banget yang berkomentar bombastis mengenai film ini. Kebanyakan bilang ini film paling sadis yang pernah mereka lihat, atau setara sadisnya dengan film-film action hollywood seperti Kill Bill. Adegan berantem, tembak-tembakan, full-packed action dan seolah tanpa memberi nafas kepada penonton.


Yah namanya juga orang Indonesia ya yang sangat-sangat percaya sama yang namanya rekomendasi orang. Begitu social media ataupun media online ramai membicarakannya, seolah pantat kita seperti kebakaran. Kebakaran sehingga pengen cepat beranjak ke bioskop terdekat untuk turut mengantri tiket. That's makes us a CASUAL SOCIETY. Masyarakat yang suka pada sesuatu yang banyak disukai orang. Melakukan sesuatu yang dilakukan oleh banyak orang. Mengikuti trend yang sedang digemari banyak orang. Seorang teman saya juga bercerita bahwa dia sudah dua kali menonton film itu dalam dua hari berturut-turut. Ada juga sebuah posting seorang editor di sebuah media online yang gusar karena kelakuan para penonton bioskop itu.


Soal kelakuan penonton di bioskop kita, yah udah rahasia umum kali ya. Bahkan di bioskop mahal sekalipun, perilaku penontonnya banyak yang kampungan. Handphone berdering, dan si pemilik seolah sengaja lama mengangkatnya supaya seisi bioskop tahu apa ringtone yang dia pakai, lalu dia berbicara di telepon keras-keras, lalu setelah selesai dia bertindak seperti biasa tanpa dosa. Bukan cuma masalah handphone, banyak juga spoiler. Mereka yang udah nonton itu film sengaja ngomong kencang-kencang di depan teman-temannya soal adegan-adegan dan jalan cerita film yang tengah ditonton, which is terdengar juga oleh orang lain tentunya.


Balik lagi ke film The Raid itu sendiri. Kelihatan banget kalo orang kita merindukan film action Indonesia yang seperti ini. Mungkin terbiasa dan lebih sering nonton film drama. Film yang berisi adegan jalan kaki di pantai atau di taman, ujan-ujanan bareng, makan bareng sambil ngobrol-ngobrol ringan, tidak lupa dengan nuansa colorful di film itu. Warna warni. Kisah percintaan yang didramatisir tapi sebenarnya predictable. Happy ending ala hollywood movie. Karena kalau sad ending, banyak yang gak suka.


Dengan alasan keramaian tadi, saya memang belum menonton film itu. Entah kapan saya akan menontonnya, mungkin saat orang-orang mulai melupakannya. Orang masih takjub dengan skill beladiri Iko Uwais, senjata-senjata M-16, hand grenade, kejar-kejaran, jedot-jedotin kepala ke tembok atau darah bercucuran di film itu. Come on, semua hal itu sangat BIASA di film action. You guys shouldn't be get too stunned.


Dan posting seorang editor itu dia titik beratkan pada banyaknya tepukan tangan atau sorakan gembira setiap adegan kekerasan di film The Raid itu terjadi, dan itu sepanjang film. Yah mereka kangen nonton film action kali mbak, lebih-lebih itu film action Indonesia. Mereka takjub Indonesia bisa bikin film action. Dengan pemain orang Indonesia, lokasi di Indonesia. Itu hal baru. Fenomena baru.


Apresiasi nyata tentu patut dialamatkan kepada produser, sutradara, pemain, dan kru film ini, yang bahkan saya belum tahu nama-nama kalian. Kalian telah membuat ombak besar yang menghanyutkan sebagian besar orang-orang Indonesia, yang rela membeli tiket film kalian di saat mereka pusing dengan kenaikan harga BBM.


Kini orang-orang Indonesia dilanda euforia baru, euforia film action, film action dari negeri sendiri. Sisi positifnya, tidak ada lagi adegan film action abal-abal. Tidak ada lagi adegan berantem bohongan, gak kena tapi mental. Gak ada lagi ledakan yang menggunakan rekayasa komputer, yang kelihatan banget bohongannya. Dan gak ada kok naga-naga bohongan atau monster-monster bohongan seperti yang berseliweran di sinetron laga malam hari. Itulah mungkin yang bikin orang pada skeptis pada film action Indonesia. The Raid berhasil mematahkan semua keraguan itu.


Film action memang istimewa. Butuh banyak special effect, butuh banyak stuntman, butuh banyak modal juga akibat banyak properti yang dihancurkan. Film drama atau film setan culun gak butuh itu semua. Sudah sepatutnya film action lebih diapresiasi. Semakin banyaknya film action seperti ini akan memberi lebih banyak pilihan bagi penonton film Indonesia, yang udah mual-mual dan bosan disuguhi film-film bertema sama tadi, percintaan remaja dan film erotis berkedok film horor.


The Raid di dunia film Indonesia seperti halnya Gugun Blues Shelter di dunia musik Indonesia. Mereka berani beda, gak nanggung, dan membuat perubahan. Mereka memberikan lebih banyak pilihan, orisinil dan menginspirasi. The Raid bisa jadi sebuah gerbang bagi para imitator, dalam arti positif. Tirulah mereka, ikuti mereka, bikin lebih banyak lagi tema seperti ini, dan jadikan momen ini sebagai tonggak kebangkitan film Indonesia.


Selamat!