Sabtu, 27 Januari 2018

Lini Masa Saya 2012-2018

Mengamati lini masa di media sosial, terutama Twitter dan Facebook memang gak selamanya menyenangkan, tapi bisa juga mengasyikkan dan bisa juga diambil lucu-lucuannya. Gue sih lebih sering ambil lucu-lucuannya. Mereka yang berantem, gue yang ketawa-ketawa ngeliatnya. Ambil gorengan, seduh kopi, dan lihatlah keriuhan dunia maya ini dari tahun 2012 hingga awal 2018:


2012 - Di Twitter, lini masa gue ramai dengan kemunculan blog-blog sepak bola baru dengan penulis-penulis baru pula. Senjakala dari era ngeblog, tapi mulai melahirkan penulis-penulis sepak bola baru. Banyak sekali yang membagikan tautan tulisan-tulisannya yang tentunya bergaya lebih segar dan beda. Saat itu, karena semuanya masih baru, masih saling ramah dan hormat. Beda dengan dua tahun ke depannya. Hahaha. Tapi, di tahun inilah saya baru tahu yang namanya "Twitwar". Kalo di "anak bola Twitter", ada pendukung dua kubu besar yang saling perang di Twitter. Semua ini gara-gara dari dualisme di tubuh PSSI itu tuh.

2013 - Mulai bermunculan komunitas-komunitas. Dari mulai komunitas penulis sepak bola, makin banyaknya pencinta jersey, hingga sampai ke komunitas lari yang sangat masif. Tiba-tiba semua orang rajin lari pagi, rajin mengunggah statistik dari kegiatan lari paginya. Lari pagi bukan lagi milik abang-abang yang pakai kaos kutang bolong-bolong dan sepatu capung. Tapi lari pagi diikuti para esmud, mahmud dan anak-anak gaul yang tentunya sangat wajib hukumnya untuk memakai baju, celana, sepatu, kaos kaki, topi, kacamata hitam, dan gadget mahal. Sementara di Facebook, banyak sekali yang terganggu banget sama yang suka ngasih invitation untuk main game, dan banyak yang marah-marah pula sampai mulai unfollow dan unfriend.

2014 - Percayalah, tahun 2013 jelas gak ada apa-apanya dibanding 2014. Tahun 2014 ini jelas masa yang paling tidak menyenangkan, terutama di Facebook. Apa lagi sebabnya kalau bukan Pilpres, atau pemilihan presiden langsung. Dua kubu besar bertarung, dengan para pendukung yang sangat fanatik, saling menyebar kebencian dan menebar opini-opini yang belum tentu valid. Susahnya, para pendukung ini sudah berkacamata kuda, dan sudah malas melakukan kroscek. Dari fenomena ini, kita bisa menyaksikan para sahabat lama, temannya teman, tetangga, saudara dan kerabat saling bermusuhan karena perbedaan pilihan. Unfollow, unfriend dan bahkan putus silaturahmi tentu sangat banyak terjadi pada tahun ini. Untungnya, masih ada Piala Dunia yang lumayan menyegarkan lini masa.

2015 - Sisa-sisa kekecewaan dari yang kalah masih ada, belum lagi yang dimabuk kemenangan. Mulai keluar mantra "Gue cuma berpendapat, kalo gak suka silakan unfollow/unfriend". Tapi secara umum mulai mereda. Oh iya, di Twitter, cukup marak terjadi group bully yang dilakukan oleh "mereka yang pintar", yang ditujukan kepada mereka yang lingkar otaknya tidak sebesar mereka. Bully juga dirasakan oleh penulis-penulis yang tulisannya jelek. Peribahasa "Buah jeruk buah delima. Tulisan buruk jangan dihina." tidak berlaku bagi mereka. Sungguh sadis dan menakutkan, apalagi mereka kerap menyerang hal-hal personal yang jauh sekali di luar konteks. Oh iya, di tahun ini pula angkatan 90an yang sekarang berusia 30an terus menyuarakan glorifikasi akan begitu menariknya masa kecil mereka, mainan-mainan mereka, makanan-makanan mereka, tontonan-tontonan mereka, plus menghakimi generasi kekinian yang kebanyakan main gadget dan makan micin. Secara personal, gue juga harus akui tidak tahan melihat beberapa postingan, terutama postingan yang pamernya berlebihan atau postingan yang ngebelain kaum "yang itu tuh", yang gue sih udah gak mau menerima debat lagi lah soal mereka. Ngawur pokoknya.

2016 - Para perundung ini mulai basi sendiri dan kehabisan bahan. Teman-temannya juga udah mulai gak saling nyahut karena mulai sibuk dengan pekerjaan, mulai kenal duit, dan ada juga yang sudah menikah, punya anak dan sekarang berganti fokus perhatian. Di tahun ini, kita cukup sering melihat teman-teman kita meng-upload foto-foto anak, yang tentunya lebih menyenangkan untuk dilihat. Jadinya 2016 cukup sepi lah di Twitter, kecuali mungkin debat tanpa ujung antara sepak bola menyerang dan sepak bola ultra-defensif yang sesekali meramaikan lini masa. Tahun ini juga banyak yang beralih ke Path, yang katanya lebih "private", juga Instagram yang lebih catchy dan lebih mampu menampung kebutuhan narsis dan pamer. Facebook? Tahun ini kembali menghangat untuk menyongsong Pilgub 2017, dan temanya sungguh tidak menyenangkan dan mudah sekali digoreng-goreng oleh para provokator karena menyangkut SARA.

2017 - Twitter mulai ramai kembali, terutama di sini dengan kehadiran akun gosip versi Twitter, yang menyaingi popularitas akun-akun gosip di Instagram. Di Facebook, ramai pula soal Pilgub Jakarta yang tidak kalah ramainya dengan Pilpres 2014. Semangat-semangat kebencian yang masih tersisa dan terpercik pun kembali dikobarkan. Mulai lagi mengisi lini masa dengan seruan-seruan ini-itu, nyinyirin ini-itu, baik secara langsung atau pake kode-kode, dan situasi ini dimanfaatkan dengan cerdik oleh akun-akun bayaran penebar hoax. Mulai jugalah para netijen yang "pintar dan berilmu" ini menyerang para orang alim, seolah mereka yang lebih pintar. Kids zaman now juga semakin beraksi dengan postingan-postingan ngawur mereka, memamerkan terlalu cepatnya mereka dewasa, juga membuat kita selaku kelas menengah ngehe semakin geleng-geleng kepala. 

2018 - Entah mau kaya gimana ya. Di Twitter, awal tahun ini diramaikan dengan perseteruan antara dua orang yang gue gak kenal, yang entah kenapa harus muncul di lini masa. Yang jelas mata ini tidak bisa menghindar untuk melihat kecenderungan orang-orang untuk berkomentar ngaco atas segala sesuatu yang belum tentu dia paham benar. Dan tentunya, semakin banyak fitnah. Namanya juga akhir zaman. Hadapi sajalah, setidaknya tahun ini ada Piala Dunia. Nantinya bulan Juni, mereka yang biasanya gak ngikutin bola akan ramai mem-posting tentang bola supaya kedengeran gaul dan update.