Minggu, 21 Januari 2018

Dolores O'Riordan, Ronaldinho, dan Kebebasan

Mungkin udah agak basi jika gue menuliskan ini. Karena sekitar pekan lalu, ada dua perpisahan mengharukan yang melibatkan dua orang yang amat terkenal, yaitu Dolores O'Riordan dan Ronaldo de Assis Moreira atau lebih dikenal dengan Ronaldinho. Mereka berdua memiliki profesi berbeda, dan perpisahan yang terjadi juga berbeda. Jika Dolores meninggalkan dunia untuk selama-lamanya, maka Ronaldinho, diwakili Roberto Assis, sang kakak yang juga merangkap sebagai agen, mengumumkan pengunduran diri alias pensiun dari dunia sepak bola. Sudah terlalu banyak orang membuat tulisan tentang mereka.

Kenapa gue merasa tetap perlu menuliskan guratan kata demi kata untuk kedua orang ini? Karena buat gue, keduanya adalah simbol dari kebebasan memilih dan bertindak. Seorang rebel sejati yang kemudian disukai banyak orang, dan barangkali amat sedikit yang membenci keduanya. Gue juga termasuk sering menikmati pertunjukan mereka.

Dolores adalah vokalis dari band The Cranberries, band asal Republik Irlandia yang namanya begitu mendunia pada era 90an saat genre Alternatif berbalas panggung dengan genre Grunge pasca meredupnya Hair Metal. Melalui The Cranberries yang mengusung musik dasar pop sederhana yang dipadukan dengan rock inilah Dolores mengekspresikan perasaan dan meluapkan emosi tanpa ragu, tanpa kompromi.

"Aku tidak ingin (dikenal sebagai) vokalis berwajah cantik dan berbadan seksi, aku hanya ingin bebas untuk membuat lagu," ujar Dolores suatu ketika dalam sebuah wawancara. 

Kebebasan yang ditunjukkan Dolores memang tidak sekadar ikut-ikutan. Dolores bukanlah poser dan tidak pula mengikuti arus utama, trend dan kemauan label mayor. Gaya bernyanyinya amat orisinil, sulit untuk menemukan penyanyi wanita yang bergaya seperti dirinya sebelum ia muncul. Yang muncul kemudian meniru gayanya tentu banyak. Ia juga bisa dengan mudahnya meramu lagu demi lagu yang hampir di setiap albumnya mengandung material hits, meski tidak juga ia lepas sedikitpun idealisme.

"Ketika saya membuat album, saya tidak mengharapkan kesuksesan secara komersial, bahwa album itu akan laku terjual atau tidak. Yang terpenting bagi saya adalah kejujuran di dalam album yang saya keluarkan. Bagi saya, ketenaran tidaklah penting," tambah Dolores.

Gue pernah melihat sendiri bagaimana Dolores tampil secara langsung. Selain komunikatif dan ramah, Dolores juga mampu menyanyikan lagu-lagu band-nya semirip ketika proses rekaman. Membuktikan bahwa suara wanita berusia 46 tahin ini bukanlah tiru-tiruan atau poles-polesan. Auto tune? Gak level! Padahal, semula ia bukanlah penyanyi yang diperhitungkan akan meraih ketenaran dan kesuksesan luar biasa.

Apa yang dipertunjukkan Dolores mungkin mirip dengan Ronaldinho. Dengan ciri khas fisik bergigi tonggos dan jauh dari kata ganteng, Dinho bukanlah David Beckham atau Cristiano Ronaldo, pria necis dan trendi yang begitu digilai wanita. Bahkan konon karena wajahnya yang (maaf) jelek itu tadi, salah satu direktur Real Madrid menolak untuk merekrutnya, karena disebutnya tidak baik untuk brand dunia milik Madrid. Si direktur itu pastinya keki setengah mati karena ia kemudian melihat sendiri publik Santiago Bernabeu malahan berbalik memberi Ronaldinho hal yang sebelumnya hanya terjadi pada Diego Maradona, yaitu standing ovation setelah menunjukkan performa mengagumkan dalam sebuah laga El Clasico. Sebuah pukulan telak yang seharusnya membuat si direktur menyingkir untuk bersembunyi di gua selama bertahun-tahun.

Datang dari keluarga miskin dan menemukan bakat sepak bolanya di jalanan di kota Porto Alegre, Ronaldinho juga bukan figur nyaris sempurna seperti Ricardo Kaka. Ia seringkali menunjukkan perangai konyol, terlihat bermalas-malasan, tidak disiplin menjaga berat badan, akrab dengan kehidupan malam, bergaul dengan wanita.. yang semua itu seakan menunjukkan bahwa ia hanya manusia biasa tanpa pencitraan.

Tapi hebatnya, dengan kemampuan mengolah bola yang tiada bandingannya di dunia ini (gue berani mengatakan ini, karena menurut gue, ia bahkan lebih baik daripada Diego Maradona dalam hal menggiring bola), ditambah dengan senyum dan tawa yang selalu ia tunjukkan tanpa menurunkan wibawa sedikitpun, Dinho sudah pasti memiliki pesonanya sendiri, yaitu kegembiraan yang selalu ia tularkan kepada siapa saja. "Ketika bola berada di kaki Anda, itu adalah kesenangan. Seperti Anda mendengar musik, dan Anda akan ingin menularkannya kepada orang lain. Saya tersenyum karena sepak bola memang menyenangkan. Mengapa harus serius? Tujuan Anda bermain semestinya adalah menyebarkan kesenangan," ujar Ronaldinho tentang filosofinya dalam bermain.

Sepasang kaki yang lengket dengan bola, otak yang seperti selalu berpikir di lapangan, mata yang selalu waspada dan fokus yang amat jarang terlepas dari lapangan menjadi ciri khas permainan Dinho. Ia selalu ingin bebas. Bebas menggiring bola dari sisi kiri lapangan menuju ke tengah, melakukan trik elastico yang membuat bola begitu sulit diambil dari kakinya, juga melakukan tendangan-tendangan akrobatik dengan sangat mudahnya. Ronaldinho jelas adalah satu dari 10 pemain terbaik yang pernah gue tonton, terutama ketika dia masih berbaju Barcelona.

"Fiesta! Kalian semua pasti mencintai sepakbola. Seringai dengan gigi kelinci, rambut ikal berkilauan, dengan goyangan ibu jari dan kelingking... Sepatu bersepuh emas dan antusiasme bak anak-anak. Genius yang murni dan tulus... bagaimana orang tidak jatuh cinta kepadanya?" tulis Sid Lowe, seorang jurnalis Inggris yang menetap di Spanyol.

Dua orang ini, Dolores dan Ronaldinho, jelas membuat gue iri. Bukan hanya karena kesuksesan yang mereka raih, tapi tentu saja karena mereka meraihnya tanpa mengorbankan idealisme dengan tetap melakukan apa yang mereka suka. Sulit sekali mencapai hal seperti itu, dan bagi gue, mendobrak dengan cara seperti itu di zaman sekarang yang makin keras, kesuksesan yang mereka raih adalah cerita yang lebih luar biasa daripada kisah kesuksesan seorang workaholic atau penemu yang sering kita temui di rak buku bagian motivasi atau pengembangan diri.

So to hell with what you're thinking
And to hell with your narrow mind
You're so distracted from the real thing
You should leave your life behind. Behind.

'Cause I'm free to decide. I'm free to decide
And I'm not so suicidal after all
I'm free to decide. I'm free to decide
And I'm not so suicidal after all
At al, at all, at all.

Free to Decide - The Cranberries