Selasa, 20 Oktober 2015

Kelamaan!

Langsung aja, berikut pengamatan iseng saya terhadap kebiasaan-kebiasaan dan cara hidup orang, yang menurut saya menghabiskan waktu terlalu lama, entah di suatu tempat, atau dalam hal melakukan suatu kegiatan. Mungkin sepele, tapi beberapa di antaranya punya dampak yang menurut saya cukup serius, apalagi kebanyakan di antaranya dilakukan di tempat umum atau menggunakan fasilitas umum.

Menggunakan ATM
Udah jelas, menghadapi orang seperti ini sedikit ngeselin, terlebih kalau kita lagi buru-buru. Beberapa orang --terutama yang gaptek—memang menghabiskan waktu terlalu lama di depan mesin ATM. Entah karena tidak mengerti cara membaca menu, atau bingung mengikuti instruksi.

Tapi yang lebih nyebelin sih mereka yang gak gaptek, tapi pergi ke ATM ramai untuk memenuhi banyak keperluannya sekaligus. Cek saldo, transfer, bayar tagihan atau keperluan-keperluan lain yang sebenarnya bisa dia lakukan di ATM non-tunai.

Berwudhu
Ya, wudhu. Atau ritual bersuci sebagai salah satu syarat sah ibadah sholat. Wudhu memang ada adabnya, dan juga harus sesuai dengan urutan-urutan. Terdapat pula sunnah rasul yang akan semakin menyempurnakan wudhu. Tapi, bukan berarti kita menghabiskan lima menit sendiri untuk membasuh tangan hingga telapak kaki, bukan? Ini wudhu, bukan mandi.

Lagipula, bukankah Rasul justru mengajarkan kita untuk menghemat air? Silakan cari referensi, karena saya gak mau ceramah. Tapi saya pernah baca kalau Rasulullah hanya menghabiskan 1 mud air (kira-kira 600ml) untuk berwudhu, dan satu sha (4 mud/2,4 liter) untuk mandi.

Konsultasi Dengan Dokter Anak
Sebenarnya tidak ingin terlalu spesifik, tapi dalam banyak contoh, ini cukup mengganggu. Banyak orang tua anak yang menghabiskan waktu terlalu lama di ruang praktik dokter anaknya. Saya pernah sampai menunggu setengah jam. Ya, memang si anak harus diperhatikan betul kesehatannya, tapi mbok ya diingat kalau anda tidak sedang mengunjungi psikolog.

Menunggu Makanan Turun Ke Perut
Sehabis makan, memang enaknya tidak langsung melakukan aktivitas yang lain. Males gerak, perut penuh, kaki berat, mata ngantuk. Ngerokok sebatang-dua batang atau ngobrol ngalor ngidul emang paling enak. Ya, boleh aja kalau elu lagi di rumah, tapi mbok ya jangan warteg atau warung nasi disamakan dengan rumah. Tunjukin lah sedikit empati terhadap orang-orang yang juga mengantre, apalagi kalau dia sudah menyendok nasi dan lauknya.

Bengong Di Lampu Merah
Di kota yang penduduknya selalu tergesa-gesa, memang hanya sedikit ruang yang tersisa untuk menikmati perjalanan. Apalagi, di lampu merah. Lampu merah memang mengesalkan, dan setiap orang selalu ingin cepat melaluinya. Makanya saat lampu beranjak hijau, para pengendara bergegas untuk kembali memacu kendaraan untuk melanjutkan perjalanan.

Tapi memang ada beberapa orang yang memang terlalu selow dan asik menikmati perjalanan, seolah sedang plesiran jadi turis. Otaknya terlalu lama mengirim perintah kepada telapak kaki untuk cepat menekan pedal gas ketika lampu berganti hijau, sehingga terjadi diam sesaat. Mending kalo hanya sesaat, bagaimana jika sampai 20 detik? Dijamin udah diklakson sama pengendara di belakangnya.

***
Ini hanya beberapa contoh yang terpikirkan. Ada pula beberapa tempat lain seperti toilet umum, bank, dan lainnya. Di banyak tempat, terutama pelayanan publik atau ruang privat yang kita bayar untuk gunakan, beberapa orang memang kerap berbuat seenaknya. Parahnya lagi, orang-orang macem begini umumnya marah jika ditegur.

“Gue bayar, kok!” “Duit-duit gue!”

Iya, emang elu bayar. Iya emang itu duit elu. Tapi kalo elu sedang memakai fasilitas publik, atau ketika kegiatan elu mengganggu orang lain, atau membuat orang lain terlalu lama menunggu, jelas saja orang lain berhak untuk menegur.

Tapi, ini Indonesia, bung. Di sini, yang salah bisa lebih galak daripada yang bener.