Kamis, 01 Oktober 2015

Kita Memang Sendirian

Kira-kira empat tahun lalu, pas mau resign dari kantor lama…
Bos: “Pasti elo sedih ya, ninggalin temen-temen lo di sini..”
Gue: “Iya, mbak..”
Bos: “Gue bisa ngeliat itu. Tapi, in the end, kita semua bakal sendirian.”
Gue: “Maksudnya, mbak?”
Bos: “Nantinya, elo bakal lebih konsen ke keluarga, begitu juga temen-temen lo.”
**
Sekarang…
Situasi 1: Janjian futsal dengan teman SMA
(Dalam percakapan di grup whatsapp)
Gue: “Yuk ah futsal. Tanggal xx jam xx di xx”
Si A: “Ayo”
Si B: “Buat futsal, gue selalu siap”
Si C: “Insya Allah”
Si D: “Gue usahain”
Si E: “Jadikan”
(Pas hari H)
Gue: “Jangan lupa ya guys, malam ini kita futsal. Lapangan udah gue book
Si A: “Siap!”
Si B: “Eh, jam 7 ya? Aduh gue lupa, hari ini mau berenang”
Si C: “Waduh, mainnya hari ini ya? Kirain besok”
Si D: (Gak jawab)
Si E: “Waduh, gue malam ini mau ke puskesmas”

Situasi 2: Mau kumpul dengan temen kuliah
Gue: “Guys, kumpul yuk hari xx jam xx di xx”
Si A: “Ayo! Gue kangen elo pada nih”
Si B: “Iya yuk kita kumpul lagi”
Si C: “Asik.. Siapa yang mau traktir nih?”
Si D: “Siap!”
Si E: “Insya Allah”
(Pas hari H)
Gue: “Guys, jangan lupa kumpul malam ini”
Si A: “Wah sorry gue mau nganterin istri belanja bulanan”
Si B: “Gue juga, mau anter anak”
Si C: “Gue lembur nih”
Si D: ”Waduh. Hari ini ya? Gue kira kemaren.. Padahal kemaren gue ke situ”
Si E: (Gak jawab, gak ngabarin)

Situasi 3: Chat dengan teman kantor lama
Gue: “Woi!”
(baru dibalas setengah jam kemudian)
Teman: “Oi”
Gue: “Ngopi yuk”
Teman: “Kapan?”
Gue: “Elo bisanya kapan?”
Teman: “Minggu ini padat merayap.”
Gue: “Minggu depan?”
Teman: “Belom ada rencana sih. Ya udah, ayo minggu depan aja”
(minggu depan)
Gue: “Jadi ngopi?”
Teman: “Oh iya gue lupa. Minggu ini ada kawinan temen”
Gue: “Oalah, minggu lalu elo bilang kalo minggu depan belom ada rencana”
Teman: “Masa sih? Waduh sorry bro!”

Situasi 4: Chat dengan teman baru
Gue: “Woi. Tahun ini kayanya tahunnya Hamilton”
Dia: “Iya”
Gue: “Menurut lo, peluang Hamilton musim depan gimana? Denger-denger dia mau ganti konstruktor ya. Soalnya dia kayanya ga cocok sama yang sekarang.”
(baru dibales besoknya)
Dia: “Iya, keliatannya sih gitu”
Gue: “…”
Dia: “Sorry, dari kemaren meeting.”
**
Dear friends, how things have changed a lot.

Dulu, yang datang futsal bisa 30 orang, minimal 20. Yang mau main sampai berebutan, kita bisa sampai bikin tiga tim. Sekarang? Ngumpulin 10 orang aja susah.

Dulu, mau ketemuan gampang. Gak pakai janjian jauh-jauh hari, gak pakai mikir panjang-panjang, gak pakai lupa, udah langsung pada kumpul. Sekarang? Udah janjian sejak jauh hari pun masih juga batal.

Dulu, mau ngopi gampang. Tinggal telpon, langsung pada dateng. Gak pakai liat jadwal, gak pakai ijin sana-sini. Sekarang? Telpon pun susah diangkat.

Dulu, obrolan kita haha hihi tanpa makna, dan kita bahagia saja dengan itu. Sekarang? Obrolan kita semakin serius, dan obrolan haha hihi semakin dihindari.

Gue seneng, kebanyakan temen gue memiliki pekerjaan yang begitu membutuhkan tenaga dan pikirannya, gak heran makanya mereka sibuk. Gue juga senang, temen-temen gue sekarang sedang berusaha menjadi kepala keluarga dan sosok ayah yang baik, jadinya mereka sering menghabiskan waktu terbatasnya bersama keluarganya.

Gue juga seneng, temen gue punya kegiatan yang keren, sampai-sampai gak punya waktu untuk membalas chat. Bahwa waktu 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu masih dirasa kurang. Beberapa teman, bekerja lebih keras dibanding orang pada umumnya, dan itu pertanda bahwa mereka amat kompeten dan dapat diandalkan.

You know what, I’m happy for all of you. I really do.

Hanya aja, gue pernah dengar istilah “sibuk itu hanya mitos, karena jika elo merasa sesuatu itu penting, maka elo akan menyediakan waktu.”

I’m fine kalo dianggap prioritas nomor sekian, toh gue bukan orang yang mentransfer uang ke rekening elo tiap bulannya. Gue bukan orang yang beliin pampers buat anak lo, gue juga bukan orang yang mengisi bensin mobil lo dan mengisi pulsa handphone lo.

Hanya saja, kini gue merasa semua kata-kata bos gue tadi sangatlah benar. Bahwa kita memang pada akhirnya akan sendirian. Gue cuma sedang denial untuk membuktikan bahwa dia salah. Tapi, ternyata dia memang benar. Kita memang sendirian, dalam banyak hal.

Bahwa masa-masa gampang ngumpul itu memang sudah lewat, berganti dengan masa-masa gampang lupa dan gampang batalin janji. Sekarang, gue tidak mau bersedih apalagi marah, gue hanya ingin mencerna, lalu menerima semuanya dengan lapang dada. Karena gue percaya, ini hanyalah sebuah perpindahan fase, dari anak-anak menjadi orang dewasa. Dari quarter life crisis ke midlife crisis.

Beberapa dari kita harus berjuang lebih keras dari yang lainnya, dan beberapa lainnya tidak perlu berjuang sama sekali karena semuanya sudah serba ada. Atau, beberapa dari kita hanya tinggal meminta. Rezeki memang udah ada yang ngatur.

Beberapa dari memiliki hidup yang lurus dan gak pernah belok-belok, sementara beberapa dari kita sempat tersasar sebentar lalu kembali lagi ke jalan yang benar. Dan beberapa tidak pernah kembali dan terus tersesat. Semua sudah diatur yang kuasa. 

Dan semua itu, kita raih (mostly) bersama keluarga masing-masing. Karena, kita memang akan diminta pertanggung jawaban tentang keluarga kita, bukan teman kita.

Tapi bagaimanapun, tetap saja, gue rindu saat-saat kita gampang ngumpul, gampang ngobrol dan gampang ketawa. Sesekali, mungkin? Marilah kawan, luangkan waktu walau hanya sejam-dua jam untuk tertawa sebait-dua bait.