Selasa, 26 Maret 2013

Masa Depan Dimulai Dari Batalnya Proyek 6 Ruas Jalan Tol


Tarik ulur proyek 6 ruas jalan tol baru masih terjadi. Jokowi selaku orang nomor satu di Jakarta sampai menggelar dengar pendapat yang menghadirkan banyak pihak terkait hal ini. Entah sebenarnya bagaimana opini orang Jakarta soal ini, tapi cobalah lihat dari aspek yang lebih luas.

Auto-oriented
Hari gini, auto-oriented itu bukan sekadar kebutuhan, tapi juga menjadi gaya hidup dan lambang status sosial. Kebanyakan dari kita yang sangat peduli pada dua hal tersebut tentunya akan berupaya untuk memiliki kendaraan (mobil). Sayangnya, mindset tersebut jika dibawa kepada tatanan makro, malah menjadi kerugian bersama karena jumlah kendaraan yang meluncur di jalanan semakin banyak saja.

Para auto-oriented pasti setuju bahwa penambahan ruas tol akan mengatasi kemacetan. Semakin banyaknya kendaraan, maka semakin banyak ruas jalan yang dibutuhkan. Kota yang baik atau kota masa depan adalah kota dengan ruas jalan yang luas sehingga kemacetan terpecahkan.

Tapi apa benar demikian? Ada beberapa hal penting yang perlu direnungkan mengenai masalah ini.

Pembangunan ruas tol yang katanya akan menghabiskan dana 42 triliun itu akan dilaksanakan oleh swasta. Well, jika ngomongin perusahaan swasta, apa sih orientasi mereka selain laba? Boleh saja mereka membungkus proyek ini dengan slogan “demi kepentingan rakyat” atau “membangun dunia usaha” dan sejenisnya. Tapi bagaimanapun, perusahaan yang menjadi operator jalan tol ini jelas senang jika semakin banyak mobil yang melewati jalan mereka.

Artinya, mereka akan turut mendukung lebih banyak lagi mobil yang diproduksi. Perusahaan otomotif juga seperti mendapat pembenaran untuk terus memproduksi mobil-mobil mereka. Pada akhirnya, pertemuan antara peningkatan produksi kendaraan dengan perluasan jalan raya akan bertitik pada kemacetan total.

Berapa sih perbandingan produksi mobil dengan perluasan jalan? Jelas dengan logika sederhana saja kita bisa menilai. Perusahaan otomotif tidak akan peduli soal kemacetan, karena merekapun perusahaan swasta yang bertujuan mencetak laba sebesar-besarnya. Dan sumber laba dari perusahaan otomotif tiada lain adalah penjualan mobil mereka.

Mass Transportation Development: Harga Mati!
Hal ini sebenarnya bukan hanya soal pembangunan jalan tol enam ruas ini akan dibangun oleh siapa, tapi juga lihatlah nanti bagaimana jika pembangunan ini akan mengganggu program yang jauh lebih penting dan solutif yaitu pembangunan transportasi massal yang canggih. MRT dan juga monorail dilihat dari sisi manapun jelas lebih membawa faedah ketimbang mobil pribadi. MRT selain lebih cepat, juga bisa mengangkut lebih banyak penumpang.

Sisi dilematis memang pasti ada dalam setiap kebijakan yang akan diambil. Ini adalah sebuah keputusan besar yang memang harus ditimbang masak-masak. Perusahaan otomotif juga punya ribuan karyawan pribumi yang menggantungkan hidupnya pada mereka. Penurunan produksi pasti tidak hanya berpengaruh pada laba, tapi juga pada buruh-buruh mereka.

Namun Indonesia memang harus bergerak. Sekarang era produksi massal kendaraan rasanya sudah saatnya berhenti. Kendaraan sudah terlalu banyak. Para pelaku industri toh pada akhirnya tidak akan berkutik pada regulasi, dan seorang pemimpin sepatutnya memihak pada kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan rakyat, bukannya kepentingan investor.

Kota Masa Depan
Sesuai dengan perkembangan zaman, sekarang sudah bukan lagi eranya indistri, tapi lebih ke era informasi dan edukasi.

Seperti apa sih kota masa depan menurut anda? Apakah kota penuh sesak dengan kendaraan yang udaranya penuh polusi, airnya tercemar, beton dan aspal dimana-mana, jalan layang menjadi pemandangan atap rumah, fasilitas umum yang berkurang, dan ketimpangan si kaya dan miskin kian nyata?

Kota masa depan dalam imaji saya adalah kota yang minim polusi, cukup ruang publik dan juga banyak menyediakan lahan untuk pejalan kaki. Kota yang sehat dengan masyarakat gemar berolahraga, juga membaca. Penyediaan sarana transportasi masal yang baik dan memadai akan menjadi awal bagi bergesernya paradigma masyarakat dari auto-oriented ke mass-transport oriented.

Dibangunnya apartemen dengan fasilitas lengkap sebenarnya sudah tepat. Sebuah konsep one-stop dan compact environment. Dengan fasilitas lengkap yang menunjang kebutuhan sekaligus gaya hidup, penghuni apartemen jadi tidak perlu lagi merasa perlu untuk pergi keluar. Sudah saatnya tata kota dibuat secara mikro agar kegiatan tidak terkonsentrasi di pusat-pusat perbelanjaan besar maupun jalan raya yang sudah over-crowded.