Tarik ulur proyek 6 ruas jalan tol baru masih terjadi.
Jokowi selaku orang nomor satu di Jakarta sampai menggelar dengar pendapat yang
menghadirkan banyak pihak terkait hal ini. Entah sebenarnya bagaimana opini
orang Jakarta soal ini, tapi cobalah lihat dari aspek yang lebih luas.
Auto-oriented
Hari gini, auto-oriented itu bukan sekadar kebutuhan, tapi
juga menjadi gaya hidup dan lambang status sosial. Kebanyakan dari kita yang
sangat peduli pada dua hal tersebut tentunya akan berupaya untuk memiliki
kendaraan (mobil). Sayangnya, mindset tersebut jika dibawa kepada tatanan
makro, malah menjadi kerugian bersama karena jumlah kendaraan yang meluncur di
jalanan semakin banyak saja.
Para auto-oriented pasti setuju bahwa penambahan ruas tol
akan mengatasi kemacetan. Semakin banyaknya kendaraan, maka semakin banyak ruas
jalan yang dibutuhkan. Kota yang baik atau kota masa depan adalah kota dengan
ruas jalan yang luas sehingga kemacetan terpecahkan.
Tapi apa benar demikian? Ada beberapa hal penting yang perlu
direnungkan mengenai masalah ini.
Pembangunan ruas tol yang katanya akan menghabiskan dana 42
triliun itu akan dilaksanakan oleh swasta. Well, jika ngomongin perusahaan
swasta, apa sih orientasi mereka selain laba? Boleh saja mereka membungkus
proyek ini dengan slogan “demi kepentingan rakyat” atau “membangun dunia usaha”
dan sejenisnya. Tapi bagaimanapun, perusahaan yang menjadi operator jalan tol
ini jelas senang jika semakin banyak mobil yang melewati jalan mereka.
Artinya, mereka akan turut mendukung lebih banyak lagi mobil
yang diproduksi. Perusahaan otomotif juga seperti mendapat pembenaran untuk
terus memproduksi mobil-mobil mereka. Pada akhirnya, pertemuan antara
peningkatan produksi kendaraan dengan perluasan jalan raya akan bertitik pada
kemacetan total.
Berapa sih perbandingan produksi mobil dengan perluasan
jalan? Jelas dengan logika sederhana saja kita bisa menilai. Perusahaan
otomotif tidak akan peduli soal kemacetan, karena merekapun perusahaan swasta
yang bertujuan mencetak laba sebesar-besarnya. Dan sumber laba dari perusahaan
otomotif tiada lain adalah penjualan mobil mereka.
Mass
Transportation Development: Harga Mati!
Hal ini sebenarnya bukan hanya soal pembangunan jalan tol
enam ruas ini akan dibangun oleh siapa, tapi juga lihatlah nanti bagaimana jika
pembangunan ini akan mengganggu program yang jauh lebih penting dan solutif
yaitu pembangunan transportasi massal yang canggih. MRT dan juga monorail
dilihat dari sisi manapun jelas lebih membawa faedah ketimbang mobil pribadi.
MRT selain lebih cepat, juga bisa mengangkut lebih banyak penumpang.
Sisi dilematis memang pasti ada dalam setiap kebijakan yang
akan diambil. Ini adalah sebuah keputusan besar yang memang harus ditimbang
masak-masak. Perusahaan otomotif juga punya ribuan karyawan pribumi yang
menggantungkan hidupnya pada mereka. Penurunan produksi pasti tidak hanya
berpengaruh pada laba, tapi juga pada buruh-buruh mereka.
Namun Indonesia memang harus bergerak. Sekarang era produksi
massal kendaraan rasanya sudah saatnya berhenti. Kendaraan sudah terlalu
banyak. Para pelaku industri toh pada akhirnya tidak akan berkutik pada
regulasi, dan seorang pemimpin sepatutnya memihak pada kepentingan yang lebih
besar, yaitu kepentingan rakyat, bukannya kepentingan investor.
Kota
Masa Depan
Sesuai dengan perkembangan zaman, sekarang sudah bukan lagi
eranya indistri, tapi lebih ke era informasi dan edukasi.
Seperti apa sih kota masa depan menurut anda? Apakah kota
penuh sesak dengan kendaraan yang udaranya penuh polusi, airnya tercemar, beton
dan aspal dimana-mana, jalan layang menjadi pemandangan atap rumah, fasilitas
umum yang berkurang, dan ketimpangan si kaya dan miskin kian nyata?
Kota masa depan dalam imaji saya adalah kota yang minim
polusi, cukup ruang publik dan juga banyak menyediakan lahan untuk pejalan
kaki. Kota yang sehat dengan masyarakat gemar berolahraga, juga membaca. Penyediaan
sarana transportasi masal yang baik dan memadai akan menjadi awal bagi
bergesernya paradigma masyarakat dari auto-oriented ke mass-transport oriented.
Dibangunnya apartemen dengan fasilitas lengkap sebenarnya
sudah tepat. Sebuah konsep one-stop dan compact environment. Dengan fasilitas
lengkap yang menunjang kebutuhan sekaligus gaya hidup, penghuni apartemen jadi
tidak perlu lagi merasa perlu untuk pergi keluar. Sudah saatnya tata kota
dibuat secara mikro agar kegiatan tidak terkonsentrasi di pusat-pusat
perbelanjaan besar maupun jalan raya yang sudah over-crowded.