Kamis, 06 Desember 2012

Memanfaatkan waktu

Saya turut berbahagia ketika salah satu teman baik saya Nina Ardianti memberi link website pribadinya www.ninaardianti.com. Bagi saya, Nina ini salah satu dari sedikit orang yang memberi dukungan ketika saya mulai menekuni hobi baru saya, yaitu menulis. Di website bikinannya itu (saya percaya itu bikinannya karena she’s a good learner), anda bisa melihat segala pencapaian yang diraihnya dengan usaha yang tentu saja tanpa kenal lelah. Saya lupa sudah berapa karya berupa buku-buku publikasi yang berhasil dihasilkannya. Banyak. Kalo mau berbicara soal produktivitas dalam berkarya sekaligus bekerja, dialah orangnya. Saya tanpa ragu bisa bilang kalo dia salah satu role model saya kok.


Anyway, ada salah satu posting di websitenya yang juga saya sangat setujui yaitu mengenai pengelolaan waktu untuk mengerjakan hal yang disuka. Itupun juga menjadi bahan pertanyaan orang-orang kepada saya. Pertanyaan "Kok sempet sih bikin beginian?" ketika saya ceritakan bahwa saya kini menulis sepak bola di beberapa website dan juga masih sempat rutin mengisi blog pribadi, bekerja, juga bertindak sebagai kepala keluarga. Dan ketika menuliskan posting ini, saya baru sadar bahwa ini adalah postingan ketiga saya dalam sehari, plus saya juga mampu menyelesaikan hitung-hitungan rumit pajak akhir tahun di hari yang sama.

"innamal a'malu binniyat" Begitu kira-kira bahasa hadistnya. Segala sesuatu itu bisa terealisasi karena kekuatan niat kita. Adanya niat juga akan membentuk sikap mental kita ketika ada saja hambatan yang datang.

Bahkan ada saja pertanyaan sinis seperti "Apa untungnya sih bikin beginian?" "Apa pentingnya sih bikin tulisan-tulisan beginian?" juga sering saya dengar. Dan respon saya selalu sama. Diam, dan terus mengerjakan apa yang saya kerjakan. Saya tidak peduli apakah tulisan saya akan diapresiasi atau tidak, dibaca orang atau tidak. Saya tetap akan menulis.

Well, saya belum pantas sama sekali untuk berbangga hati. Nyatanya, saya masih belum menelurkan satupun karya, pekerjaan saya juga kadang terganggu dengan kegiatan saya, istri saya juga masih suka komplain karena menganggap saya kurang bisa membagi waktu.

Memang ini proses, tapi saya yakin bahwa saya kini bergerak kearah yang benar. Saya merasa lebih bahagia dan lebih nyaman seperti ini, tidak seperti sebelumnya ketika saya masih bekerja super sibuk di tempat bekerja terdahulu dan hanya punya sedikit waktu untuk mengejar ketertarikan di bidang lain. 

Bicara waktu, di tempat kerja yang lama memang sedikit sekali waktu terbuang karena sebagian besar dipakai untuk bekerja. Mungkin ekstrimnya hanya seperenam dari 24 jam dalam sehari sajalah waktu tersisa diluar kantor, itupun hanya untuk beristirahat. Berada disitu terus menerus bisa mengubah saya menjadi robot. Hahaha.

Ya bukan berarti teman-teman saya yang masih bekerja disana itu adalah kumpulan robot ya. Toh selama mereka menikmati, akan selalu terpancar nilai-nilai manusia dalam diri mereka. Itu sih saya-nya aja yang emang gak kuat lagi bekerja disana.

Anyway, mengapa saya bisa seyakin ini? Karena setidaknya saya mengerjakan sesuatu yang saya sukai, dan itu sudah menjadi semacam tambahan nilai seru buat hidup saya yang sederhana ini.

Seperti kata Alvin Toffler, “Society needs people who take care of the elderly and who know how to be compassionate and honest. Society needs people who work in hospitals. Society needs all kinds of skills that are not just cognitive; they’re emotional, they’re affectional. You can’t run the society on data and computers alone.”

Dengan menulis dan mencoba berkarya kini, saya berharap akan menjadi bagian yang dibutuhkan oleh society sesuai teori Toffler itu.

Kisah teman baik saya itu memberi saya inspirasi, bahwa memanfaatkan waktu dan melangkah tanpa keraguan adalah keharusan. Karena waktu tidak akan pernah kembali dan jika kita hanya diam saja, waktu akan tersia-sia. Mari lanjutkan saja langkah kecil ini dan jangan pikirkan bagaimana akhirnya, karena hidup adalah soal proses.