Belom terlalu lama sejak saya menuliskan topik
perselingkuhan, cerita tentang topik sensitif ini kembali menghampiri kehidupan
saya.
Untuk kali kesekian, saya mendengar cerita tentang
perselingkuhan yang dilakukan orang yang saya kenal. Sepertinya sekarang ini perselingkuhan udah bukan hal aneh. Lama-lama, bakal ada seleb media sosial yang ngomong "Ah elo mah overrated banget nanggapin perselingkuhan. Padahal 9 dari 10 orang udah melakukannya!"
Tapi, beginilah ceritanya:
Tapi, beginilah ceritanya:
Cerita pertama datang dari seorang.. katakanlah teman
lama. Dia melakukan perselingkuhan terang-terangan. Terang-terangan? Apakah dia gak suka melakukannya gelap-gelapan? Maksudnya adalah dia sudah dalam tahap cuek. Sudah berani bilang "Kamu mau dipoligami, atau dicerai?" Teman lama ini memang (sebelum menikah) dikenal sebagai playboy.
Tapi, seperti halnya playboy-playboy yang lain, dia punya kata-kata andalan: “Lebih baik bandel sebelum nikah, lalu insaf dan jadi suami setia selepas nikah. Daripada hidup lurus sebelum nikah, lalu bandel setelah nikah.”
Tapi, seperti halnya playboy-playboy yang lain, dia punya kata-kata andalan: “Lebih baik bandel sebelum nikah, lalu insaf dan jadi suami setia selepas nikah. Daripada hidup lurus sebelum nikah, lalu bandel setelah nikah.”
Pernyataan ini amat berbahaya. Tidak lebih dari generalisasi dangkal bahwa pria yang
hidupnya lurus (tidak main perempuan) sebelum menikah, sudah pasti kemungkinan
besar akan berselingkuh setelah mereka menikah. Cara berpikir ini terlalu sederhana, sekaligus melecehkan
para pria berkelakuan 'lurus' (dan pria gak laku-laku).
Sekarang, terbukti kata-katanya itu hanya sampah. Dulu bandel, toh sekarang masih bandel.
Cerita kedua datang dari seorang perempuan paruh baya bersuami yang gagap teknologi alias gaptek. Ia membuat akun Facebook setelah
diajari tutorial sederhana oleh teman-teman searisannya. Untuk orang-orang yang
terlalu naif, Facebook bisa menjadi kotak pandora. Dan benar saja, perempuan
itu asik berselancar di situs temuan Mark Zuckerberg hingga kemudian bertemu
teman-teman lamanya.
Sudah ketebak, di antara teman-teman lama, terdapat mantan
pacar. Terjadilah CLBK (Cerita Lalu Belum Kelar) di antara mereka berdua.
Hubungan ini lalu mengalami eskalasi hingga ke tahap-tahap yang lebih
menyerempet bahaya.
Lalu, cerita ketiga dari teman saya lebih heboh lagi. Katakanlah nama teman saya ini Juki, dan selingkuhannya bernama Rogayah. Rogayah ini memang memiliki kerentanan selingkuh yang tinggi karena suaminya bekerja di luar kota. Jarang pulang. Nah si Juki ini seperti kucing garong yang gak bisa liat ikan asin nganggur dikit di meja makan. Disambarlah ikan asin ini.. eh maksudnya si Rogayah ini. Padahal, Juki juga sudah punya anak dan istri.
Seperti perselingkuhan pada umumnya, Juki dan Rogayah semula tidak menuntut satu sama lain. Mereka melakukannya just for fun. Gayung bersambut. Juki yang bandel ketemu Rogayah yang kesepian.
Tapi lama kelamaan, Rogayah meminta lebih. Karena kebetulan belum punya anak dari suami sahnya, ia lalu minta anak kepada Juki. Ia pengen dihamili oleh Juki. Pusinglah si Juki ini.
Seperti perselingkuhan pada umumnya, Juki dan Rogayah semula tidak menuntut satu sama lain. Mereka melakukannya just for fun. Gayung bersambut. Juki yang bandel ketemu Rogayah yang kesepian.
Tapi lama kelamaan, Rogayah meminta lebih. Karena kebetulan belum punya anak dari suami sahnya, ia lalu minta anak kepada Juki. Ia pengen dihamili oleh Juki. Pusinglah si Juki ini.
Tiga jenis cerita ini menggambarkan betapa naifnya kita. Dengan sedikit saja keleluasaan dan godaan, terjadilah perselingkuhan. Terlalu gampang dan murahan. Tapi sayangnya, mereka beranggapan bahwa cinta itu tidak pernah salah, hanya waktu yang salah. Kasihan banget si waktu, disalahin melulu. Dan mungkin karena alasan ini, sampai tercipta premis ngawur: selingkuh itu indah.
Lha kok waktu yang
disalahin? Jika memang cinta tidak salah, lalu apakah cinta peduli
pada keluarga yang menjadi korban? Sebagai makhluk yang dianugerahi akal sehat, kita memegang kendali, bukan
sebaliknya. Jika kita masih bersikap seperti anak kecil yang keinginannya
selalu ingin dituruti, apalah artinya umur yang bertambah, pangkat yang
meninggi, tabungan yang menggunung dan status sosial yang terhormat?
Tapi, bukan berarti saya adalah orang yang bener.
Saya masih belum berhak mengklaim diri sebagai orang yang bener, padahal belum teruji. Selain tidak punya mantan, saya juga gak punya pesona Don Juan dan uang Paman Gober. Lagian, ngapain sih cari-cari masalah baru dalam hidup. Tanpa begini-ginian, masalah udah banyak. Hidup udah susah, buat apa dibikin tambah susah.
Jadi buat saya, selingkuh itu susah, dan sama sekali tidak indah.