Rabu, 28 Agustus 2013

Cerita Konser Metallica di Jakarta

Review pertama rasanya belum cukup, sekarang pengen review untuk kedua kali. 

Siang (24/8) itu sangat terik, tapi promotor memang memaksa saya untuk mengantre. Bukan antre sembarangan, tapi antre penukaran tiket band metal legendaris, Metallica.

Total 3 jam saya habiskan untuk menunggu antrian sebelum tiket akhirnya digenggam. Menunggu bukan hanya saat itu, tapi besoknya pas hari H saya menunggu lagi. Kali ini menunggu di FX Mall Senayan sedari siang hari hingga pintu dibuka pukul 17.00. Untungnya, kali ini saya ditemani banyak teman dari berbagai lingkungan dan berbagai usia, biasanya saya menonton konser rock atau metal sendirian karena sulit mencari teman bareng yang punya selera sama. Ada dua teman kantor (salah satunya seorang ekspatriat) yang usianya 5 tahun diatas, ada teman nongkrong yang masih kuliah, bahkan ada seorang sepupu. Sebuah acara nongkrong dadakan lintas generasi dan lintas bahasa.

Kami menghitamkan sebuah kedai kopi, plus membisinginya sesekali dengan obrolan-obrolan musik metal. Sesekali penampakan licin wanita-wanita metalhead berumur 30an juga menarik perhatian kami semua yang alhamdulillah laki-laki normal. Nongkrong dadakan ini berhasil mempersatukan orang-orang yang sebelumnya tidak saling kenal. Metallica memang luar biasa.

Satu jam sebelum pintu dibuka, kami sudah beranjak. Perut sudah diisi cukup makanan dan cairan, berjaga-jaga jika konser selesai hingga larut malam (dan memang benar). Kebetulan kami semua menonton di kelas festival. Sesampainya di venue, kami langsung mencari spot favorit. Saya dan empat orang teman akhirnya memilih tempat dekat sound engineer, meski agak jauh dari panggung, namun menurut salah seorang teman disinilah spot paling pas. Tidak terlalu bising, dan masih bisa melihat panggung dengan cukup jelas.

Seringai membuka konser dengan garang. Lima lagu mereka mainkan, dimana saya tidak tahu satupun lagu mereka (maafkan saya) dan menurut saya mereka fantastis. Satu lagu Ace of Spades dari band Motorhead mereka bawakan di akhir performa. Saya sih tidak mendengar celetukan “Turun!” di sekitar saya, tapi seorang teman bercerita jika di dekat tempatnya berdiri, sekelompok orang meneriaki Seringai untuk turun. Ah, sebuah attitude bule-sentris yang menyedihkan.

Memang penampilan Metallica yang ditunggu-tunggu. Saat check sound, suara bass drum terasa hentakannya hingga ke dada, begitu pula suara gitar gahar yang terus dimainkan di nada E mayor, menambah nuansa gelap dan garang. Memang berbeda jauh dengan kualitas sound yang diperuntukkan bagi Seringai.

Konser akhirnya dimulai. Seketika, lagu orkestrasi The Ecstasy of Gold terdengar megah dan big screen memunculkan sebuah klip. Sorak-sorai menggemuruh, lagu perdana Hit The Lights yang kencang digeber Hetfield cs dengan mulus, menjadikan head-banging masal. Belum sempat cooling down, Master of Puppets yang legendaris itu langsung dimainkan. Mosh pit langsung terbentuk dengan sendirinya, bahu bertemu bahu, adrenalin mencapai puncak.

Selanjutnya, beruntun mereka memainkan lagu-lagu dari gabungan album Kill ‘Em All, Ride The Lightning , And Justice For All dan Metallica (Black Album). Suasana menjadi syahdu saat nomor legendaris One dan Nothing Else Matters dibawakan. Tapi, Metallica tidak memberi waktu terlalu lama untuk cooling down, karena kemudian berbagai hits dari album Ride The Lightning dan Kill ‘Em All dibawakan, dengan Creeping Death dan Seek And Destroy sebagai penutup. Secara keseluruhan, Metallica tampil nyaris tanpa cacat. Suara vokal tidak fals, sound gitar dan bass terdengar pas, suara drum juga mantap. Energi yang terpancar dari musisi-musisi yang sudah seusia om kita (50 tahunan) ini sangat besar, mungkin lebih besar daripada anak-anak usia 20 tahunan jaman sekarang.

Saya tidak menghitung dengan pasti berapa lagu yang mereka bawakan. Tapi durasi konser yang nyaris mencapai dua setengah jam lebih sungguh memuaskan dahaga para pecinta musik metal akan sebuah konser metal berkualitas. Hebatnya meski konser ini konser metal dan penontonnya berjumlah diatas 50 ribuan, tapi keamanan sangat terkendali. Bisa dipahami sih, yang menghadiri konser mayoritas sudah cukup berumur dan (no offense) mapan, jadi memang mereka datang dengan tujuan ingin menikmati konser, bukan untuk cari ribut dan mabuk.

Bagi sebagian orang, 20 tahun telah mereka habiskan menanti. Tepat tahun 1993, Metallica yang saat itu sedang jaya-jayanya dengan album Black memang mengguncang Jakarta dalam arti sebenarnya. Konser yang berlangsung di Stadion Lebak Bulus itu berlangsung ricuh karena banyak penonton yang tidak kebagian tiket. Kericuhan itu konon membuat Guns & Roses yang semula telah mengagendakan tur Jakarta membatalkan niat mereka.


5 dari 5 orang yang saya tanyakan pendapatnya tentang konser menjawab kurang lebih sama. Bagi mereka, konser Metallica (25/8) adalah konser terbaik, termegah dan terhebat yang pernah mereka saksikan. Catatan: 3 dari 5 orang teman saya itu bukan penggemar berat Metallica. Bagi saya sendiri, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Saya telah mendengarkan lagu-lagu mereka sejak 15 tahun lalu, dan masih memajang poster mereka di kamar sampai sekarang. Rasanya, uang sebesar 750 ribu rupiah plus pegal-pegal di kaki dan tenggorokan yang gatal sama sekali tidak sia-sia. Metallica gives you heavy!