Jumat, 10 Februari 2012

Never grow up, my friend!

"Main mulu sih kaya anak kecil!" Seru istri saya saat saya lagi asik-asiknya main game di konsol Playstation. Begitu pula saat saya sedang main game Football Manager atau melototin konser metallica di youtube sampai berjam-jam, itu juga bikin istri saya super heran dan geleng-geleng kepala. Saya yakin banyak istri-istri atau pacar-pacar yang komplain hal yang sama soal kebiasaan kami para pria ini.

Saya emang bukan orang yang kebapakan, yang doyan ngopi sambil baca koran, atau pakai baju berkerah dan sandal yongki komaladi layaknya seorang bapak-bapak. Saya lebih suka menyebut diri saya anak kecil udah yang punya istri, uang dan pekerjaan. Apa yang salah dengan menjadi anak kecil? Memiliki jiwa anak kecil menurut saya jauh lebih menyenangkan. Seorang anak kecil adalah sosok polos, jujur, blak-blakan dan punya rasa ingin tahu yang tinggi. Seorang anak kecil juga memiliki impian yang gak muluk-muluk tapi hasrat belajarnya tinggi.

Ada jeleknya juga kalo orang berpikir dirinya udah dewasa, udah bapak-bapak. Karena dengan demikian, orang itu akan memiliki sifat tertutup, tidak mau belajar dan merasa udah puas dengan apa yang dimilikinya. Selama dipandang dan dijalankan secara berimbang, saya yakin jiwa kekanakan akan banyak banget manfaatnya.

Saya adalah orang yang lebih suka didoakan untuk "stay young" atau "stay twenties" daripada "semoga tambah dewasa" saat ulang tahun, tapi sayangnya dari 28 tahun saya ngerasain ultah, gak pernah ada ucapan dan doa semacam itu. Umur itu cuma angka, dan jika kita memiliki cara pandang demikian, saya yakin kita akan terus menjadi pribadi yang lebih produktif dan tentunya lebih bahagia, karena rasa penasaran, jiwa yang bebas dan rasa tidak cepat puas itu.

Eric Cantona pernah bilang "Never grow up, my friend!" dalam iklan komersialnya. Dia mengucapkan kata-kata itu bukan tanpa arti. Dengan memiliki jiwa anak-anak, kita akan bebas berekspresi dan berkreasi tanpa rasa takut atau malu. Tapi bagaimanapun, semua itu memang pilihan.

Memang umur cuma angka, tapi kita gak bisa menghindari yang namanya penuaan. Sayapun merasakan betul faktor "u" ini di lapangan futsal saat apa yang ada di pikiran sudah tidak sinkron dengan gerakan kaki dan badan. Saya juga merasakannya saat duduk bersila di khotbah jumat, kaki rasanya banyak semutnya. Dan baru-baru ini, seorang teman yang membawa alat timbangan kesehatan mampu membuat galau orang sekantor. Kadar lemak tinggi, kadar air rendah, dan usia sel yang lebih tua daripada usia biologis adalah hasil yang umumnya didapat oleh teman-teman seprofesi pekerja kantoran setelah mencoba alat ini. Tua sebelum waktunya. Yah gimana gak cepet tua kalo sering pulang pagi selama bertahun-tahun.

Lalu jika sel-sel kita sudah tua sebelum waktunya, apakah kita juga tega membiarkan jiwa kita juga tua sebelum waktunya? Sekali lagi, itu pilihan.