Rabu, 02 Agustus 2017

Di Indonesia, Kita Tidak Boleh Kehilangan

Andibachtiar Yusuf, atau dikenal dengan nama panggilan Ucup, seorang sutradara film dan penggemar fanatik sepak bola, baru saja merampungkan bukunya yang berjudul Menjadi Indonesia. Tanpa bermaksud jadi spoiler, salah satu dari kumpulan esai pendek itu berisi tentang pengalamannya membandingkan penanganan kehilangan barang antara di Indonesia dengan negara-negara yang lebih maju dan teratur seperti Jepang.

Ucup menceritakan bahwa jika kita kehilangan barang saat berada di negara Jepang, maka kita tidak perlu khawatir karena kemungkinan besar bahwa barang kita itu akan kembali secara utuh. Saya juga pernah mendengar cerita dari teman yang lain yang juga pernah mengunjungi negeri Matahari Terbit itu. Ia pernah melihat sebuah ponsel yang tergeletak begitu saja di pinggir jalan tanpa ada seorangpun yang berani menyentuhnya. Jangankan ngambil, megang aja enggak! Lalu menurut informasi yang dia dapat dari orang-orang, ponsel berjenis iphone itu nantinya akan diambil kembali oleh pemiliknya, karena ia akan mudah saja melacak melalui aplikasi pelacak ponsel hilang. Selain itu, CCTV juga ada di mana-mana, dan jika Anda nekat mengambil iphone itu, maka siap-siap saja diciduk polisi. 

Meski demikian, orang-orang Jepang ini tentu saja sudah tahu bahwa mengambil yang bukan haknya adalah kejahatan. Dan tanpa adanya ancaman penangkapan, mereka sudah tahu kalau iphone itu bukanlah miliknya, jadi mereka tidak akan mengambil. Itulah keteraturan, dan begitulah ciri sebuah negara yang beradab.

Tentu sulit membandingkan negara-negara maju itu dengan Indonesia. Malah bisa jadi sepuluh jilid buku sendiri untuk itu. Tapi ya memang benar, di sini tuh memang harus ekstra waspada. Semenit saya barang kita tinggal tanpa pengawasan, maka sudah berpindah tangan secepat kilat. Saya sendiri sering mendengar cerita tentang hilangnya ponsel teman saya akibat dia kelupaan meninggalkannya di toilet kantor. Padahal, toiletnya ada di kantor, bukan di tempat umum.

Sementara saya juga pernah mendapatkan pengalaman yang tidak kalah ngenes. Ketika sedang terburu-buru, saya melupakan ponsel yang saya tinggal di atas mesin ATM di sebuah minimarket modern di Depok, dekat dengan rumah saya. Sepuluh menit setelah saya menyadari, ponsel itu sudah raib, dan ketika saya lacak melalui aplikasi, ponsel telah berpindah 10 km ke arah Ragunan! Hebatnya lagi, mas-mas petugas minimarket yang saya minta tolong untuk mengakses CCTV, kerjanya sungguh lambat luar biasa. Dia meminta izin kepada saya untuk mengecek komputer CCTV dari dalam kantor, lalu kembali ke saya 30 menit kemudian hanya untuk mengabarkan bahwa ia tidak bisa memutar balik (rewind) CCTV karena ia lupa password! Kompetensi dan komitmen mas-mas ini betul-betul tiada banding! Benar-benar layak dihadiahi penghargaan sebagai karyawan teladan seumur hidup, dan benar-benar layak tampil di TV nasional untuk menerima hadiah sepeda dari bapak presiden!

Sebetulnya dia menawarkan bantuan lain, yaitu mengakses lewat CCTV yang ada di mesin ATM, tapi dia langsung membeberkan berbagai keruwetan khas birokrasi, yang mana saya harus mengisi Berita Acara ini-itu, melapor kepada si itu dan si anu. Apa saja ia katakan untuk membuat saya mengurungkan niat. Hebat betul, kan?

Ya, saya memang akhirnya mengurungkan niat, dan si mas-mas itu akan melanjutkan hidup dengan membawa serta keteladanannya dalam bekerja, sambil mengunyahi produk mecin, menenggak multivitamin berkarbonasi satu pak sehari, dan memberi komentar cerdas pada artikel politik di Facebook. 

Selain karena ponsel yang hilang itu bukan jenis iphone yang mahalnya naudzubillah, saya juga telah memblok data-data ponsel saya, termasuk melakukan reset password semua akun media sosial yang saya punya. Tidak lupa, saya pun mengikhlaskan kehilangan ini sembari berharap si maling mendapatkan hidayah karena bela-belain segitunya ngambil ponsel yang harganya sungguh tidak seberapa!

Tapi tetap saja, ini menunjukkan sisi bobrok kelakuan rakyat yang suka maling dan gak jujur, karyawan toko yang gak kompeten dan gak mau susah, dan segala perangkat keamanan yang hanya jadi pajangan.

Setelah membaca buku Ucup dan membandingkannya dengan situasi sehari-hari, rasanya memang benar bahwa Menjadi Indonesia bukanlah hal yang gampang. Kita harus waspada pada barang milik sendiri, karena kalau sudah ketinggalan, agak sulit rasanya berharap ada orang berhati budiman yang sukarela mengembalikannya kepada kita. Saya malah pernah dengar cerita teman saya yang kehilangan STNK motor, lalu si penemu STNK mendatangi rumahnya untuk mengembalikan, tetapi terus terang meminta imbalan dengan jumlah besar. "Yah, masih lebih murah kan mas, daripada ngurus STNK baru di Samsat?" Betul-betul potret manusia yang memiliki sifat tulus, ikhlas, ridho, berjiwa perwira yang layak dilestarikan serta namanya diabadikan sebagai nama kantor Samsat. 

Jangan pula berharap banyak pada sistem yang ada, karena biasanya cuma pajangan doang.  

Saya tidak bilang tidak ada orang seperti itu di Indonesia ya, tidak maksud melakukan generalisasi. Hanya saja sangat jarang.