Saya udah sering ketemu teman dari sesama Gen-Y yang udah
gak main media sosial Twitter. Kebanyakan dari mereka sekarang ini lebih sering
berekspresi di Path, Instagram, atau malah balik lagi ke Facebook. Saya gak
nanya alasannya kenapa sih, tapi kalo yang Saya duga, kebutuhan berekspresinya
aja yang udah berubah.
Di Path, walaupun sekarang udah ada iklannya, kita bisa
memposting aktivitas kita bahkan ke hal-hal paling remeh seperti tidur jam
berapa, juga mempercantik status dengan #pathdaily. Jumlah teman yang dibatasi
membuat Path terasa lebih personal, lalu konten-konten yang ada di dalamnya
lebih ringan, dan sepertinya inilah yang menjadi nilai lebih yang dicari-cari.
Instagram, yang kini hanya kalah jumlah penggunanya dari Facebook
dan Youtube sebagai platform social networking, juga menawarkan hal
lain kepada para Gen-Y. Berjamurnya akun-akun produk begitu memanjakan para
Gen-Y yang sedang tinggi hasrat berbelanjanya.
Lalu bagaimana dengan Twitter? Siapa yang bisa tergelak dan
tergerak dengan barisan kata-kata yang hanya terdiri dari 140 karakter? Hanya
berbentuk tulisan pula, tidak pakai meme lucu. Mengunggah gambar dan video juga
dirasa kurang asik di Twitter, karena ya Twitter itu terlalu massal. Kecuali
jika kita gembok akun Twitter supaya hanya di-follow oleh orang-orang yang kita mau, follower di akun kita itu bermacam-macam orang, dan saya rasa sih
follower Anda gak akan tertarik juga melihat foto selfie yang sedang makan
bakso kuah saat hujan turun. Alasan kita mem-follow seseorang atau sebuah admin di Twitter, menurut saya lebih
karena kebutuhan akan informasi, bukan kepengen tahu kisah personal.
Dilihat dari tampilan, Twitter juga sangat old fashioned. Fungsi Twitter yang
paling hebat paling dibuatkan chirpstory,
tentu membatasi tendensi para netizen budiman yang senang berkomentar atas
segala sesuatu, walaupun yang bukan pada bidang keahliannya.
Tentang banyaknya yang kembali ke Facebook, Saya sih melihat
alasannya karena di platform ini, para netizen Gen-Y bisa dengan leluasa
membagikan apa saja di wall teman-temannya, terutama pandangan politiknya.
Dengan mantra “Feel free to unfriend/unfollow kalo gak nyaman”, dan dengan
motto “pilihan saya paling benar dan yang lain salah”, para netizen garis keras
yang juga membela suatu golongan dengan militan ini merasa enak-enak saja untuk
mem-posting konten yang mengamini
pemikiran mereka.