Beberapa waktu lalu, saya membaca
postingan galau seorang teman di sebuah media sosial. Saya lupa kata-katanya,
intinya sih ia merasa kesal dan sedih karena tidak dianggap sebagai inner circle oleh temannya.
Apa sih inner circle itu sehingga seseorang bisa gusar jika tidak
dimasukkan ke dalamnya? Kalau menurut definisi yang saya baca lewat googling, inner circle adalah “a small, intimate, and often
influential group of people.” Ada juga yang mendefinisikan
sebagai “a clique
or a group of people or who share a common interest, aim or purpose.”
Dari dua definisi
tadi, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk menjadi sebuah inner circle. Pertama, adanya kumpulan
orang. Selanjutanya, kumpulan tersebut hanya berisi kelompok kecil, berhubungan
dekat, memiliki kesamaan tujuan dan ketertarikan. Berbeda dengan organisasi
atau perkumpulan, inner circle jauh
lebih informal dan santai. Tidak memiliki target yang ingin dicapai, tapi hanya
ingin berkumpul saja. Atau jika tidak bisa berkumpul, setidaknya berbicara
secara virtual pun bisa. Lebih santai tapi lebih akrab.
Saya sudah sering
menuliskannya, dan tidak pernah bosan saya bilang kalau semakin kita dewasa,
maka alokasi waktu untuk berkumpul bersama teman akan semakin berkurang, dan
untuk itu kita akan selektif untuk mengalokasikan waktu yang sedikit itu untuk
dihabiskan bersama orang-orang yang kita inginkan saja. Begitulah penerapan inner circle dalam lingkup pribadi.
Saya sendiri
tidak terlalu mementingkan inner circle
saya, karena saya tidak punya lagi geng pertemanan yang benar-benar dekat dan begitu
sering menghabiskan waktu bersama. Yang kini saya lakukan adalah membentuk circle pertemanan saya sendiri, yang
terdiri dari lingkaran terdekat yang berisi sedikit orang saja, hingga
lingkaran terjauh yang berisi semakin banyak orang. Tanpa harus menyebut nama,
beginilah lingkaran pertemanan saya:
Lingkaran Pertama
– Best Friends
Istimewa. Berisi orang-orang
yang satu pemikiran, satu visi, dan banyak kesamaan hobi dan ketertarikan,
terlepas dari pencapaian dan kemampuan ekonomi kami. Ngobrol sama mereka gak ada habisnya. Orang-orang ini juga mampu
mengerti becandaan saya, tahu baik-jeleknya saya, ngerti history saya dan mereka menerimanya dengan baik. Dan mereka gak judging! Setidaknya saya punya
tiga orang di lingkaran ini, dan kami masih sering ketemu dan ngobrol tanpa
harus merasa terganggu. Untuk lingkaran ini, sibuk hanyalah mitos. Saya akan
menyediakan waktu untuk bertemu mereka.
Lingkaran Kedua –
Good Friends
Dengan
orang-orang ini, saya menyimpan respek, begitu pula sebaliknya, walau tanpa
harus diungkapkan berlebihan. Orang-orang ini juga memiliki kesan baik secara
keseluruhan, walaupun tidak selalu satu visi, kadang berbeda selera musik dan tempat berlibur favorit, juga berbeda cara hidup secara umum.
Setidaknya
saya punya 10an orang di sini. Saya mengingat hari-hari spesial mereka, mengucap doa
tulus untuk mereka, dan tidak menolak kalo mereka ajak makan-makan.
Lingkaran Ketiga –
Allies
Lingkaran ini
berisi rekan-rekan seprofesi atau satu hobi yang baik. Bisa juga isinya kenalan-kenalan
random yang bertahan cukup lama karena kesan yang baik. Mereka lebih dari
sekadar rekan kerja, dan kadang-kadang menghabiskan waktu bersama di luar pekerjaan. Tidak jarang
mengalami cekcok, tapi biasanya dapat diselesaikan dengan elegan, walaupun
dengan agree to disagree. Biasanya berkumpul
dalam rangka seremonial, dan setidaknya mereka ini akan saya sapa dalam
hari-hari besar keagamaan.
Lingkaran Keempat
– Colleagues
Agak formil, atau profesional. Masih
berada dalam lingkaran selama masih saling membutuhkan. Biasanya berisi rekan
kerja yang baik dan asik, atau tetangga yang ramah dan suka membantu. Saya
memegang prinsip don’t shit where you eat
terhadap mereka. Selama masih saling respek dan tidak ada masalah besar dalam pekerjaan, maka semua akan
baik-baik saja.
Lingkaran Kelima –
Good People
Orang-orang
seperti ini bukanlah teman baik saya, tapi ada hal baik yang bisa saya contoh
dari mereka. Berisi orang-orang yang pernah mengerjakan proyek singkat atau
kegiatan bersama. Misalnya teman
satu komunitas, atau mentor dalam pekerjaan.
Lingkaran Keenam –
Derailed
Orang-orang ini
pernah jadi teman baik saya, tapi waktu kemudian membuat kami lupa satu sama
lain. Atau misalnya karena pernah ada hal gak enak yang membuat hubungan
merenggang. Dan semakin merenggang.
Contoh:
Misalnya, dulu
pernah temenan, tapi misalnya pacarnya salah paham sampai marah-marah. Jadi males
dong gue. Not worth fighting for.
Misalnya lagi
nih, dulu pernah temenan baik, tapi karena dia pernah gak ngebalikin barang
yang dia pinjem, atau ngebalikin tapi udah jadi rusak dan dia gak tanggung
jawab, nah ini yang gue males.
Lingkaran Ketujuh
– Cuma Kenal Aja
Pernah satu sekolah, pernah satu kantor, pernah satu kuliah, jadi teman di media sosial tapi dari dulu tidak
pernah bener-bener dekat. Jika melihat profil mereka, hanya untuk kepo. Jika bertemu di
jalan, mungkin akan mengobrol basa-basi saja. Atau mereka yang hanya menghubungi
kalau ada perlunya doang.
Contoh
pembicaraan: Cuaca cerah ya? Jalanan macet ya? Kereta penuh ya? BBM mahal ya?
Pemerintah kok begini ya? Barcelona menang terus ya? Pertanyaan yang gak perlu dipikirin serius jawabannya.
Lingkaran
Selanjutnya – Gak Usah Kenal
Yang pernah ngutang
tapi gak bayar, yang pernah nipu mentah-mentah, yang pernah nyolong, yang
pernah menghina, yang pernah nyakitin dengan omongan dan perbuatan, yang seringnya manfaatin
doang, yang bener-bener beda visi.