Selasa, 26 Januari 2016

My Circle



Beberapa waktu lalu, saya membaca postingan galau seorang teman di sebuah media sosial. Saya lupa kata-katanya, intinya sih ia merasa kesal dan sedih karena tidak dianggap sebagai inner circle oleh temannya.

Apa sih inner circle itu sehingga seseorang bisa gusar jika tidak dimasukkan ke dalamnya? Kalau menurut definisi yang saya baca lewat googling, inner circle adalah “a small, intimate, and often influential group of people.” Ada juga yang mendefinisikan sebagai “a clique or a group of people or who share a common interest, aim or purpose.”

Dari dua definisi tadi, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk menjadi sebuah inner circle. Pertama, adanya kumpulan orang. Selanjutanya, kumpulan tersebut hanya berisi kelompok kecil, berhubungan dekat, memiliki kesamaan tujuan dan ketertarikan. Berbeda dengan organisasi atau perkumpulan, inner circle jauh lebih informal dan santai. Tidak memiliki target yang ingin dicapai, tapi hanya ingin berkumpul saja. Atau jika tidak bisa berkumpul, setidaknya berbicara secara virtual pun bisa. Lebih santai tapi lebih akrab.

Saya sudah sering menuliskannya, dan tidak pernah bosan saya bilang kalau semakin kita dewasa, maka alokasi waktu untuk berkumpul bersama teman akan semakin berkurang, dan untuk itu kita akan selektif untuk mengalokasikan waktu yang sedikit itu untuk dihabiskan bersama orang-orang yang kita inginkan saja. Begitulah penerapan inner circle dalam lingkup pribadi.

Saya sendiri tidak terlalu mementingkan inner circle saya, karena saya tidak punya lagi geng pertemanan yang benar-benar dekat dan begitu sering menghabiskan waktu bersama. Yang kini saya lakukan adalah membentuk circle pertemanan saya sendiri, yang terdiri dari lingkaran terdekat yang berisi sedikit orang saja, hingga lingkaran terjauh yang berisi semakin banyak orang. Tanpa harus menyebut nama, beginilah lingkaran pertemanan saya:

Lingkaran Pertama – Best Friends

Istimewa. Berisi orang-orang yang satu pemikiran, satu visi, dan banyak kesamaan hobi dan ketertarikan, terlepas dari pencapaian dan kemampuan ekonomi kami. Ngobrol sama mereka gak ada habisnya. Orang-orang ini juga mampu mengerti becandaan saya, tahu baik-jeleknya saya, ngerti history saya dan mereka menerimanya dengan baik. Dan mereka gak judging! Setidaknya saya punya tiga orang di lingkaran ini, dan kami masih sering ketemu dan ngobrol tanpa harus merasa terganggu. Untuk lingkaran ini, sibuk hanyalah mitos. Saya akan menyediakan waktu untuk bertemu mereka.

Lingkaran Kedua – Good Friends

Dengan orang-orang ini, saya menyimpan respek, begitu pula sebaliknya, walau tanpa harus diungkapkan berlebihan. Orang-orang ini juga memiliki kesan baik secara keseluruhan, walaupun tidak selalu satu visi, kadang berbeda selera musik dan tempat berlibur favorit, juga berbeda cara hidup secara umum. Setidaknya saya punya 10an orang di sini. Saya mengingat hari-hari spesial mereka, mengucap doa tulus untuk mereka, dan tidak menolak kalo mereka ajak makan-makan.

Lingkaran Ketiga – Allies

Lingkaran ini berisi rekan-rekan seprofesi atau satu hobi yang baik. Bisa juga isinya kenalan-kenalan random yang bertahan cukup lama karena kesan yang baik. Mereka lebih dari sekadar rekan kerja, dan kadang-kadang menghabiskan waktu bersama di luar pekerjaan. Tidak jarang mengalami cekcok, tapi biasanya dapat diselesaikan dengan elegan, walaupun dengan agree to disagree. Biasanya berkumpul dalam rangka seremonial, dan setidaknya mereka ini akan saya sapa dalam hari-hari besar keagamaan.

Lingkaran Keempat – Colleagues

Agak formil, atau profesional. Masih berada dalam lingkaran selama masih saling membutuhkan. Biasanya berisi rekan kerja yang baik dan asik, atau tetangga yang ramah dan suka membantu. Saya memegang prinsip don’t shit where you eat terhadap mereka. Selama masih saling respek dan tidak ada masalah besar dalam pekerjaan, maka semua akan baik-baik saja. 

Lingkaran Kelima – Good People

Orang-orang seperti ini bukanlah teman baik saya, tapi ada hal baik yang bisa saya contoh dari mereka. Berisi orang-orang yang pernah mengerjakan proyek singkat atau kegiatan bersama. Misalnya teman satu komunitas, atau mentor dalam pekerjaan.

Lingkaran Keenam – Derailed

Orang-orang ini pernah jadi teman baik saya, tapi waktu kemudian membuat kami lupa satu sama lain. Atau misalnya karena pernah ada hal gak enak yang membuat hubungan merenggang. Dan semakin merenggang. 

Contoh:
Misalnya, dulu pernah temenan, tapi misalnya pacarnya salah paham sampai marah-marah. Jadi males dong gue. Not worth fighting for.

Misalnya lagi nih, dulu pernah temenan baik, tapi karena dia pernah gak ngebalikin barang yang dia pinjem, atau ngebalikin tapi udah jadi rusak dan dia gak tanggung jawab, nah ini yang gue males.

Lingkaran Ketujuh – Cuma Kenal Aja

Pernah satu sekolah, pernah satu kantor, pernah satu kuliah, jadi teman di media sosial tapi dari dulu tidak pernah bener-bener dekat. Jika melihat profil mereka, hanya untuk kepo. Jika bertemu di jalan, mungkin akan mengobrol basa-basi saja. Atau mereka yang hanya menghubungi kalau ada perlunya doang.

Contoh pembicaraan: Cuaca cerah ya? Jalanan macet ya? Kereta penuh ya? BBM mahal ya? Pemerintah kok begini ya? Barcelona menang terus ya? Pertanyaan yang gak perlu dipikirin serius jawabannya.

Lingkaran Selanjutnya – Gak Usah Kenal

Yang pernah ngutang tapi gak bayar, yang pernah nipu mentah-mentah, yang pernah nyolong, yang pernah menghina, yang pernah nyakitin dengan omongan dan perbuatan, yang seringnya manfaatin doang, yang bener-bener beda visi.