Saya bukanlah seorang ahli
keuangan. Di samping tidak mengambil jurusan keuangan ketika kuliah, saya juga
tidak bekerja sebagai pengelola keuangan perusahaan, ataupun konsultan
keuangan. Kedangkalan ilmu yang saya miliki inilah yang membuat saya sering terperosok
dalam ‘jebakan finansial’.
Jebakan finansial berupa apa? Ya misalnya
duit sudah habis sebelum gajian, gak punya dana darurat saat kepepet, gak
punya aset dan gak punya investasi. Boro-boro mikirin hari tua, buat memenuhi kebutuhan sehari-hari aja udah ngos-ngosan. Buat orang kota yang selalu berkejaran
dengan inflasi, apalagi buat para kelas menengah yang sulit menurunkan gaya
hidup, hal ini tentu saja bencana.
Anda tidak perlu mengkhawatirkan
kondisi finansial jika: 1) Anda anak pengusaha kaya yang warisan perusahaannya
gak bakal habis tujuh turunan. 2) Anda seorang aktor atau aktris terkenal,
penulis laris atau musisi kenamaan yang punya banyak passive income. 3) Anda
seorang atlit berprestasi yang kaya raya dan masa pensiunnya sudah dijamin
pemerintah. 4) Di bawah rumah Anda terdapat harta karun yang telah terkubur 1000 tahun bernilai triliunan rupiah.
Jika Anda tidak termasuk dalam
golongan-golongan di atas, maka kita senasib. Hehehe. Ya, berhubung kita
senasib, saya sekadar ingin berbagi cara agar kita bisa bertahan menghadapi
badai finansial.
Tambah Sumber Pendapatan
Kebanyakan dari keluarga jaman
sekarang punya dua sumber penghasilan, yaitu dari si ayah dan si ibu yang
bekerja sebagai karyawan. Penghasilan dari bekerja sebagai karyawan disebut employment income. Saya tidak ingin memasalahkan ibu yang boleh
bekerja atau tidak, tapi di sini kita bisa lihat bahwa mereka melakukan itu
demi mendapat tambahan ‘sumur’ penghasilan. Hal ini memang penting karena jaman
sekarang banyak ancaman PHK, di mana kalau satu sumber ditutup, maka kita masih
bisa mengandalkan sumber yang lainnya.
Tapi sebenarnya sumber
penghasilan tidak hanya dari employment
income. Jika mau berpikir lebih kreatif dan gak gengsian, kita bisa membuka
sumber penghasilan lain, misalnya dengan berdagang. Orang Indonesia termasuk
konsumtif, jadi jangan khawatir dagangan gak laku. Tinggal pilih aja yang
bener dan bikin program promosi yang tepat.
Selain berdagang, bisa juga kita
menyediakan jasa. Jasa apa aja asalkan halal. Bisa jasa penitipan anak, membuka
bimbel di rumah, menjadi penulis lepas, komentator, pesepak bola tarkaman, konsultan
cabutan, atau apa saja. Orang-orang Indonesia tuh males-males. Mau beli makanan di gedung sebelah aja nyuruh orang, mau beli sayur di supermarket aja nyuruh orang. Ini peluang!
Lakukan Investasi
Jaman sekarang, banyak bener
pilihan investasi yang berseliweran. Ada yang risiko tinggi, ada pula yang
rendah. Pakai ilmu yang udah kita dapat untuk memilih jenis investasi yang
sesuai dengan kantong kita. Kalau belum ada ilmunya, ya belajar. Hati-hati pula
dengan investasi bodong, investasi penipuan atau investasi-investasi gak jelas.
Gimana caranya supaya gak ketipu?
Pilih investasi yang jelas dan resmi, yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), juga yang sudah punya reputasi bagus dan jelas aturan mainnya, jelas sumber pendanaannya. Lagi-lagi, saya gak mau mendebatkan masalah haram dan halal di sini. Jangan
percaya sama investasi-investasi yang terlihat too good to be true, yang bisa menghasilkan puluhan kali lipat dari dana awal yang kita investasikan. Jangan percaya walaupun jika yang menawarkannya adalah teman
atau saudara sendiri. Jaman sekarang penipu gak mandang teman atau saudara.
Asuransi
Ini bukan iklan, dan saya juga bukan agen asuransi. Tapi yang pasti, kita gak pernah tahu umur kita, atau bagaimana kondisi kesehatan kita di masa mendatang. Saat lagi produktif, selalu sisihkan buat ikut asuransi. Yang produk apa? Terserah. Baca sendiri. Cari tau sendiri.
Asuransi
Ini bukan iklan, dan saya juga bukan agen asuransi. Tapi yang pasti, kita gak pernah tahu umur kita, atau bagaimana kondisi kesehatan kita di masa mendatang. Saat lagi produktif, selalu sisihkan buat ikut asuransi. Yang produk apa? Terserah. Baca sendiri. Cari tau sendiri.
Dana Darurat
Gaji kita biasanya hanya cukup
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin. Buat makan, transport, cicilan,
sekolah anak, peralatan rumah tangga, perlengkapan anak, dan biaya sosial.
Tapi jangan lupa kalo kita juga
punya mobil atau motor. Yang namanya mobil atau motor bukan cuma butuh diservis
berkala, tapi juga bisa aja rusak parah. Ban perlu diganti, spare part perlu diganti. Hal yang sama juga
berlaku buat barang-barang elektronik yang kita punya. AC, TV, komputer, mesin
cuci, gadget juga ada umurnya. Gimana kalo tiba-tiba ngadat? Masih mending kalo cuma
ngadat.. Gimana kalo rusak?
Pertanyaan berikutnya, berapa
jumlah dana darurat yang dibutuhkan? Wah kalo soal ini banyak versi yang pernah
saya baca. Ada yang bilang setidaknya enam kali pengeluaran bulanan, dengan
asumsi kalau sewaktu-waktu kita jadi korban PHK (amit-amit), maka kita dapat
bertahan tidak hanya dari uang pesangon, tapi dana ini akan berfungsi sebagai penyambung hidup sembari mencari
pekerjaan baru.
Ada pula yang bilang setidaknya
sepuluh kali atau dua belas kali pengeluaran bulanan. Dengan asumsi, sumber employment income hanya satu. Mau berapa
pun jumlahnya, tergantung dari kenyamanan masing-masing orang.
Hidup Sederhana
Terkait hal ini, ada kata-kata
bijak yang RT-able: Rejeki dari Allah pasti cukup untuk hidup, tapi tidak akan
cukup untuk gaya hidup.
Ngomong sih gampang, tapi
praktiknya?
Pertama kita bikin rekapitulasi
berapa biaya bulanan yang kita keluarkan, lalu kita breakdown berdasarkan kelompok: cicilan, sekolah anak, makanan buat
di rumah, makan buat di kantor, transport ke kantor, perlengkapan rumah tangga,
perlengkapan anak, dan juga biaya sosial.
Kalo cicilan kan gak bisa
diganggu gugat, gak ada cara lain selain cepet dilunasin. Begitu pula sekolah
anak. Di luar itu, rasanya bisa disiasati, apalagi biaya sosial. Kalau
memang kita pengen ngirit sebulan, ya mau gak mau kita harus tegas menolak
ajakan nongkrong dari teman selama sebulan itu. Atau biaya makan di kantor
misalnya, bisa disiasati dengan membawa makanan dari rumah. Selain lebih hemat,
juga lebih sehat.
Kurangi juga ngemil, karena
selain gak sehat buat jantung, juga gak sehat buat kantong. Gak berasa kan kita
beli minuman botolan sehari dua botol, belum lagi ngerokok dan ngopi. Berapa yang
bisa dihemat jika kita bisa ngerem pengeluaran-pengeluaran ini?
Jangan Pelit
Saya pernah dengar ungkapan dari
seorang teman: “Jangan mau hidup bersama orang pelit. Berapapun yang elo punya,
gak bakal bisa menikmati.”
Atau ada pula ekspresi seperti “Orang
pelit, kuburan sempit.”
Ya, begitulah pandangan umum
tentang orang-orang pelit.
Tadi disuruh hidup sederhana,
tapi abis itu bilang jangan pelit.
Sederhana itu beda tipis dengan
pelit, man. Sederhana itu bisa membedakan mana keinginan mana kebutuhan, tapi kalo
pelit cenderung destruktif atau malah bisa menghambat rejeki orang lain. Yang wajib
dikeluarkan, seperti pajak, memang gak bisa dihindari. Apalagi zakat, jangan
coba-coba gak bayar deh.
Jangan juga salah fokus; kita gak
sayang beli smartphone seharga 7 juta, tapi berat banget ngeluarin uang
sejumlah sama untuk ganti kulkas dan mesin cuci yang rusak. Kita juga pelit
beliin mainan buat anak, padahal kita sendiri buat nongkrong di café mahal gak
sayang :)
Kita juga wajib ngasih ke orang
tua, selama mereka masih ada. Lalu kepada tetangga dekat yang membutuhkan, lalu
kepada saudara dan kerabat. Jika ingin kredibel, bisa juga kita salurkan melalui
yayasan resmi yang sudah jelas amanah.
Jangan pelit juga untuk ngeluarin
duit pergaulan. Memang perlu dibatasi jangan sampai kebobolan, tapi kalo sampai
bikin kita jadi gak mau ketemu teman sama sekali pun tidak baik. Gimanapun,
teman akan banyak menolong.
Berdoa
Last but not least, berdoa :)