Senin, 24 September 2012

The Expatriates


“Saya dibawa berputar oleh taksi selama lima jam, dari bandara kesini.” Ujar salah seorang teman saya yang seorang mahasiswa dari sebuah negara Asia dengan bahasa Indonesia yang lumayan lancar. Dia sedang melaksanakan program perkuliahan di Indonesia dalam rangka memenuhi syarat kelulusan.

Dia lalu menceritakan pengalaman lainnya saat dia bersama teman-teman satu bangsanya hendak pergi ke pulau seribu. Ongkos yang normalnya 300 ribu per orang tiba-tiba membengkak menjadi 3 juta rupiah karena orang-orang disana memanfaatkan ketidaktahuan para pelajar asing itu.

Gak usah orang asing. Coba kalau kita yang orang Jakarta pergi ke daerah pantai Anyer dan sekitarnya, lalu memarkir mobil sebentar di pinggir pantai, pasti preman disana langsung "menggetok" tarif parkir secara gila-gilaan. Teman saya pernah hampir berantem gara-gara “dipalak” dua puluh lima ribu rupiah untuk membayar parkir.

Begitulah sikap asli bangsa kita, gak usah malu-malu lagi. Kata siapa bangsa kita itu bangsa yang ramah dan sopan? Semua itu hanya ada di buku pelajaran, bukan di kenyataan.
Kembali kepada orang asing tadi, saya merasa simpati kepada mereka. Mereka berjuang melintasi batas negara, meninggalkan kamar nyaman penuh fasilitas mereka, meninggalkan orang tua mereka untuk pergi ke negeri orang. Mereka menghadapi hambatan bahasa, makanan, cuaca, dan budaya disini. Alangkah kasihan jika mereka ditambah penderitaannya dengan sikap-sikap banci jago kandang seperti diatas.

Kita yang bekerja di bagian payroll yang menghitung gaji karyawan pasti iri saat menengok berapa gaji para ekspatriat yang bekerja di negeri kita. Namun itulah yang mereka dapat atas segala perjuangan yang mereka tempuh. Jika kita melihat lebih luas, sikap-sikap seperti inilah yang membuat bangsa itu maju, saat orang-orangnya berani menjelajah dunia demi mencari ilmu dan rezeki. Mental seperti itulah yang membuat bangsa lain menguasai perekonomian dan perdagangan dunia.

Lalu, bagaimana dengan bangsa kita? Yah lihat saja sendiri.