Jumat, 13 Mei 2016

Penakluk Panggung

Jika sedang menjelang hari besar, misalnya ujian, rapat penting atau bertemu orang penting, biasanya saya merasa gugup. Yaa saya rasa orang lain pun demikian, namun memang cara menunjukkannya yang berbeda-beda. Kalau saya, biasanya jadi kurang enak makan dan tidur. Makanan enak pun rasanya jadi biasa saja, dan durasi tidur jadi berkurang.

Kemarin, semestinya saya gugup. Kenapa? Karena saya harus manggung untuk mengisi acara kantor. Bukan sembarang acara kantor, karena kalau dalam ukuran saya sih, acaranya cukup megah. Seluruh duta dari produk, yang tentu saja para artis, diundang untuk menghadiri acara. Lalu apa hubungannya dengan acara manggung saya? Ternyata, mereka menjadi juri yang akan menilai penampilan kami di panggung.

Beberapa jam sebelum tampil, ternyata saya tidak merasakan kegugupan yang keterlaluan. Saya seperti sudah biasa saja, mungkin pengaruh umur. Masak sih sudah di usia ini masih demam panggung seperti anak SMA yang baru kali pertama manggung di pentas seni? 

Tapi, ternyata rasa gugup itu muncul ketika nama grup kami dipanggil ke atas panggung. Ketika kaki melangkah ke bibir panggung dan melihat ke arah penonton, tiba-tiba panggung besar ini seperti berubah menjadi atap gedung yang tinggi. Penonton yang mungkin jumlahnya hanya ratusan, tapi kelihatannya ribuan. Apalagi, tiga orang aktris ibukota kemudian memandangi kami satu persatu seperti juri di acara kontes bakat televisi nasional.

Saya juga tidak memegang instrumen yang menjadi kebisaan saya yaitu drum. Lagi-lagi dalam grup, saya mengalah dan memegang gitar. Padahal, jari-jari tangan sudah kaku, selain itu, saya juga tidak pernah jago bermain gitar.

The show must go on. Saya pun memasang perangkat gitar dan efeknya, lalu menghubungkannya ke peralatan amplifier besar. Terdengar suara nyaring perangkat enam senar yang saya genjreng halus, dan spontan membuat penonton menengok ke arah saya. 

Ternyata pertunjukan berjalan lancar, kecuali suara senar satu saya yang ternyata fals. Saya kepedean sampai lupa menyetemnya. Ah untung saja suaranya tertutup kerasnya gebukan drum. Tanpa terasa, kami pun selesai, lalu turun menuju backstage. Kami pun saling bersalaman, lalu kemudian para bos datang ke backstage, juga untuk memberi selamat.

Tanpa saya sadar, keringat bercucuran. Kaos saya basah keringat, dan mulut saya luar biasa keringnya. Air mineral pun langsung saya tenggak sebotol penuh untuk mengganti cairan yang terus terbuang. Tidak lama, para duta produk inipun masuk ke backstage. Mereka kegerahan di luar, dan mencari pendingin ruangan yang dipasang di backstage. Kami pun berfoto bersama, dan mereka tidak keberatan menanggapi banyak pertanyaan dari teman-teman saya. 

Tidak lama, salah satu duta produk pun melangkah santai ke panggung, berbicara dengan lantang dan lancar tanpa sedikitpun ada nada kegugupan. Mereka tersenyum dan tertawa tanpa terlihat terpaksa. Memang sudah pekerjaan mereka untuk menaklukkan panggung demi panggung, seperti halnya saya yang sehari-hari berkutat dengan kertas kerja berisi angka-angka njlimet.

Diam-diam, saya kagum dengan mereka yang begitu mudahnya menaklukkan panggung. Terlepas dari fakta bahwa itulah pekerjaan mereka sehari-hari. Tapi bagi saya, para penakluk panggung ini tidak hanya mengandalkan tampang yang memang sudah rupawan sejak lahir, tapi juga mampu menyampaikan pesan dan mengarahkan massa seberapapun sulitnya situasi. Di belakang panggung mereka memang seperti orang biasa. Mereka bercanda, merokok, tidak lepas dari gadget. Wajah mereka pun lelah dan terlihat bosan seperti menunggu kapan hari ini akan berakhir. Tapi pada saat mereka berada di panggung, seluruh kelelahan dan kebosanan itu sirna, berganti dengan antusiasme dan senyum yang terlihat tulus.

Memang dunia ini adalah panggung, bukan? Walaupun jaman sekarang kita bisa mencari panggung di dunia maya. Di twitter, begitu banyak orang yang sebegitunya cari panggung. Ada yang marah-marah, goblok-goblokin orang, ngeyel, sampai ngehina-hina karya orang. Ah, coba aja lakukan itu semua di atas panggung nyata yang ditonton oleh follower-followernya. Ada pula mereka yang cuma berani ngomong di belakang, tapi ketika disuruh tampil di panggung? Alasannya sebanyak spesies nyamuk di dunia ini.

Saya iri pada kalian, para penakluk panggung.