Beberapa hari ini, banyak yang
membicarakan fenomena gerhana matahari total yang akan datang besok (9/3). Hanya
negara Indonesia yang dapat menyaksikan fenomena alam ini, khususnya di wilayah
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Selain wilayah Indonesia, gerhana
matahari total ini juga dapat disaksikan di wilayah Samudera Pasifik.
Peristiwa alam ini memang langka.
Terakhir kali negara Indonesia mengalaminya adalah.. jreng jreng.. tanggal 11
Juni 1983 antara jam 9 hingga 10 pagi. Tanggal dan jam itu adalah kelahiran
saya di dunia. Gak ada yang nanya? Biarin. Hehehe. Disebut langka memang tidak
salah, karena para ahli memperhitungkan bahwa gerhana matahari total berikutnya
yang akan melintasi Indonesia akan jatuh pada tahun 2023 mendatang.
Kalau kita baca cerita-cerita
seputar gerhana matahari total tahun 1983, pemerintah saat itu yang masih
diduduki Presiden Soeharto malah memberi instruksi khusus. Melalui menteri
penerangan Harmoko, masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah dan tidak
melihat gerhana dengan mata telanjang. Berbahaya, bisa membutakan mata. Cara
paling aman menyaksikan gerhana matahari total adalah melalui siaran langsung
TVRI atau Radio RRI.
Reaksi masyarakat pun beragam,
dan lebih banyak mengaitkan peristiwa langka ini dengan hal-hal yang berbau
klenik dan takhayul, berangkat dari legenda Batara Kala. Jadilah saat itu
orang-orang berdiam diri di rumah, ditambah lagi kebetulan hari itu adalah hari
sabtu dan tentu saja libur akhir pekan. Ada yang membunyikan kentongan dan
kaleng, menutup jendela, bersembunyi di kolong tempat tidur, bahkan sampai ada
yang mudik ke kampung halaman demi menjaga tanaman dan hewan ternaknya. Situs
Liputan 6 pun menyebut rangkaian peristiwa ini sebagai pembodohan
massal.
Sekarang, di era keterbukaan
informasi dan keceradasan masyarakat yang bertambah (wah kalo ini sih bisa
diperdebatkan hehehe), pemerintah dan para pelaku bisnis malah menyulapnya
sebagai peluang. Di Makassar, pemerintah kota bahkan telah menyiapkan acara
khusus di seputaran Pantai Losari. Semacam nonton bareng, mungkin.
Anyway, tanggal 10 Juni 1983
menurut cerita ortu, ibu saya yang tengah hamil 8 bulan saat itu baru saja
memeriksakan kandungannya. Dokter bilang, saya akan lahir kira-kira pada akhir
bulan Juni atau awal Juli 1983. Tapi Tuhan sepertinya menginginkan saya lahir
tepat pada saat peristiwa gerhana terjadi, atau keesokan hari setelah ibu saya
memeriksakan kandungan. Untungnya saya tidak dinamai aneh-aneh karena itu.
Kembali, namanya juga orang
Indonesia, sanak famili saya cukup terkejut dengan kelahiran saya yang ‘tiba-tiba’
ini. Mulailah banyak yang mengaitkan saya dengan hal-hal klenik ini-itu. Ingat
sinetron Gerhana yang populer tahun 90an? Banyak menanggap bahwa orang yang
lahir tepat pada peristiwa semacam ini pasti memiliki indera keenam, tenaga
dalam atau semacam itulah. Asik juga ya. Kalo punya kekuatan super, saya bisa
tangkep koruptor-koruptor, para begal motor, para penipu dengan modus mama
minta pulsa, atau para alay yang suka naik motor ugal-ugalan.
Tapi setelah hampir 33 tahun
lahir ke dunia ini, saya berani bilang kalau tidak ada efek apapun bagi saya terkait
kelahiran yang bertepatan dengan gerhana matahari total langka itu. Sebaliknya,
saya malah merasa amat asing dengan hal-hal klenik, dan lebih menganggap diri
saya lebih banyak tertarik pada hal-hal yang logis. Buat saya, gerhana matahari
total 11 Juni 1983 pun hanya menyisakan cerita yang biasa-biasa saja seputar
kelahiran. Ya, setidaknya kelahiran saya bertepatan dengan sebuah peristiwa
langka :).