Selasa, 08 Maret 2016

Saya dan Gerhana 1983

Beberapa hari ini, banyak yang membicarakan fenomena gerhana matahari total yang akan datang besok (9/3). Hanya negara Indonesia yang dapat menyaksikan fenomena alam ini, khususnya di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Selain wilayah Indonesia, gerhana matahari total ini juga dapat disaksikan di wilayah Samudera Pasifik.

Peristiwa alam ini memang langka. Terakhir kali negara Indonesia mengalaminya adalah.. jreng jreng.. tanggal 11 Juni 1983 antara jam 9 hingga 10 pagi. Tanggal dan jam itu adalah kelahiran saya di dunia. Gak ada yang nanya? Biarin. Hehehe. Disebut langka memang tidak salah, karena para ahli memperhitungkan bahwa gerhana matahari total berikutnya yang akan melintasi Indonesia akan jatuh pada tahun 2023 mendatang.

Kalau kita baca cerita-cerita seputar gerhana matahari total tahun 1983, pemerintah saat itu yang masih diduduki Presiden Soeharto malah memberi instruksi khusus. Melalui menteri penerangan Harmoko, masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah dan tidak melihat gerhana dengan mata telanjang. Berbahaya, bisa membutakan mata. Cara paling aman menyaksikan gerhana matahari total adalah melalui siaran langsung TVRI atau Radio RRI.

Reaksi masyarakat pun beragam, dan lebih banyak mengaitkan peristiwa langka ini dengan hal-hal yang berbau klenik dan takhayul, berangkat dari legenda Batara Kala. Jadilah saat itu orang-orang berdiam diri di rumah, ditambah lagi kebetulan hari itu adalah hari sabtu dan tentu saja libur akhir pekan. Ada yang membunyikan kentongan dan kaleng, menutup jendela, bersembunyi di kolong tempat tidur, bahkan sampai ada yang mudik ke kampung halaman demi menjaga tanaman dan hewan ternaknya. Situs Liputan 6 pun menyebut rangkaian peristiwa ini sebagai pembodohan massal.

Sekarang, di era keterbukaan informasi dan keceradasan masyarakat yang bertambah (wah kalo ini sih bisa diperdebatkan hehehe), pemerintah dan para pelaku bisnis malah menyulapnya sebagai peluang. Di Makassar, pemerintah kota bahkan telah menyiapkan acara khusus di seputaran Pantai Losari. Semacam nonton bareng, mungkin.

Anyway, tanggal 10 Juni 1983 menurut cerita ortu, ibu saya yang tengah hamil 8 bulan saat itu baru saja memeriksakan kandungannya. Dokter bilang, saya akan lahir kira-kira pada akhir bulan Juni atau awal Juli 1983. Tapi Tuhan sepertinya menginginkan saya lahir tepat pada saat peristiwa gerhana terjadi, atau keesokan hari setelah ibu saya memeriksakan kandungan. Untungnya saya tidak dinamai aneh-aneh karena itu.

Kembali, namanya juga orang Indonesia, sanak famili saya cukup terkejut dengan kelahiran saya yang ‘tiba-tiba’ ini. Mulailah banyak yang mengaitkan saya dengan hal-hal klenik ini-itu. Ingat sinetron Gerhana yang populer tahun 90an? Banyak menanggap bahwa orang yang lahir tepat pada peristiwa semacam ini pasti memiliki indera keenam, tenaga dalam atau semacam itulah. Asik juga ya. Kalo punya kekuatan super, saya bisa tangkep koruptor-koruptor, para begal motor, para penipu dengan modus mama minta pulsa, atau para alay yang suka naik motor ugal-ugalan.

Tapi setelah hampir 33 tahun lahir ke dunia ini, saya berani bilang kalau tidak ada efek apapun bagi saya terkait kelahiran yang bertepatan dengan gerhana matahari total langka itu. Sebaliknya, saya malah merasa amat asing dengan hal-hal klenik, dan lebih menganggap diri saya lebih banyak tertarik pada hal-hal yang logis. Buat saya, gerhana matahari total 11 Juni 1983 pun hanya menyisakan cerita yang biasa-biasa saja seputar kelahiran. Ya, setidaknya kelahiran saya bertepatan dengan sebuah peristiwa langka :).