Kamis, 21 Mei 2015

Cinta Pada Pendengaran Pertama

Saya punya kebiasaan mendengarkan lagu-lagu di situs Youtube. Mendengarkan lagu di situs ini memberikan pengalaman tersendiri. Selain bisa mendengar versi aslinya, kita juga berkesempatan mengetahui versi lain dari lagu tersebut, baik itu versi live, versi cover, dan lain-lain. Dalam kanal Youtube juga, kita bisa melihat dan mendengar pilihan lagu lain yang direkomendasikan. Ketika saya iseng meng-klik tautan itu, terdengarlah sebuah musik yang terasa asing menarik perhatian. Terdengar santai, tidak terlalu rumit tapi juga tidak murahan. Musiknya tidak seperti yang biasa saya dengar, tapi membuat saya penasaran untuk mendengarkannya sampai habis.

Telinga saya mengatakan bahwa lagu ini penuh kejutan. Notasi dan ketukannya membangun suasana berbeda, pola berbeda, yang pada akhirnya memperkenalkan hal baru kepada otak, dan langsung disambut oleh hati. Harry Beckwith, penulis terkenal yang merilis buku best seller: Marketing and Buyer Psychology mengamini hal ini dengan mengungkapkan bahwa otak manusia memang menyukai kejutan. Meski mudah terjebak dalam comfort zone, manusia juga tidak selalu menyukai sesuatu yang terlalu mudah ditebak.

Saya lantas berlagak seperti Sir Tom Jones, juri dari acara kompetisi musik ternama, The Voice edisi United Kingdom (Inggris). Jika juri lain menekan tombol 'I want you' dengan cepat pada saat blind audition, Sir Tom Jones dengan kalem menunggu hingga saat-saat terakhir sebelum akhirnya memutuskan untuk menekan atau tidak menekan tombol. Dia tidak ikut-ikutan juri lain, tidak terpengaruh keriuhan penonton, hanya percaya pada telinganya -karena dalam format acara The Voice, juri memang hanya mendengar suara, namun tidak melihat sosok sang penyanyi. 

"I need to feel that what I'm hearing is an authentic expression of the person, not just a string of phrases that are copied from others," ujarnya ketika diwawancarai perihal apa yang membuatnya menekan tombol 'I want you'. "When I hit the button, I mean it," tutupnya.

Tapi, khidmatnya saya mendengarkan lagu sampai akhir bukanlah untuk memencet tombol, atau memutuskan apakah lagu ini enak atau tidak. Saya sudah tahu lagu ini enak, dan memutuskan untuk menikmati cinta pada pendengaran pertama akan lagu ini. 


Lagu yang saya maksud berjudul You Make Loving Fun karya sebuah band lawas asal Inggris bernama Fleetwood Mac.

Cinta pada pendengaran pertama? Love at first hearing. Ya benar. Perbedaannya dengan kalimat mainstream cinta pada pandangan pertama atau love at first sight hanya terletak pada indra yang digunakan. Telinga dengan mata.

Saya bukan tipe yang bisa mencintai orang pada pandangan pertama. Kalau sekadar tertarik, mungkin saja.
Sebaliknya, saya bisa menyukai sebuah lagu pada pendengaran pertama. Hanya dengan mendengarkan intro-nya, saya bisa langsung memutuskan bahwa lagu ini akan menjadi favorit, yang akan memasuki playlist dan akan menjadi teman keseharian. 

Dalam beberapa hal, saya berpendapat telinga lebih dapat diandalkan ketimbang mata. Telinga adalah medium yang jujur dan bebas nilai. Segalanya bisa masuk tanpa tersaring. Berbeda dengan mata, yang lebih mudah tertipu penampakan lahiriah lalu membentuk persepsi yang tentu saja tidak bisa terhindar dari unsur subjektivitas. 


Dangkalnya pandangan mata -meski tidak selalu- tidak jarang membuat kita kehilangan kesempatan untuk mengapresiasi hal positif, dan lebih buruk lagi, salah dalam menilai.