Senin, 09 September 2013

The Thirteen Blues

Kecelakaan lalu lintas adalah salah satu pembunuh manusia yang paling kejam. Ia tidak pilih-pilih korban, tidak mengenal waktu. Ia bisa membunuh, membuat cacat atau sekadar melukai. Datangnya juga tidak diduga. Kapan dan dimana saja. Bisa tengah malam, bisa pula pagi-pagi buta, di jalan tol atau di gang dekat rumah. Benar-benar predator lengkap.

Dari Vivanews, Polri mengklaim jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2012 mencapai 25 ribu orang. Sementara saat mudik lebaran, jumlah korban meninggal dunia mencapai lebih dari 500 jiwa. Itupun yang tercatat.

Saya tidak pernah tertarik menyaksikan berita kecelakaan, atau mengerubungi korban kecelakaan di jalan hanya untuk memotretnya (bukannya membantu) lalu membuat macet jalan. Namun berita kecelakaan yang dialami Dul, anak bungsu Ahmad Dhani yang kini menjadi isu nasional ini beda cerita.

Sebagai pengguna jalan yang juga sering menyetir kendaraan, saya tidak mau ikut-ikutan arus pem-bully-an dan penghujatan massal. Serahkan saja pada ahlinya lah. Toh hal ini bisa terjadi pada siapapun. Tidak hanya anak berusia 13 tahun saja yang bisa mengalaminya, seorang yang telah berpuluh-puluh tahun mengemudi saja bisa celaka. Mau analoginya dibalik juga bisa, tapi tetap sama saja. Dengan kata lain, saya lebih melihatnya sebagai musibah.

Namun yang menjadi pelajaran adalah Dul yang notabene baru berusia 13 tahun sudah dibolehkan mengemudi. Dan tragisnya lagi, kecelakaan yang menimpanya merenggut nyawa 6 orang yang kesemuanya adalah pekerja dan tulang punggung keluarga. Tapi kembali lagi, tujuan saya menuliskan ini bukan untuk menghujat. Saya juga punya anak laki yang masih kecil, yang bukan tidak mungkin 12 tahun kemudian ia punya pacar dan merengek minta dibelikan mobil.

Di era berikutnya nanti, entah di umur berapa seorang anak merasa butuh untuk punya pacar. Sebagai perbandingan, di usia 13 tahun dulu, yang saya pikirkan sehari-hari adalah sepak bola dan (sedikit) pelajaran di sekolah. Tidak ada gejolak berlebih memikirkan wanita, tidak pula berkeinginan untuk mengemudikan mobil.

Memang tidak bisa dibandingkan anak-anak era dua dekade lalu dengan anak-anak sekarang. Anak-anak sekarang sepertinya terlalu cepat dewasa. Mereka mengunyah banyak hal sebelum waktunya. Kebanyakan makan junk food? Kebanyakan nonton sinetron? Kebanyakan nongkrong di minimarket? Kebanyakan dengerin lagu mellow? You tell me.

Kasus Dul ini cocok dijadikan potret kelam generasi muda. Meski tidak semua anak memiliki fasilitas seperti Dul, namun saya sudah berkali-kali mendengar kisah pilu terjadinya kecelakaan akibat perilaku anak dibawah umur yang ugal-ugalan. Saya tidak ingat persis, tapi rasanya pernah ada kejadian serupa, yang karena kebetulan pelakunya bukan pesohor saja maka cepat dilupakan.

Jelas bukan tanpa alasan mengapa polisi baru mengeluarkan SIM untuk anak berusia diatas 17. Hal ini semestinya benar-benar dijalankan dengan penuh kesadaran, bukan sekadar slogan. Orang tua tentu harus mengawasi dengan baik perilaku anak-anaknya, jangan biarkan mereka menyetir kendaraan, entah mobil atau motor.

Thirteen blues ini memang saya gunakan untuk menggambarkan secara umum gejolak usia pra-dewasa. Usia seperti ini memang rawan dan sedang ingin-inginnya mencoba banyak hal. Dan kebanyakan teman yang saya kenal, sekali mereka mencoba (misalnya rokok) pada usia ini, maka akan berkembang menjadi kebiasaan. Yah, yang namanya udah kebiasaan, transformasi selanjutnya adalah pembenaran. Meski kita sudah tahu hal itu salah, tapi kalau dilakukan berulang-ulang toh akan menjadi kebenaran.


Semoga kita selalu bisa mendampingi anak di usia krusial mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan so called pacar. Dan semoga anak-anak kita tumbuh sebagai anak penurut dan tidak macam-macam. Yang sudah terjadi ya sudahlah. Semoga cepat sembuh dan cepat ngeband lagi, Dul. Dan semoga keluarga korban mendapat santunan yang pantas.