Suatu ketika, si Gondrong
membaca sebuah artikel motivasional yang kira-kira begini kesimpulannya: Surround yourself with positive people. Orang-orang
sukses yang dari kebiasaan dan cara hidupnya, ia bisa memotivasi elo untuk
mengikuti. Sehingga elo bisa sesukses dia.
Dalam artikel yang sangat
lugas dan berapi-api itu, penulisnya juga berkata bahwa peruntungan dan nasib
seseorang akan banyak bergantung pada dengan siapa ia berinteraksi sehari-hari.
Proximity, atau kedekatan
dikatakannya akan mempengaruhi cara berpikir, cara bertindak, bahkan cara
bertutur. Memang tidak salah, karena orang Minang yang sudah lama tinggal di
kota Surabaya misalnya, logat Minangnya bisa hilang berganti dengan logat medhok
Jawa Timuran yang kental.
Si Gondrong juga pernah
membaca sebuah Meme yang bertuliskan: “Show Me Your Friend, And I’ll Show You
My Future”. Seolah menambahkan bahwa kalau kita keliru memilih teman, maka masa
depan kita menjadi pertaruhan. Jika kita ingin sukses, maka kita harus berbaur
dengan orang-orang yang menerapkan standar tinggi dalam hidupnya. Memacu
dirinya untuk ikut sukses. Raise your bar!
Begitulah kira-kira.
Sambil sok-sok merenung ala
filsuf, si Gondrong lalu melihat kepada dirinya sendiri. Sedari kecil, ia telah
memiliki berbagai lingkaran pertemanan. Dari lingkaran pertemanan itu, Gondrong
telah bertemu bermacam-macam manusia dengan segala tabiat dan karakter. Si
Gondrong pernah berada dalam teman sepermainan dengan perokok berat, peminum
alkohol, pengguna narkoba, pemain cinta, si pengeluh, si pengemis cinta, si
pesimis, si minder hingga si tukang ngutang. Si Gondrong juga pernah berteman
dengan si pembaca kitab suci, si ambisius, si optimis, si pede, si lurus, si
pandai, si rajin, si penurut dan si baik-baik lainnya.
Ia telah bertemu segala macam
manusia. Bukan hanya bertemu, ia juga pernah menjalin pertemanan akrab atau
menjalani proyek bersama dengan mereka.
Tapi, anehnya si Gondrong
tidak merasa bahwa teman-temannya itu membawa perubahan signifikan dalam cara
hidup, cara bersikap, cara bertutur dan cara berpikirnya. Misalnya ketika ia
berteman dengan para perokok jaman SMP, ia tidak lantas ikut-ikutan menjadi
perokok. Lalu ketika SMA ia berteman dengan remaja-remaja pandai, Gondrong
tidak ikut-ikutan jadi rajin ke perpustakaan.
Bahkan kini, ketika si
Gondrong berteman dengan para pengangguran atau para pekerja sektor informal, Gondrong
tidak mengikuti jejak mereka. Dan ketika Si Gondrong bertemu dengan
teman-temannya yang sukses dalam meniti karir di kancah korporasi, Si Gondrong tidak
merasa menjadi bagian dari mereka.
Si Gondrong dengan hidupnya
sendiri, yang hanya ia dan Tuhan yang menuntun jalan dan langkahnya, tanpa
dipengaruhi orang lain. Ya, dalam hal-hal prinsipil semacam ini, Si Gondrong
yang biasanya gampang ngalah, bisa berubah menjadi si gelas penuh yang tidak
bisa menerima perubahan.
“Gondrong, itu liat dong temen
lo yang sekarang sukses jadi Division Head di perusahaan besar. Itu temen
sekolah lo dulu, lho. Masa sih elo gak ketularan suksesnya?”
“Gondrong, itu liat dong temen
lo yang sekarang jadi pengusaha sukses. Masa sih elo gak pengen seperti dia?”
Begitu ucapan seorang teman.
Padahal, si teman itu tidaklah
mengkritisi ketika tahu bahwa Gondrong juga berteman dengan berbagai pekerja
dari sektor informal. Kang parkir, kang ojek, kang penunggu warung.
Mengelilingi diri dengan orang
sukses, toh tidak berpengaruh buat si Gondrong. Bahkan ketika si Gondrong masih
suka nongkrong bareng dengan bos besarnya, ia toh tidak ikutan dipromosi saat
penilaian kinerja. Sama saja.
Nasib kita, hanya kita dan
Tuhan lah yang menentukan. Bukan teman. Jika seorang teman kini menjadi orang sukses, ya itu karena mereka memang patut mendapatkannya. Dan jika ada seorang teman yang nasibnya kurang beruntung, itu bisa jadi karena nasibnya yang kurang beruntung, atau usahanya yang kurang keras.
Apalagi, kebanyakan teman hanyalah
mengaku teman apabila kita sukses. Dan kebanyakan teman yang lain, hanya
menelpon kita kalau mau pinjam uang. Lalu ada juga teman lainnya yang sulit
banget dianggap teman akibat postingan provokatif dan kampanye negatifnya di
media sosial saat musim pilpres atau pilkada.
Teori pertemanan seperti ini
tidaklah berlaku bagi si Gondrong. Titik.