Film London Has Fallen telah
dirilis sejak awal Maret 2016. Film yang dibintangi Gerard Butler dan Aaron
Eckhart ini adalah sekuel dari Olympus Has Fallen yang tayang tahun 2013. Mengusung
genre action, film ini jelas yang paling saya tunggu sepanjang tahun ini. Saya pun
menyempatkan diri menontonnya di bioskop, setelah kali terakhir menonton di teater
besar ini tahun lalu saat diputarnya franchise Mission Impossible berjudul
Rogue Nations.
London Has Fallen memang tidak
menawarkan hal baru. Masih seputar film action ala Hollywood bertema lone survival, penyelamatan presiden, penjahat
yang banyak tapi tetap saja kalah, dan menyoroti terorisme. Lalu jagoan
(Amerika) lah yang tetap menjadi pemenangnya. Tidak ada yang baru, bukan?
Maka dari itu, saya memang tidak
berharap banyak dari sisi plot. Saya juga bukan kritikus film yang bersedia mendedah setiap jengkal efek dan aspek teknis dari film. Bukan begitu cara
menikmati film action, kalo menurut saya. Saya memang hanya kangen dengan
adegan berantem, tembak-tembakan, kejar-kejaran tanpa ada unsur drama berlebih.
Dan buat saya, film semacam ini akan saya nilai baik andai saja tidak ada
kekeliruan yang terlampau mendasar.
Pembuat sekuel London Has Fallen
ini mencoba menawarkan segmen yang lebih luas. Petualangan Mike Banning
(Butler) sebagai pengawal presiden Amerika Serikat, Benjamin Asher (Eckhart) merambah
ke luar negeri, yaitu kota London di Inggris. Diceritakan bahwa presiden Asher
bersama pemimpin-pemimpin dunia barat lain menghadiri upacara pemakaman perdana
menteri Inggris yang tewas secara mendadak dan misterius. Namun pengamanan dalam upacara berskala besar ini
telah disabotase dan disusupi oleh kelompok teroris yang memang bermaksud membunuh para
pemimpin dunia barat sekaligus menabuh genderang perang.
Jadilah para pemimpin ini seperti
tikus yang masuk perangkap. Satu persatu pemimpin ini tewas dibunuh para
teroris, dan akhirnya menyisakan perdana menteri Inggris yang baru dan presiden
Asher. Saat perdana menteri Inggris berhasil diamankan (proses pengamanannya pun tidak diceritakan detil, hanya dibawa masuk ke dalam katedral St. Paul saja), tinggallah Asher menjadi sasaran tunggal para teroris. Seperti sudah bisa ditebak, Asher kemudian bergantung pada kepiawaian
bertarung dan bertahan hidup dari Banning.
Memang tidak ada yang istimewa
dari rangkaian cerita, namun penonton pasti akan mengernyit bingung pada
serangan teroris yang terjadi begitu saja tanpa penggambaran yang jelas. Mungkin
ini ditujukan untuk membuat penonton menerka-nerka sendiri. Boleh lah kalau
memang penjahat di sekuel ini ada keterkaitannya dengan sekuel pertama, lha ini
enggak sama sekali karena di sekuel pertama (Olympus Has Fallen), penjahatnya
berasal dari Korea Utara. Semua seperti terjadi begitu saja.
London Has Fallen banyak
mengambil setting kota London, dan
peperangan yang terjadi di sini adalah perang kota, berbeda dengan Olympus Has
Fallen yang mengambil setting di
Gedung Putih. Diceritakan pula bahwa kepolisian sudah disusupi, sehingga muncul
perintah dari Scotland Yard untuk melakukan sortir kepada setiap anggota polisi,
manakah yang telah berkhianat, mana yang tidak. Sayangnya, eksekusi instruksi ini juga tidak
diperlihatkan dengan detil.
Tidak pula digambarkan keadaan
darurat militer, yang ada malah situasi kota yang dibuat sepi dan gelap
(listrik telah dilumpuhkan kelompok teroris) dan seluruh warga diminta untuk tinggal di rumah tanpa terlihat personel militer yang berjaga. Suatu keadaan yang menurut saya
lebih cocok untuk situasi darurat bencana virus dan sejenisnya. Padahal untuk
menghadapi teror militer semacam ini, bukankah seharusnya menggunakan kekuatan
militer juga?
Anyway, saya bukan pula pengamat
sipil dan militer, jadi bisa saja unek-unek saya itu tak beralasan dan
asumsi-asumsi saya ini keliru.
Secara keseluruhan, London Has Fallen
memang tidak memberi kepuasan dari segi plot, percakapan-percakapan, dan juga
hal-hal teknis yang memberikan pengalaman tersendiri saat menonton. Tapi ya itu tadi,
hal-hal semacam ini memang bukanlah yang paling utama saya cari ketika menonton
film action, melainkan unsur hiburannya saja.