Jumat, 06 Maret 2015

Terbulity dan Martabucks

Lima sahabat duduk dalam sebuah rumah sederhana di kota Surabaya. Mereka memiliki kesamaan dalam selera kuliner, yaitu sama-sama penggemar martabak. Untuk mewadahi hobi ini, mereka berembuk untuk membuat gerai martabak. Ini adalah pembicaraan yang sudah puluhan kali dilakukan. Setelah sedari dulu mereka hanya berkumpul untuk bermain atau bersenda gurau, kini mereka berniat melakukan sesuatu yang lebih serius. Bukan tanpa resiko, karena jangankan pertemanan, ikatan keluarga saja bisa bubar jalan jika terjadi persengketaan dalam hal duit. Tapi mereka sudah berkomitmen, apapun yang terjadi nantinya, persahabatan akan tetap dijaga.

Semuanya telah disiapkan, tinggal eksekusi.

Mereka langsung membuka dua toko, di Surabaya sebagai induk, dan di Jakarta sebagai cabang. Toko ini diberi nama Terbulity, alias Terang bulan dengan quality, atau kwaliteit, atau kualitas. Dua dari mereka hijrah ke Jakarta untuk membuka gerai di ibukota. Sementara tiga lainnya mengelola cabang Surabaya.

Bisnis berjalan lancar. Tidak bombastis memang, tapi tidak juga terlalu sepi. Martabak yang mereka jual memang menggunakan bahan-bahan dengan mutu terbaik terbaik dan tentu saja berukuran besar, menjadikan pengalaman tersendiri dalam memakannya. 

Suatu hari di cabang Jakarta datanglah seorang pebisnis, sebut saja dia Pak Teddy. Pak Teddy ini terkesan dengan rasa martabak mereka.

Pak Teddy lalu mengutarakan keinginan untuk jadi pelanggan tetap dan berkomitmen membeli dalam jumlah besar untuk penyediaan snack di kantornya. Tapi dia juga meminta Terbulity membuat varian baru dan ukuran-ukuran yang lebih kecil. 

Sementara itu, gerai Terbulity di Surabaya berjalan seperti biasa. Dari usaha ini, mereka menjalin keakraban dengan pelanggan-pelanggan. Ada lima orang pelanggan tetap ini. Mereka datang dari berbagai profesi. Ada pegawai swasta, pemilik toko kelontong, penerjemah, pemandu wisata, hingga pegawai negeri.

Lima sekawan ini seketika menjadi akrab satu sama lain saking seringnya mereka membeli martabak nikmat Terbulity. Mereka terkesan dengan prinsip gerai martabak baru ini yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas berukuran besar namun harganya lebih murah. Mereka tipe orang yang amat memerhatikan dua hal ini. Karena rasa adalah segalanya dan size does matter bigger is better.

Lama kelamaan, lima sekawan ini sudah diajarkan cara mengaduk, membentuk dan membalik-balik adonan di kuali, memotong dengan rapi, hingga mengemas dengan menarik. Bahkan resep dalam adonan pun mereka kini sudah tahu. Dengan begitu, terang saja mereka merasa sudah ikut memiliki toko. Lima sekawan ini pun mulai dilibatkan dalam pengambilan keputusan, strategi pemasaran, dan lain-lain.

Ketika toko Jakarta menjual martabak dengan ukuran lebih kecil dan rasa yang lebih variatif -yang banyak menghasilkan laba- mereka ikut bersuara. Mereka tidak setuju karena toko ini jadi berubah haluan sebagai pencari untung semata.

Perbedaan pendapat mewarnai jalannya toko Surabaya dan Jakarta. Toko Jakarta pun meradang, merasa dilangkahi dan tidak dianggap. Terlebih, memasukkan 'orang luar' tanpa persetujuan adalah sebuah bentuk pelanggaran komitmen.

Pada akhirnya, mereka pecah kongsi karena tidak kunjung menemukan pemecahan masalah. Gerai Jakarta pun menjual martabak dengan varian lebih banyak, sementara gerai Surabaya tetap menjual martabak berkualitas tinggi dan berukuran besar seperti sebelumnya. Mereka yang di Jakarta kemudian mengganti nama gerai Terbulity mereka dengan nama yang lebih mengena untuk orang-orang ibukta: Martabucks.


Sekarang, baik Terbulity maupun Martabucks berjalan sendiri-sendiri.