Rabu, 17 April 2013

Bacalah Buku Sejarah Alternatif!

Pernah denger ungkapan ‘sejarah milik penguasa’? atau 'penguasa membentuk sejarah?'?

Sebagian dari anda mungkin pernah, sebagian tidak. Dalam sejarah peradaban dunia, penguasa memang seperti memiliki hak preogratif untuk mengubah sejarah, meski itu termasuk memutarbalikkan fakta.

Bangsa kita sudah terlalu lelap dan nyaman di-ninabobo-kan penguasa. Jika anda besar di era 80-90an, anda pasti tahu apa yang saya maksud. Sebagai contoh, setiap tahunnya kita selalu diputarkan film Penghianatan G30S/PKI yang memperlihatkan kekejaman anggota partai berlambang palu dan arit itu dalam menyiksa para Jenderal (dan 1 Letnan). PKI akhirnya ditumpas, dibunuh tanpa diadili, dinobatkan sebagai organisasi terlarang, bahkan keturunan mereka dijadikan warga kelas tiga karena hak-haknya dibatasi oleh negara.

Setelah keruntuhan orde baru, barulah kita dibelalakkan oleh fakta-fakta baru yang justru bertolak belakang. Tentang keterlibatan CIA, konspirasi tingkat tinggi penggulingan Bung Karno, dan lain-lain yang tinggal anda googling saja. Atau jika tidak ada akses internet, tinggal cari saja bukunya di toko buku mainstream sekalipun. Sekarang, membeli buku “kiri” akan membuat anda terlihat keren, sementara membeli buku pasar modal hanya akan ditertawai oleh penggemar Joseph Stiglitz.

Kembali lagi ke persoalan. Rupanya, cengkraman orba masih sebegitu kuatnya sehingga orang-orang sebegitunya masih percaya pada pelajaran-pelajaran sejarah yang mereka pelajari sejak duduk di bangku sekolah. Setiap penguasa pasti penuh pencitraan, dan untuk penguasa yang sudah berkuasa selama 30 tahun lebih tentu dampaknya sangat besar bagi rakyatnya. Contohnya adalah tanggapan banyak orang tentang sebuah artikel RA Kartini di sebuah media online mainstream.

Melihat pada kolom komentar, sangat menyedihkan. Betapa orang-orang yang nampak berpendidikan sekalipun masih sulit untuk menerima fakta baru, masih terbuai dengan dongeng-dongeng sejarah yang telah puluhan tahun diceritakan pada mereka. Mereka dengan dangkal malah menilai tulisan orang lain tidak bermutu, padahal mereka sendiri hanya bisa berkomentar, tidak bisa menulis sedikitpun.

Indoktrinasi ini sudah menembus relung hati terdalam sebagian dari kita, sehingga kita sulit untuk menerima fakta baru. Di negara yang memang baru lepas dari kekuasaan absolut seperti Indonesia, memang sebuah pemahaman yang dipupuk sudah lintas generasi. Bahkan generasi muda sekarang masih banyak yang menganggap ideologi selain kapitalis adalah ideologi sesat dan terlarang.

Indoktrinasi ini telah menjadi budaya.

Tidak, saya tidak hendak menghakimi benar atau salahnya sebuah ideologi. Lagipula, ideologi berasal dari pemikiran, dimana pemikiran adalah sesuatu yang tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Kita hanya bisa melihat seperti apakah sebuah peradaban yang terbentuk dengan pemikiran tersebut untuk menilai bagaimana pengaruh sebuah pemikiran pada orang banyak.

Untuk itulah kita perlu lebih banyak mencari. Sekarang banyak bacaan sejarah alternatif yang mudah diperoleh, banyak penerbit-penerbit yang menjual buku sejarah yang memuat fakta baru, dan ternyata diakui pula oleh dunia internasional. Bahkan, buku-buku itu banyak pula ditulis oleh sejarawan asing.

Jadi memang sudah saatnya bagi kita untuk lebih pro-aktif lagi dalam mencari literatur sejarah, mengikuti diskusi-diskusi tentang sejarah, atau mencari tahu jurnal sejarah. Buku sejarah terbitan orde baru sudah tidak bisa lagi dijadikan referensi.

Di era sekarang, kita harus berpikiran terbuka untuk menerima ide-ide baru seraya tidak membiarkan pikiran kita tertutup dengan ide-ide lama yang telah ditanamkan oleh penguasa lama lewat buku-buku paket pelajarannya maupun corong-corong informasi andalan mereka.

Hal ini sangat penting agar kita bisa lepas dari pembohongan masif yang selama ini kita telan bulat-bulat tanpa disaring. Sebuah bangsa tentu harus mengetahui dengan pasti sejarah bangsanya, dan tidak boleh melupakan sejarah. Lagi-lagi slogan jas merah (jangan sesekali melupakan sejarah) dapat kita aplikasikan.

Tapi sebelum itu semua, marilah kita membuka diri akan pengetahuan-pengetahuan baru, juga fakta-fakta baru yang mungkin kita akan temui. Perkaya literasi dengan banyak membaca agar kita bisa lebih cerdas dalam menangkap apa yang disampaikan, sekaligus kita bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Bukannya terus terperangkap pada penelaahan aksesoris dari sebuah tulisan yang malah hanya akan membawa kita jalan ditempat.

Apapun yang akan kita temui, boleh jadi sesuai harapan namun bisa juga jauh dari harapan, bahkan mengecewakan kita. Untuk itu dibutuhkan ketulusan dan keikhlasan dalam menerima kenyataan, ketimbang terus hidup dalam kebanggaan semu yang ternyata hanya dongeng belaka.