“Solitude is the place of purification.”
Sebuah quote pendek dari Martin Buber, seorang rabi yang
dengan mudah bisa Anda cari di google ini sepertinya menjadi kalimat yang saya
pegang belakangan ini. Sebuah pernyataan yang dapat menunjukkan keinginan untuk
kembali ‘murni’, atau jika terlalu membebani: memulihkan jiwa.
Entah mengapa, sepanjang tahun 2014 lalu, saya merasakan ‘bising’
yang amat sangat. Bising berupa tenggat waktu yang mencekik,
perdebatan-perdebatan tak berjung, target-target yang sulit, juga acara-acara
berkumpul dengan pembahasan topik yang amat berat. Setelah melalui semua itu,
saya lega. Tapi tidak bahagia. Saya merasa kehilangan cermin diri, kehilangan
waktu untuk merenung, kehilangan waktu untuk sendirian.
Saya memang sering menyediakan waktu untuk sendirian setiap
hari. Ketika semua sudah tidur, saya biasanya melakukan kegiatan apa saja yang
bisa saya nikmati sendirian. Tapi sepanjang tahun lalu, kegiatan yang saya
lakukan pun ternyata untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri.
Setelah menyadari hal ini, saya langsung berpikir untuk
menjadikan tahun ini sebagai ‘tahun redam’. Tahun untuk lebih banyak berdiam
diri, dalam artian positif, dan juga untuk lebih banyak mendengar dan mencerna,
ketimbang melakukan aksi nyata.
Wujud dari hal ini, orang-orang akan melihat versi lebih
diam dari saya yang sudah dikenal pendiam. Tidak usah dibayangkan, karena toh
akan tercermin dari keseharian saya. Saya akan lebih jarang menelpon dan
mengobrol, lebih jarang berbalas pesan, dan juga lebih jarang untuk
berinteraksi di media sosial atau di group chat.
Saya juga ingin menahan diri untuk berkomentar mengenai
hal-hal yang tidak perlu dikomentari, ambil pusing terhadap hal-hal yang tidak
perlu dipusingkan, atau mempermasalahkan sesuatu yang sebetulnya tidak ada. Tidak
perlu juga membicarakan dan memusingkan perilaku orang lain.
Saya ingin membuat hidup saya lebih sederhana.
Memang, saya tidak mungkin berdiam diri di gua seperti yang
dilakukan para sufi, atau melakukan solo travelling untuk mencari tahu makna
kehidupan seperti yang dilakukan para backpacker. Tanggung jawab yang saya
miliki sebagai kepala keluarga sekaligus sebagai karyawan perusahaan tidak
memungkinkan untuk melakukan itu.
Tapi yang pasti, saya akan lebih memilah-milah segala
aktivitas yang akan saya lakukan, memilah-milah acara yang harus dihadiri,
bahkan untuk tahap yang lebih besar lagi, memilah-milah apa yang saya konsumsi
setiap harinya. Ada hal positif yang terjadi, yaitu saya kini menjadi tidak
sekonsumtif biasanya. Saya kini sudah bisa meredam berbagai keinginan akan
hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Bukan pula berarti saya tidak akan bersedih jika seharusnya bersedih, gembira jika seharusnya gembira, atau marah jika seharusnya marah. Saya tidak bilang tentang menjadi robot tak berperasaan. Hanya saja, segala ekspresi dan emosi itu ingin saya tata lebih baik, sehingga dapat dikeluarkan dengan proper, tidak berlebihan, dan yang paling penting: pada tempatnya.