Selasa, 14 Agustus 2012

A community park-footballer


Community park. Alun-alun, atau minimal taman bermain umum sih harusnya masih ada di setiap RT, atau paling nggak RW di Jakarta dan sekitarnya. Saya termasuk orang yang sangat senang dengan keberadaan taman macam ini, karena taman ini selain bisa digunakan sebagai sarana berkumpul warga, juga bisa digunakan untuk passion saya: Sepakbola.

Tidak harus besar, tidak harus bagus. Keberadaan lapangan ini sangat mewah bagi kami yang memang mencintai sepakbola. Disaat pemerintah korup selalu memberi izin mendirikan bangunan asal ada uang pelicin, keberadaan lapangan semacam ini bagaikan oase di padang pasir.

Saya dulunya termasuk pelaku nyata community park-footballer. Setiap sore, saya nyaris tidak pernah absen bermain bola di lapangan dekat rumah. Apalagi kalau lagi "ngadu" pasti menambah seru suasana. Bakat mentah yang saya punya, sayangnya memang hanya tersalurkan di lapangan merah ini, bukannya di sebuah sekolah sepakbola yang berjenjang dan berkurikulum. Jadilah saya terus menjadi pemain yang mentah.

Sesekali saya terjun ke arena lebih besar yaitu bermain di stadion. Tapi visi yang belum terbentuk akibat jarangnya bermain di lapangan besar membuat saya hanya sukses sebatas menjadi seorang pemain sayap kiri. Tanpa mengecilkan peran seorang sayap kiri, saya lebih suka bermain lebih kedepan. Second striker atau trequartista adalah posisi favorit saya. Posisi yang tidak mewajibkan pemain untuk memikirkan pertahanan.

Tapi, dari community park tersebut saya banyak mendapat teman. Banyak pula kenangan berkesan bertanding melawan anak-anak kampung lain. Teror norak dari warga sekitar yang sangat kampung-sentris sudah tidak asing lagi saya dengar. Mereka mengancam, meneror dan mengata-ngatai tim lawan mereka tanpa makna yang sebenarnya tidak mereka pahami. Pengangguran atau orang-orang kurang kerjaan yang hanya mengurusi masalah orang lain.

Entah berapa ratus gol sudah saya ciptakan di ranah akar rumput yang satu ini. Bisa saja saya mengikuti langkah Romario, yang mengklaim sudah mencetak lebih dari 1000 gol sepanjang karirnya dan menyamai prestasi Pele. Saya, dengan panggung yang setriliun kali lebih kecil, berani mengklaim hal itu.

Panggung terbesar saya adalah final pertandingan antar jurusan di kampus, dan ketika itu saya mencetak gol kemenangan. Final lainnya adalah di kejuaraan mini soccer tidak resmi se-kota Depok, final mini soccer antar RT dan final-final kecil lainnya. Tapi itu sudah cukup. Cukup menyenangkan untuk memuaskan dahaga sepakbola, yang tidak akan pernah terpuaskan.