Jumat, 05 April 2013

Remembering Kurt Cobain


Saya masih kecil disaat musik hair metal sudah memasuki akhir dari era kejayaan. Musik hair metal memiliki ciri khas lengkingan suara vokalis yang mampu mencapai nada tinggi dan gitaris-gitaris dengan kemampuan shredding yang eksepsional. Itu adalah genre musik yang mendekati utopis dimana kehandalan skill berpadu dengan harmoni dan penampilan total dari seorang rocker.
Genre ini mengakhiri era seiring kemunculan sekelompok anak muda dari Seattle pimpinan Kurt Cobain. bersama Nirvana, ia mengusung musik cepat dan brutal. Ia memiliki tujuan untuk memainkan genre punk, namun oleh publik malah ditahbiskan menjadi sebuah trend baru yang mengawali kejayaan alternative rock.

"Selama masih ada ketidakadilan terjadi di dunia, selama itu musik rock akan terdengar." Begitulah kurang lebih ungkapan gagah sekaligus masokis tentang genre musik rock ini. Sebuah genre yang memang timbul karena bentuk protes sosial maupun kemarahan tak tersalurkan. 

Well, baik grunge maupun punk adalah genre turunan dari rock. Grunge atau punk sama-sama memiliki aura pemberontakan dalam penyampaian maksud mereka, lewat hentakan, teriakan dan juga ketukan cepat. Tidak semua vokalis bisa berteriak melengking semerdu Sebastian Bach, tidak semua gitaris bisa menciptakan melodi gitar serumit Marty Friedman dan sesyahdu Slash. 


Tidak semua orang juga memiliki ketahanan telinga untuk terus mendengarkan musik bising dan ribet sepert itu. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa mengekspresikan diri dengan genre rock. Musik alternatif hadir untuk menampung lebih banyak lagi aspirasi.


Saat saya beranjak puber, Kurt Cobain telah tiada. Namun gaung dari musik yang ia mainkan bersama Nirvana tidak pudar. Lagu seperti Smells Like Teen Spirit, About a Girl, Lithium, ataupun Polly adalah lagu-lagu yang menemani saya belajar mengenal musik, lagu-lagu yang sering menjadi lagu gitaran teman-teman di sekolah maupun di tempat tongkrongan.

Banyak pula yang memanfaatkan gelombang fanatisme ini dengan membuat studio musik rumahan, dimana banyak anak-anak seusia SMP rajin datang sepulang sekolah, berteriak-teriak ala Cobain. Sungguh indah saat itu. Membayangkan apa yang dilakukan anak-anak sekarang sepulang sekolahnya, atau musik-musik apa yang mereka dengarkan, saya mendadak bergidik ngeri.
Permainan gitar yang garang dan kasar dari Cobain, juga rhythm section yang apik hasil kolaborasi Krist Novoselic dan Dave Grohl menghasilkan musik unik yang segar, berbeda dengan musik njelimet dari band-band hair metal. Lebih sederhana dan manusiawi, untuk itulah banyak penggemar hair metal yang memalingkan muka pada mereka. Memang sudah seperti hukum alam bahwa segala sesuatu memang ibarat roda berputar.

Bagaimanapun, Cobain tidak terlalu menikmati ketenarannya. Sifatnya yang penyendiri akibat kondisi broken home yang ia alami tidak cocok dengan derasnya pemberitaan media dan perhatian orang-orang kepadanya. Seorang Kurt Cobain yang cuek dan tidak memerlukan make up dan tatanan rambut saat manggung di acara televisi memang tidak akan sejalan dengan dunia entertainment yang secara tidak masuk akal menuntut seorang pria untuk dibedaki.
Cobain mendapat inspirasi membuat lagu secara sederhana, dari apa yang ia alami sehari-hari. Jika orang biasa tidak memiliki kemampuan untuk menangkap sebuah momen sederhana menjadi suatu yang bermakna, maka tidak Cobain.

Lagu legendaris Smells Like Teen Spirit terinspirasi dari ledekan teman dari mantan pacarnya yang memang pemakai parfum bermerek Teen Spirit. Karena sering bersamanya, aroma tubuh sang wanita yang bernama Tobi Vail itu menempel ke tubuh Cobain. “You are smells like teen spirit!” begitulah ledekan dari teman sang pacar.
Kematiannya yang terasa terlalu cepat menggemparkan dunia, tepat 19 tahun lalu. Kematiannya hanya berjarak 3 tahun sejak album fenomenal “Nevermind” rilis. Banyak spekulasi beredar. Orang biasa menganggap kematian sang vokalis adalah efek dari popularitas, para sinis menganggap kematiannya sebagai bentuk desperasi dan ketidakmampuan menghadapi fenomena “orang kaya baru”. Sementara para pecandu teori konspirasi menghubung-hubungkan kematiannya dengan sang istri, Courtney Love.

Apapun itu, Cobain telah tiada. Ia memang membuat musik sederhana. Teriakannya tidak semerdu Fredy Mercury, permainan gitarnya tidak sebersih Izzy Stradlin, dan lirik-liriknya tidak sepuitis Bon Jovi. Namun tidak pelak Cobain adalah sosok influental yang mempengaruhi banyak musisi lain setelahnya, banyak band lain yang mengikuti gayanya dan caranya yang cuek dalam bersikap. Gaya kidalnya, rambutnya yang acak-acakan menutupi wajah, dan suara serak plus sengau seperti meracau adalah ciri khasnya yang tidak akan pernah bisa ditiru orang lain.
Rest in peace, Kurt!