Senin, 25 Maret 2013

Kesombongan


Salah satu hal yang saya benci dalam hidup ini adalah kesombongan.

Entah menyombongkan harta, kepintaran, kekayaan, kekuatan, kehebatan. Apapun itu. Eit tunggu, saya tidak akan mengecap orang yang suka posting foto makanan atau tempat liburan di Path sebagai orang sombong. Mereka hanya.. Ah sudahlah.

Baru-baru ini, saya melihat dengan mata kepala sendiri sebuah pertunjukan kesombongan. Tidak, bukan seseorang, tapi sebuah akun twitter. Tapi tetap saja akun twitter itu dikendalikan oleh orang, bukan?

Pada awalnya, saya bisa memahami bahwa mereka melakukan itu atas dasar bisnis. Ya, memang di jaman sekarang, tidak ada yang haram dalam bisnis. Bisnis itu seperti cinta dan perang dimana perbuatan apapun dengan bungkusan bisnis selalu membentur pada relativisme. Jika semuanya serba relatif, lalu bagaimana kita bisa membedakan hal yang benar atau salah?

Kita sudah terlalu dewasa untuk ini. Hal negatif dari merasa dewasa adalah membatunya kita. Dengan merasa sudah dewasa berarti menolak segala masukan dan saran karena kita sudah mapan dan mantap. “Siapa elu nasehatin gue? Gue udah gede! Gue udah tau apa yang musti gue perbuat!” Begitulah pledoi dari orang-orang yang mengaku sudah dewasa ketika dinasehati orang lain. Ah betapa rindunya saya akan kepolosan dan hal sederhana.

Dan lagi-lagi saya hanya bisa menyarankan sebuah jawaban klise atas hal itu.

Sudahkah anda menilai perbuatan anda itu dari hati yang paling dalam? 

Hati adalah satu-satunya hal di dunia ini yang belum terkontaminasi oleh tetek bengek bisnis, politik atau apapun yang merusak.

Melihat pada hati seringkali berseberangan dengan orang lain, bertentangan dengan orang banyak. Namun apakah yang diyakini orang banyak sudah berarti benar? Apakah yang diyakini oleh hati sudah pasti salah? Pikirkan lagi.

Memang benar kata Hayley Williams "It has to be so lonely to be the only one whose holy."

Bolehlah kita hebat, bolehlah kita menggenggam dunia, bolehlah karya kita disukai orang banyak. Tapi apalah artinya semua itu nanti? Apalah arti jika kita hanya bisa menyikapi segala anugerah Tuhan dengan kesombongan, merasa hebat, lalu merasa lebih tinggi daripada orang lain. Dan tahukah anda bahwa kesombongan adalah awal dari kehancuran?

Lihat saja sebuah bangsa yang kini berlaku sangat sombong. Mereka menganggap ras lain yang meninggali wilayah mereka sebagai warga kelas tiga. Mereka menganggap kaum lain selain mereka adalah kaum lemah yang halal untuk ditipu dan ditindas. Seberapapun saya mengagumi kepintaran, kecakapan, etos kerja dan kemajuan yang telah mereka ukir sejauh ini, saya melihat bahaya dalam tindak tanduk mereka. Ya, mereka hidup dengan kesombongan. 

Mereka menginjak-injak, mereka menyerobot lahan, membentuk tirani, menertawai pengeboman dan genosida. Selama bergenerasi-generasi, Tuhan telah memberi banyak contoh kepada kita akan kehancuran sebuah kaum karena kesombongannya.

Tunggu saja, mereka akan hancur oleh tangan-tangan mereka sendiri. Mereka yang nantinya bosan karena sudah merasa menang dan menguasai dunia, tentu secara alamiah akan menciptakan konflik sendiri. Ya, secara alamiah manusia memang tidak bisa hidup tanpa konflik. Mereka akan terus mencari perbedaan diantara kesamaan, lalu membesar-besarkannya hingga tercipta peperangan. Begitulah sejarah selalu berulang.

Mereka akan seperti produser Hollywood yang membuat film tentang musuh dalam selimut, seakan pamer kekuatan pada dunia bahwa yang bisa menghancurkan Amerika adalah Amerika itu sendiri, bangsa lain bahkan alien sudah mereka kalahkan semua.

Eh tunggu dulu, saya tidak hendak memberi ceramah atau dakwah. Tidak juga bermaksud mengungkapkan kebencian pada kaum manapun, tidak pula membenarkan teori konspirasi. Saya hanya mencoba menjelaskan ketidaksukaan saya pada kesombongan. Itu saja. Dan saya sama sekali tidak cocok bekerjasama dengan orang yang sombong.

Brute with heart is better than brain with arrogance.