Senin, 13 Februari 2017

Dave Mustaine dan Kemenangan Termanis

Saya tidak bisa berdiam diri saja ketika membaca berita tentang pengumuman Grammy Awards tahun 2017. Ada hal yang amat istimewa, yaitu menangnya band favorit nomor satu saya, Megadeth dalam penghargaan bergengsi ini. Betapa tidak, sepanjang tahun 2016 ini, saya sudah ribuan kali mendengarkan lagu Dystopia dengan level kekaguman yang sama sekali tidak berkurang seujung kuku pun. Dave Mustaine, sang leader, songwriter, vocalist dan guitarist mungkin merasa hal yang sama. Ramuannya kali ini berbuah penghargaan prestisius, bukan sekadar kepuasan batin karena terbiasa menghasilkan musik metal yang cerdas. Setelah ribuan karya cerdas sudah ia hasilkan, penghargaan bergengsi memang bonus yang manis.

Betapapun keras hatinya seorang Dave Mustaine, ia tidak dapat berpaling begitu saja dari Grammy Awards, atau kita sebut Grammy saja. Ujung-ujungnya, Grammy sudah pasti menjadi acuan dunia, dan bagi musisi, menjadi pemenang penghargaan ini merupakan puncak penghargaan tertinggi sepanjang karir. Ibarat karyawan yang mendapatkan rating A+ ketika bekerja di sebuah grup regional perusahaan.

Kemenangan Grammy akan melontarkan penjualan album hingga stratosfer. Dari data yang dikumpulkan oleh NPR, sebuah portal musik berpengaruh di Amerika Serikat, kemenangan Album of The Year dari Herbie Hancock pada Grammy tahun 2008 meningkatkan penjualan albumnya hingga di atas 900%.

Ada 84 kategori yang diperlombakan dalam Grammy tahun 2017 ini, yang mana hal ini membuktikan apresiasi yang amat besar kepada banyak genre musik, meski genre pop dan turunannya masih mendominasi. Dari 84 penghargaan, memang dikenal hanya empat yang masuk kategori bergengsi, yaitu Record of The Year, Album of The Year, Song of The Year dan Best New Artist. Tapi sekali lagi, berhasil masuk nominasi dan merebut salah satunya saja sudah merupakan pencapaian yang amat besar.

Genre metal mungkin saja masih termarjinalkan dalam acara Grammy. Penghargaan terhadap genre musik bising dalam bentuk Best Metal Performance ini baru dimulai tahun 1989, itu pun masih bercampur dengan Best Hard Rock performance. Sejak 1990 lah kemudian penghargaan Best Metal dengan Best Rock dipisahkan.

Terpinggirkannya musik metal ini makin kentara dari cuplikan video wawancara Grammy dengan Mustaine dalam acara yang sama tahun 2011 lalu. Kala itu Mustaine yang sedang berjalan melewati karpet merah dipanggil oleh dua orang host, dan dari wawancara kikuk yang dilakukan, mereka sepertinya tidak tahu Dave Mustaine itu siapa. Untungnya, reaksi frontman sekaligus gitaris ini cool aja. Mustaine bahkan datar aja ketika genre musiknya secara keliru disamakan dengan rock, seolah para host itu belum pernah mendengarkan lagu metal seumur hidupnya.

Kiprah Megadeth di penghargaan Grammy sendiri sudah tidak asing lagi. Band yang dibentuk lebih dari tiga dekade lalu oleh Dave Mustaine ini telah 11 kali berhasil memasuki nominasi untuk Best Metal Performance, namun selalu gagal menyabet penghargaan. Padahal Metallica, yang notabene mantan rival Megadeth -sebelum mereka berbaikan- dalam genre ini telah meraih enam kali Grammy, yang kemudian menobatkan band yang dipimpin oleh Lars Ulrich ini sebagai salah satu band metal paling populer sekaligus peraih kesuksesan komersial terbesar di dunia.

Tapi sekarang, tahun 2017 ini, penantian panjang Megadeth akhirnya berbuah manis. Mereka berhasil juga meraih Grammy perdana setelah mengalahkan nominee lain yaitu Baroness, Gojira, Korn dan Periphery. “Finally!” adalah respon singkat penuh makna dari Mustaine di akun Twitter-nya yang bernama @DaveMustaine, yang langsung disambut riuh penggemar seantero jagad.

Ada satu lagi kejadian lucu yang patut diingat dari momen bersejarah ini. Ketika host mengumumkan Megadeth sebagai pemenang, home band malah memainkan intro lagu dan riff gitar dari Master of Puppets, yang notabene karya masterpiece dari Metallica. Yah, sepertinya mereka memang tidak siap dan tidak familiar sama sekali dengan lagu-lagu Megadeth. Satu lagi bukti betapa termarjinalkannya band speed metal yang skill dan tekniknya mungkin setara musisi jazz. Yang sabar ya, Om Dave, emang gak semua orang bisa mainin lagu Megadeth.

Mustaine, yang juga seorang genius (cek bukti kejeniusannya dalam album Dystopia dan Rust in Peace serta sebuah video kuis Jeopardy) menanggapinya dengan santai. Ketika melangkah menuju podium, ia malah menimpali home band dengan memainkan air guitar seakan mengiringi Master of Puppets. Sepertinya, segala kebencian yang pernah dipendamnya kepada band yang pernah memecatnya tahun 1983 silam ini sudah berangsur menghilang.

Musik metal memang sudah kadung dicap jelek oleh banyak orang. Ada stereotip dan generalisasi kalau musik ini identik dengan pemujaan terhadap setan, liriknya berisi kisah bunuh diri, perang dan kematian. Musik metal juga katanya gak jelas, iramanya gak beraturan dan gak bisa dinikmati. 

Yah, kalo soal itu sih kita kembalikan saja. Apakah mereka yang memberi cap jelek itu sudah benar-benar melakukan riset terhadap genre metal? Apakah mereka sudah mendengarkan musik metal dengan seksama? Apakah juga berarti para musik pop yang mainstream itu bersih dari hal-hal jelek?