Kamis, 01 Januari 2015

Apalah Arti Sebuah Refleksi Akhir Tahun

Apa yang menarik dari sebuah refleksi akhir tahun? Jika hanya membicarakan betapa suksesnya kita, atau sebaliknya betapa merananya kita, tentu hanya akan terdengar norak dan klise. Jika hanya menuliskan catatan kilas balik peristiwa penting bulan per bulan, akan terlihat membosankan.

Tapi memang tidak bisa dipungkiri, tahun 2014 ini buat gue adalah tahun yang teramat berwarna untuk dibiarkan berlalu begitu saja. Gue akan mencatat refleksi ini se-simple mungkin.

1. Rumah Sakit
Tahun 2014, beberapa anggota keluarga dekat –bahkan keluarga inti- jatuh sakit. Sakit yang bukan sembarang sakit, tapi sampai harus menjalani perawatan. Menunggui anggota keluarga yang terbaring lemah di rumah sakit bukanlah hal menyenangkan. Entah berapa kali gue mengunjungi rumah sakit tahun ini, walaupun beberapa di antaranya adalah momen bahagia yaitu kelahiran anak kedua.

Saat orang terdekat terbaring sakit, kita menjadi lebih bijak dalam bersikap. Klise memang, tapi orang paling keji di dunia pun akan lebih memilih mendoakan anggota keluarganya yang sedang sakit ketimbang mempermasalahkan hal lain. Momen ini pula yang mendekatkan kita dengan keluarga, setelah biasanya kita melupakan mereka dalam keseharian.

Di rumah sakit pula, konon lebih banyak doa yang dipanjatkan dengan tulus ketimbang di rumah ibadah.
      
      2. Buku
Tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa tulisan-tulisan sepak bola gue akan berakhir dalam bentuk buku. Bukanlah buku ilmiah yang kaya pengetahuan dan kaya akan data, bukan pula buku yang mengisahkan pengalaman nyata. Menulisnya pun ramai-ramai, bukan tulisan gue seorang. Bagaimanapun respon atau berapapun angka penjualan, gue juga gak ambil pusing.

Tapi ada perasaan yang gak bisa dijelaskan ketika melihat nama terpampang di toko buku besar, dan ini seakan membuat segala kerja keras bernilai. Bisa dibilang, ini adalah salah satu pencapaian paling mengesankan selama tahun 2014. Sebuah legacy dan portofolio yang nyata, dan mungkin saja ini adalah yang pertama dan terakhir.

Oh iya, dari menulis buku pula terjadi pengalaman-pengalaman seru lainnya, seperti siaran radio.

‘Mas, kalo lagi siaran radio tuh ngomong, jangan ngangguk atau geleng’ begitulah petuah dari sang announcer kocak yang gue lupa namanya.

      3.      Pajak
Kapan gue pernah suka sama pajak? Tidak pernah. Kuliah di jurusan pajak pun bukan keinginan, melainkan karena kebetulan. Selama kuliah, gue juga gak pernah dapat IPK yang memuaskan.

Tapi entah kenapa, pajak membawa rejeki. It pays all my bills. Selama delapan tahun kerja, selalu di bidang ini. Dari menjadi konsultan, hingga kini bekerja di sebuah perusahaan.

Khusus untuk tahun ini, sebuah lompatan besar terjadi. Buat orang yang gak passionate, ini tentu saja sebuah gift yang teramat cantik. Tapi gue gak menganggapnya sebagai hadiah, ini lebih kepada amanat. Dan yang namanya amanat, tentu harus diemban dengan sungguh-sungguh. Inilah sebabnya mengapa gue bilang bahwa buku yang gue terbitkan tadi mungkin menjadi yang pertama sekaligus terakhir. Amanah ini akan memaksa gue untuk mengerahkan fokus lebih dari seratus persen, dan sejenak melupakan yang lain.

Fokus. Ini adalah kata kuncinya. If you chase two rabbits, you will lose them all.

      4.      Teman
Gue sempat mengenal beberapa orang yang membuat kagum. Kagum akan pengetahuan dan cara hidup mereka. Tapi sayangnya, gue juga melihat orang-orang yang sama berubah menjadi sosok-sosok yang tak terbayangkan sebelumnya. I thought I knew you, but I didn’t.

Gue gak akan membeberkan pendapat gue, apalagi mengonfrontir. Gue akan diam saja sembari berharap hidup akan mengajarkan mereka. Secarik kertas yang pernah diremas memang tidak akan pernah bisa kembali licin seperti bentuk sebelumnya. Walaupun kita seterika sekalipun supaya kembali licin.

Begitulah dahsyatnya kata-kata. Untuk itu, gue akan lebih berhati-hati lagi menggunakannya. Dan karena alasan itu, gue banyak memilih diam. Diam adalah cara gue untuk menyelesaikan masalah, dengan waktu sebagai perantara. Tidak semua hal perlu dibicarakan, dan beberapa hal memang lebih baik jika didiamkan saja.

Bagaimanapun, you’ll get something when you lose something.

Sebuah ‘klub’ istimewa berhasil terbentuk, yang gue namakan sendiri sebagai The Breakfast Club. Bukan klub yang gimana-gimana sih, hanya kumpulan bapak-bapak berusia 30 tahunan dengan segala cerita glorifikasi dan melankolia midlife crisis yang sedang dijalani.
  
      5.      Musik
Menonton konser adalah sebuah kegiatan yang cukup paripurna bagi penggemar musik. Selain bisa melihat sang artis dari dekat, euforia akan sound yang dahsyat menghujam, performa mengagumkan dari para personel dan bagaimana lelahnya mengantre lalu berjingkrak selama berjam-jam menjadikan kegiatan nonton konser musik sebagai pengalaman tersendiri.

Karena alasan itu pula, gue gak mau menonton konser musik yang artis atau genre-nya bukan favorit. Bikin capek badan aja, apalagi buat bapak-bapak kantoran kaya gini. Untuk tahun 2014, terima kasih kepada seorang kolega yang mengajak nonton konser Dream Theater!
***
Lebih dari itu semua, tahun 2014 menghadirkan satu pelajaran penting: ‘Family comes first’.