Rabu, 28 Maret 2012

The Raid, si pendobrak casual society

Pernah liat yang namanya casual crowd kan? Itu tuh, sekumpulan orang yang tau-tau ngumpul secara spontan tanpa dikomando karena adanya suatu kejadian. Yah misalnya kalo ada kecelakaan, mobil-mobil atau motor-motor banyak yang berhenti atau memperlambat kendaraannya. Ironisnya, mereka hanya melihat, memfoto, merekam gambar, namun tidak menolong sang korban. Hanya bikin macet. Dan sesampainya di kantor mereka, peristiwa itu mereka jadikan bahan obrolan bersama teman-temannya. Hanya sebatas itu.

Sekarang, orang Indonesia sedang dilanda 2 hal. Satu bersifat serius, satunya lagi bersifat lifestyle. Yang serius tentu saja wacana kenaikan BBM. Untuk yang satu ini gue sih enggan berkomentar.
 Mendingan ngomongin The Raid deh. The Raid itu apa sih?

Oh The Raid itu film action Indonesia yang pertama kali menembus Hollywood. Bahkan ada situs yang menyejajarkan film ini dengan film-film action hollywood macam Terminator dan Die Hard. The Raid itu pemain-pemainnya orang Indonesia tapi disutradarai dan diproduksi oleh orang bule. Banyak banget yang berkomentar bombastis mengenai film ini. Kebanyakan bilang ini film paling sadis yang pernah mereka lihat, atau setara sadisnya dengan film-film action hollywood seperti Kill Bill. Adegan berantem, tembak-tembakan, full-packed action dan seolah tanpa memberi nafas kepada penonton.


Yah namanya juga orang Indonesia ya yang sangat-sangat percaya sama yang namanya rekomendasi orang. Begitu social media ataupun media online ramai membicarakannya, seolah pantat kita seperti kebakaran. Kebakaran sehingga pengen cepat beranjak ke bioskop terdekat untuk turut mengantri tiket. That's makes us a CASUAL SOCIETY. Masyarakat yang suka pada sesuatu yang banyak disukai orang. Melakukan sesuatu yang dilakukan oleh banyak orang. Mengikuti trend yang sedang digemari banyak orang. Seorang teman saya juga bercerita bahwa dia sudah dua kali menonton film itu dalam dua hari berturut-turut. Ada juga sebuah posting seorang editor di sebuah media online yang gusar karena kelakuan para penonton bioskop itu.


Soal kelakuan penonton di bioskop kita, yah udah rahasia umum kali ya. Bahkan di bioskop mahal sekalipun, perilaku penontonnya banyak yang kampungan. Handphone berdering, dan si pemilik seolah sengaja lama mengangkatnya supaya seisi bioskop tahu apa ringtone yang dia pakai, lalu dia berbicara di telepon keras-keras, lalu setelah selesai dia bertindak seperti biasa tanpa dosa. Bukan cuma masalah handphone, banyak juga spoiler. Mereka yang udah nonton itu film sengaja ngomong kencang-kencang di depan teman-temannya soal adegan-adegan dan jalan cerita film yang tengah ditonton, which is terdengar juga oleh orang lain tentunya.


Balik lagi ke film The Raid itu sendiri. Kelihatan banget kalo orang kita merindukan film action Indonesia yang seperti ini. Mungkin terbiasa dan lebih sering nonton film drama. Film yang berisi adegan jalan kaki di pantai atau di taman, ujan-ujanan bareng, makan bareng sambil ngobrol-ngobrol ringan, tidak lupa dengan nuansa colorful di film itu. Warna warni. Kisah percintaan yang didramatisir tapi sebenarnya predictable. Happy ending ala hollywood movie. Karena kalau sad ending, banyak yang gak suka.


Dengan alasan keramaian tadi, saya memang belum menonton film itu. Entah kapan saya akan menontonnya, mungkin saat orang-orang mulai melupakannya. Orang masih takjub dengan skill beladiri Iko Uwais, senjata-senjata M-16, hand grenade, kejar-kejaran, jedot-jedotin kepala ke tembok atau darah bercucuran di film itu. Come on, semua hal itu sangat BIASA di film action. You guys shouldn't be get too stunned.


Dan posting seorang editor itu dia titik beratkan pada banyaknya tepukan tangan atau sorakan gembira setiap adegan kekerasan di film The Raid itu terjadi, dan itu sepanjang film. Yah mereka kangen nonton film action kali mbak, lebih-lebih itu film action Indonesia. Mereka takjub Indonesia bisa bikin film action. Dengan pemain orang Indonesia, lokasi di Indonesia. Itu hal baru. Fenomena baru.


Apresiasi nyata tentu patut dialamatkan kepada produser, sutradara, pemain, dan kru film ini, yang bahkan saya belum tahu nama-nama kalian. Kalian telah membuat ombak besar yang menghanyutkan sebagian besar orang-orang Indonesia, yang rela membeli tiket film kalian di saat mereka pusing dengan kenaikan harga BBM.


Kini orang-orang Indonesia dilanda euforia baru, euforia film action, film action dari negeri sendiri. Sisi positifnya, tidak ada lagi adegan film action abal-abal. Tidak ada lagi adegan berantem bohongan, gak kena tapi mental. Gak ada lagi ledakan yang menggunakan rekayasa komputer, yang kelihatan banget bohongannya. Dan gak ada kok naga-naga bohongan atau monster-monster bohongan seperti yang berseliweran di sinetron laga malam hari. Itulah mungkin yang bikin orang pada skeptis pada film action Indonesia. The Raid berhasil mematahkan semua keraguan itu.


Film action memang istimewa. Butuh banyak special effect, butuh banyak stuntman, butuh banyak modal juga akibat banyak properti yang dihancurkan. Film drama atau film setan culun gak butuh itu semua. Sudah sepatutnya film action lebih diapresiasi. Semakin banyaknya film action seperti ini akan memberi lebih banyak pilihan bagi penonton film Indonesia, yang udah mual-mual dan bosan disuguhi film-film bertema sama tadi, percintaan remaja dan film erotis berkedok film horor.


The Raid di dunia film Indonesia seperti halnya Gugun Blues Shelter di dunia musik Indonesia. Mereka berani beda, gak nanggung, dan membuat perubahan. Mereka memberikan lebih banyak pilihan, orisinil dan menginspirasi. The Raid bisa jadi sebuah gerbang bagi para imitator, dalam arti positif. Tirulah mereka, ikuti mereka, bikin lebih banyak lagi tema seperti ini, dan jadikan momen ini sebagai tonggak kebangkitan film Indonesia.


Selamat!

Senin, 26 Maret 2012

Jas Merah, Jangan sesekali melupakan sejarah

Oke, saya akan mulai tulisan ini dengan berkata jujur bahwa saya tidak membuka wikipedia, google ataupun buku pintar. Ini semua adalah ingatan dan hasil membaca dari dulu. Gaborone adalah ibukota Bostwana, Bujumbura adalah ibukota Burundi, Baku adalah ibukota Azerbaijan, Nassau adalah ibukota Bahamas. Bandara Douala adalah yang terjelek di Afrika, seperti halnya Charles de Gaulle di Eropa.


Semua itu bukan apa-apa, bukan sok pintar, bukan mau show-off. Itu hanyalah ketertarikan saya kepada places, atau nama tempat-tempat di dunia. Dunia yang bahkan saya belum pernah jelajahi. Banyak yang bilang bahwa ingatan-ingatan ini hanyalah tumpukan informasi yang tidak berguna dan layak dibuang, waste of brain capacity.


Mungkin mereka pikir harusnya saya membuang itu semua, sebagai karyawan yang berkarir di bidang pajak, saya seharusnya hapal Undang-Undang Pajak, PSAK, OECD model atau sejenisnya supaya bisa menunjang karir. Atau mereka pikir mungkin lebih baik saya menghapal judul-judul lagu yang sedang trend, nama band baru beraliran emo, nama restoran bagus, nama makanan enak, nama minuman enak, judul film drama cinta picisan, atau jadwal sale produk lifestyle supaya saya jadi orang yang mencerminkan gaya kekotaan. Pekerja ibukota. Metropolis. Meteroseksual. Metromini. You named it.


Menguasai bidang pekerjaan sepenuhnya dan mengenal lifestyle modern. Sepertinya itu ada di "manual book" para middle class worker, yang berupaya untuk meraih posisi top management secepatnya, lalu meraih yang dinamakan "sky limit income". Pengetahuan lainnya? Kebudayaan? Sejarah? Politik? Tidak penting. Okelah mungkin penting sih, buat ngobrol sama relasi. Supaya terkesan peduli.


I don't think so. Jika memang ini adalah mainstream, saya pilih melawan arus itu. Ketertarikan pada tempat-tempat dan ibukota di dunia itu membawa ketertarikan saya pada sesuatu yang menempel pada tempat-tempat itu. Sesuatu yang membentuk tempat itu menjadi seperti sekarang yaitu: SEJARAH.


Mungkin waktu sekolah kita udah cukup muak sama pelajaran ini. Menghapal nama, tahun, nama tempat sepertinya bukan sesuatu yang menarik buat anak-anak tanggung yang lebih suka pergi ke mall (suka ke mall sih sampai sekarang ya). Karena ya kita hanya menghapal tanpa tahu maksudnya. Pertanyaannya adalah "bagaimana" atau "apa" bukanlah "kenapa".


Atau kita menganggap sejarah hanyalah dongeng masa lampau yang tidak ada gunanya lagi untuk dibicarakan sekarang, toh semua sudah lewat. Kita mengalir saja seperti air, melangkah kedepan and don't look back in anger. Apakah begitu?


Padahal, lebih menarik kalau kita bertanya kenapa Eropa sempat mengalami Dark Ages dimana Paris dan London hanyalah kampung yang dihuni sekitar 30.000 orang yang di malam harinya menyeramkan. Kenapa di malam hari orang tua mereka melarang untuk pergi keluar rumah dengan alasan ada hantu tanpa kepala bergentayangan, lalu ada makhluk buas bernama naga penyembur api yang suka memangsa siapapun yang lewat.


Tahukah Anda bahwa di Eropa saat itu tidak ada lampu dijalan, pengobatan mengandalkan dukun dan semua penyakit dikaitkan dengan hal mistis. Eropa pernah mengalami hal itu sebelum seperti sekarang, sebelum mengalami masa renaisans.


Mereka lebih suka menyebut era itu sebagai "Middle Ages" ketimbang dark ages yang seperti aib. Di era itu, mereka tidak bisa baca tulis karena buku sangatlah mahal dan jarang. Mahal karena kertas mereka terbuat dari bulu domba yang mereka namakan perkamen. Buku hanya tersedia di biara, itupun tidak dibaca dan dijaga ketat karena takut dicuri. Sebuah peradaban yang terbelakang.


Mereka begitu karena kehancuran Romawi. Kemahsyuran era romawi yang kaya pengetahuan dan kebijakan sirna oleh suku barbar keji yang membakar buku-buku mereka, menghabisi warisan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari berabad-abad, berbagai buah pikiran yang tertuang di buku, lukisan maupun karya seni dihancurkan dengan keji. Bangsa Eropa kemudian gelap, tanpa ilmu. Kenapa mereka yang tangguh dan hebat itu bisa luluh lantak ditangan suku tak berotak? Itu karena mabuk kekuasaan. Situasi aman dan seolah tanpa musuh membuat mereka terlena.


Para penghuni istana megah itu hanya bersenang-senang, mabuk, makan hingga kekenyangan dan perut mereka buncit, bersenang-senang dengan wanita-wanita. Begitu setiap hari hingga tidak sadar akan bahaya yang mengintai dari luar dan kealpaan mereka akan pertahanan negara.


Dan ingatkah disaat jaman kegelapan bangsa Eropa itu terdapat sebuah peradaban yang jauh lebih modern. Buku mereka banyak, filsuf dan orang alim dimana-mana, kehidupan istana yang mewah dan kota-kota mereka seperti dongeng?


Itulah Baghdad. Kota 1001 malam. Dan Baghdad kala itu memiliki kekuasaan yang melebihi luasnya imperium romanum. Kekhalifahan yang super-besar pengaruhnya hingga ke Eropa selatan, Afrika utara, India hingga kepulauan Nusantara. Kekhalifahan yang berperan menjadikan Indonesia sebagai negara paling banyak penganut agama Islam di dunia. Kekhalifahan itu pula menelurkan nama-nama mahsyur di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh mereka yaitu Ibnu Sina di bidang kedokteran, yang kemudian oleh bangsa Eropa dikenal sebagai Avicenna, akan melatarbelangi berdirinya Universitas Salerno sebagai pusat pengetahuan kedokteran Eropa.


Dan mengapa kekhalifahan besar itu runtuh? Sama seperti Romawi, kesenangan yang tiada bataslah yang membuat mereka hancur. Dan sungguh familiar di saat ini, bahwa faktor terbesar penghancur suatu bangsa adalah KORUPSI. Itulah yang terjadi menjelang akhir khalifah Abbasyiah di Baghdad ditangan bangsa tangguh dan kejam bernama Mongolia. Kekuasaan yang tidak terbatas membuat semua orang ingin menjadi Sultan, ingin sekaya Sultan.


Akibatnya, terjadilah korupsi di pemerintahan daerah, dan berakibat pula disintegrasi diantara mereka. Kekuatan yang terpecah belah terendus oleh bangsa lain, dan hanya menunggu waktu yang tepat saja bagi mereka untuk melakukan serangan. Kekhalifahan yang besar itu hancur oleh tangan-tangan mereka sendiri.


Lalu bagaimana kisah Perang Salib yang merupakan perang paling banyak memakan korban jiwa sepanjanh sejarah umat manusia? Seperti apa Yerusalem? Mengapa terjadi konflik yang tidak pernah selesai di tanah yang dianggap suci oleh tiga agama itu? Jika kita paham sejarah, tentu kita tahu semua jawabannya. Dan dengan pemahaman serta kecanggihan teknologi sekarang, seharusnya kita bisa saling membantu dan membuat hidup lebih baik.


Tapi apa yang terjadi? Bagai jauh panggang dari api, pertarungan menyangkut siapa yang lebih unggul masih saja terjadi. Memang sudah sifat manusia bahwa mereka hanya ingin tinggal dengan sesamanya. Sejarah juga mencatat bagaimana paham Nazisme, Fasisme, Komunisme, hingga gerakan macam xenophobia muncul. Inilah salah satu masalah mendasar dunia.


Seandainya para pemimpin kita belajar sejarah dengan benar, mereka seharusnya tidak mengulangi kesalahan para pendahulu. Mereka tidak akan korup, tidak akan bermewah-mewahan secara berlebihan. Seandainya rakyat juga belajar mengenai betapa buruknya akibat dari perilaku paham sempit, mungkin kekerasan tidak perlu terjadi. Semua itu bisa dipelajari dari sejarah.


Seandainya kita semua memaknai slogan Jas Merah seutuhnya. Jas Merah, jangan sesekali melupakan sejarah. Dengan mengetahui yang terjadi di masa lalu, kita bisa melangkah lebih baik. Memiliki gagasan lebih produktif untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik, dan tidak mengulangi kesalahan di masa lampau.


Seandainya..

Kamis, 15 Maret 2012

Si Tukang Peralat

Gue dulu punya teman yang suka mempengaruhi dan memperalat orang. Dia mempengaruhi teman-temannya mengenai potongan rambut yang bagus. "Sekarang jamannya spike, coy." Beberapa teman yang gampang terpengaruh besoknya langsung pergi ke tukang cukur banci, sebut saja namanya Nanda untuk mengurusi rambutnya. "Nan, di spike ya." Dan si Nanda dengan luwesnya menuruti permintaan temen-temen gue itu dengan gaya lenjenya. Tapi rambut teman gw yang menjadi korban provokasi itu jadinya malah kaya landak, karena bentuk kepala dan jenis rambutnya seperti itu.

Selanjutnya dia menyarankan untuk gak beli pizza merk A, karena menurut kakaknya, sausnya terlalu asam. Dia lalu menyarankan pizza merk B aja, yang udah biasa dimakan. Ternyata pas gue coba pizza merk A, lidah gue cocok-cocok aja. Dan gue heran dengan teman-teman gue yang menurut aja, padahal itu bahkan rekomendasi dari KAKAKNYA, bukan darinya. For God's sake.

Gak cukup, dia lalu mencoba pengaruhi orang dengan selera musiknya. Menurutnya, band emo itu keren. Tapi saat diputusin pacarnya, dia bilang Kerispatih lebih keren, dan dia mendengarkannya berulang-ulang sambil memandangi layar ponselnya, berharap mantan pacarnya menelpon.

Belum cukup, dia lalu merambah dunia film. Menurutnya film Salt itu gak keren, dan dia merekomendasikan untuk tidak menontonnya. Nyatanya, Salt adalah film konspirasi terbaik ever menurut gue.

Selain mempengaruhi, dia juga suka memperalat temannya sendiri. Pada suatu momen saat kumpul bareng di sebuah villa, dia dengan noraknya mengundang "local resident" kedalam area villa. Local resident itu kemudian digoda-goda, lalu dia kompori teman saya yang lain untuk "ngembat." Penyakit yang kronis, dan teman saya yang cuma jadi boneka itu mau saja diperalat. Gue deh yang bertindak sebagai orang menyebalkan dengan mengusir paksa "local resident" itu dan mengakhiri "pesta" norak mereka itu. Eh mereka marah. Kupret.

Familiar gak sih dengan situasi macam ini di bangsa kita? Kita bisa lihat sosok-sosok yang dianggap menyebalkan dan mengakhiri pesta norak itulah yang justru dimusuhi, sementara si tukang peralat tertawa dan bebas melenggang. Gak cuma itu, mereka lantas mengaburkan opini dan memecah belah.

Dilihat dari kacamata sepakbola nasional, tokoh-tokoh tukang peralat orang itulah yang kini berkeliaran. Mereka berkeliaran di social media, dimana informasi berkumpul dan berkembang secepat mobil formula satu. PSSI vs KPSI, IPL vs ISL, dan tentunya simpatisan-simpatisan mereka yang seperti saling melempar golok, celurit dan bom di ranah social media dan juga media citizenship journalism.

Mereka menulis artikel panjang lebar untuk membela kelompok mereka dan menjatuhkan kelompok lainnya. Mereka juga nge-twit dan bikin status FB yang memojokkan kelompok yang mereka anggap musuh. Twitwar terus, siram bensin terus. Buat mereka, bukan bangsa ini yang lebih penting, melainkan kelompok mereka diatas segalanya.

Thread-thread berisi ejekan dan celaan tidak lupa mereka bungkus rapi dengan kecintaan mereka kepada sepakbola. Orang-orang itu mengaku cinta sepakbola, tapi kenapa mereka malah merusaknya? Setiap ada kejadian tidak mengenakkan yang menimpa timnas, kedua kubu itu saling serang. "Beginilah timnas yang tidak diisi pemain-pemain terbaik." begitu kata si pro ISL. Dibalas dengan tangkas oleh simpatisan IPL "Ah dulu waktu diisi pemain-pemain ISL juga kalah terus." Sebutan liga tarkam, liga mafia, liga tidak laku, liga sepi penonton adalah kata-kata yang lebih sering kita dengar ketimbang hal-hal positif yang terjadi. Stasiun TV dan komentatorpun begitu, padahal mereka adalah corong informasi yang seharusnya bisa mempersatukan, bukannya memperkeruh keadaan.

Dan lagi-lagi, si tukang peralat hanya senyum-senyum saja menyaksikan pion-pion mereka bertarung di social media.

Kamis, 08 Maret 2012

The Consultant

Sudah melewati minggu pertama di korporasi baru ini, belom banyak yang bisa gue simpulkan. Gue belom nge-grip sama yang disini. Belom punya temen yang bener-bener bisa dipercaya dan belom ada kegiatan casual yang bisa bikin gue tau apa isi dibalik topeng-topeng ini. Udah dua sesi futsal gue gak bisa join. Pertama gara-gara itu terjadi di first day, gak mungkin juga kan pas hari pertama udah bawa-bawa sepatu futsal kekantor. Yang kedua harusnya hari ini, tapi karena sepertinya udah banyak kerjaan dan kondisi badan lagi ngedrop, sepertinya gue absen lagi, gagal lagi deh ngejajal kemampuan anak-anak ini. Makin sakaw deh sama futsal. Nasib.

Gue mau coba ceritain gimana kerjaan lama gue sebagai konsultan, tepat sebelum kerja disini. Gue belom konsultan sih tepatnya, yang konsultan itu bos-bos gue yang udah punya izin praktek. Gue waktu itu cuma karyawan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi perpajakan, mungkin itu bahasa resminya. Lalu, beberapa orang pada heran apa sih yang kami kerjain sampe kadang harus pulang pagi. Karena kalo di perusahaan pada umumnya jam kerjanya adalah 8 to 5, kalo di konsultan bisa dibilang no limit.

Di kantor konsultan, kerjaannya sebenernya gak seribet dan sedetail di perusahaan pada umumnya. Cuma ya banyaknya naujubile. Sampah di bantar gebang aja kalah banyak. Pekerjaan kami adalah membantu klien kami, yaitu perusahaan-perusahaan atau perorangan dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Kami membantu bikinin hitungan pajak atau perencanaan pajak yang meminimalisir pengeluaran klien tapi tetap berada pada koridor aturan yang berlaku (cie elaahh preettt...bahasanya bahasa diktat kuliah manajemen perpajakan banget sih). Kami juga ngebantuin klien yang sedang mengalami kasus perpajakan dengan kantor pajak. Kalo banyak yang bilang kerjaan kami merugikan negara karena jadi bikin klien kami bayarnya sedikit, itu gak sepenuhnya benar. Kami bekerja apa adanya, kalo emang harus bayar ya bayar, tapi kalo emang gak ada yang harus dibayar ya jangan disuruh bayar dong. Pokoknya, kita menjembatani kepentingan negara dan warganya deh. (Preeettt lagi - ini blog personal apa blog pajak sih).

Satu orang tuh bisa pegang sampe 10 klien untuk ngerjain kerjaan tahunan, dan tambahan beberapa company lagi untuk kerjaan harian dan bulanan, dan semakin bagus kerja lo biasanya semakin banyak lo dikasih kerjaan sama bos lo. Ada lagi kerjaan yang sifatnya case by case atau tax dispute. Dan di konsultan itu kita kerjanya sama banyak bos. Itu yang sering bikin pusing. Dengan karakter bos-bos yang beda-beda tapi kebanyakan demanding, kitalah yang sebagai cecunguk kacung kampret jadi kalang kabut. Mereka gak peduli gimana kita harus nyelesain kerjaan yang mereka kasih, mau pulang kek mau gak pulang kek, mau buka kamar di hotel sebelah kek yang penting kerjaan mereka beres dan nama mereka selamat. Yah mereka sebenernya begitu karena tuntutan sih. Selalu ada atasan diatas atasan. Nah, atasannya atasan itulah yang membuat atasan kita jadi demanding. Kita punya masalah, begitupun mereka. Begitulah keadaannya. Life is hard, and it's getting harder.

Sering kali ada hari dimana kita low-loaded di pagi hingga siang hari. Logis dong kalo kita berharap bisa pulang tenggo. Disinilah drama terjadi. Rencana-rencana indah yang udah kita susun sama pacar atau istri, atau mau kongkow sama temen-temen lama, atau mau main futsal jadi pudar byar. Tiba-tiba setengah jam sebelum pulang datanglah email berisi data dari klien, dan klien itu dengan seenak udelnya bilang. "Please return to us with the updated calculation by tomorrow morning." Dan bos kita otomatis langsung pasang gembok didepan pintu serta barikade penghalang didepan lift supaya kita gak bisa pulang. Lebay? yaiyalah lebay, kalo gak lebay ya jangan jadi penulis, jadi konsultan aja. Hahaha.

Salah satu yang bikin stress lainnya adalah target. Sehubungan dengan ini, setiap konsultan mungkin memiliki tools masing-masing untuk mengukur kinerja karyawannya. Kami menggunakan sebuah software yang sudah kesohor namanya, sebut saja SUP. Dengan program itu, kami diberi target minimum 65% utilization target. Maksudnya waktu kami setiap harinya harus dialokasikan minimal 65% untuk pekerjaan yang chargeable. Apa maksudnya chargeable? Itu mengacu pada pekerjaan yang efektif kita lakukan untuk klien kita. Kadang kita terlena sama yang namanya ngobrol sama temen, ke toilet, beres-beres meja, browsing, ngegosip, ngurus outing atau ngemil. Dan semua itu bukanlah masuk hitungan chargeable hours. Setiap pekerjaan yang kita lakukan harus dicatat di time report yang terkoneksi dengan SUP itu. Dan jika kita gak mengisinya, konsekuensinya sungguh kejam, yaitu gaji kita akan ditahan! Kasian ya, udah disuruh kerja capek-capek, eh gara-gara gak ngisi laporan malah gak digaji. Nasib.

Umumnya setiap pekerjaan memiliki standar fee yang dipatok. Nah, jika kita kerja terlalu lama, perusahaan akan menagih klien terlalu besar dari yang sebelumnya disepakati di proposal. Perusahaan tidak mau itu terjadi, maka solusinya mereka menghapus-hapus yang dinamakan WIP (Work in Process) yang mencakup pekerjaan kita yang over-charged itu. Hal inilah yang mempengaruhi jumlah penerimaan (revenue) perusahaan. Kalo revenue turun atau tidak mencapai target, siap-siap aja dapet bonus ala kadarnya, siap-siap aja dapet kata-kata pelipur lara dari bos, siap-siap aja gak ada outing. Dan yang tadi, kalo kita kebanyakan charge di time report, kita bisa aja dipanggil manager lalu ditanyain. "Kok elo banyak banget sih nge-charge buat pekerjaan ini? Apa iya selama itu ngerjainnya?"

Selain fakta itu, kami dihadapkan pada penilaian kinerja setiap akhir tahun buku. Disinilah nasib kami ditentukan berdasarkan hasil kerja kami selama setahun. Syarat-syarat kuantitatif macam target minimum 65% utilization maupun training hours jadi patokan pertama. Selanjutnya adalah hal lainnya menyangkut kinerja, pencapaian-pencapaian tertentu dan juga hubungan dengan atasan. Disini atasan seperti dewa yang bisa menentukan nasib kita, hubungan jelek dengan mereka bisa berakibat tidak tertolongnya kita pada rapat tahunan promosi jabatan. Dan bagi sebagian orang, jabatan ini adalah segalanya. Perasaan kecewa jika tidak dipromosi memang hal wajar, tapi menjadi tidak wajar kalau segala sesuatunya dikaitkan dengan hal ini. Saya pernah terjebak di sebuah percakapan di taksi. Pas mau turun dan bayar ongkos, salah seorang teman bilang. "Eh elo yang udah senior masa bayarnya lebih kecil daripada yang masih junior." Sakit kan?

Buat orang yang berambisi akut itulah kadang-kadang mereka bersikap menyebalkan dan tidak seperti dirinya yang asli. Jabatan yang membutakan membuat orang baik bisa berubah 180 derajat. Hal itu mungkin juga berpengaruh kepada pembawaan masing-masing atasan. Ada yang cerewet ada yang kalem, ada yang masa bodo ada yang bijak, ada yang cool ada yang moody.

Dan dalam situasi jeleknya, saat kita melakukan pekerjaan untuk Manager A, lalu datang Manager B menambah pekerjaan kita, dan selanjutnya Manager C menanyakan progress pekerjaannya. Disini memang seperti tabu ya nolak kerjaan. Saat kita sedang follow-up pekerjaan dari Manager C karena dia bilang "Tolong dong di follow up, udah mau deadline nih." Tiba-tiba Manager A datang "Eh, gimana yang kemaren gue suruh udah selesai belom?" Belom lagi manager B yang tiba-tiba email dan Cc ke Partner (bosnya Manager) yang bilang "Please send me your working paper for my review by today!" dan tidak lupa juga di email itu ditambahkan "pentungan" atau tanda seru merah ber-icon "High Important" Belom lagi kalo ketemu klien yang bawel, orang pajak yang keras atau auditor yang suka nge-push. Gimana gak mabok tuh? Hahaha.

Tingkatan stres tinggi bikin kita lupa sama kehidupan diluar kantor, karena 80% hidup kita sepertinya harus tercurah disini. Jiwa, raga, social life, dan segalanya kita serahkan kepada kantor. Believe it or not, banyak yang kisah asmaranya terombang ambing gara-gara pasangannya terlalu sibuk kerja, lebih milih kerja daripada pacaran. Kalo lagi sibuk, jangan coba-coba nelpon kami, karena kami gak akan segan-segan buat cuekin. Telpon yang kami sudi untuk terima hanya telpon dari klien, orang yang kami bersedia untuk ajak bicara hanyalah bos kami. Harsh reality. We are practically married to our job.

Sisi positifnya, kami juga makin deket sama teman seperjuangan. Seringnya lembur bareng dan susah bareng-bareng emang gak heran kalo kami jadi super kompak. Ada benernya kalo lingkaran pertemanan di konsultan ya bener-bener sama temen kantor aja, karena yang bisa ketemu tiap hari ya memang itu-itu saja. Bersama teman-teman inilah kami gak mengenal istilah sikut-sikutan, yang ada malah saling membantu. Usia yang gak terpaut jauh juga bikin cepet nyambung dan deket. Hal inilah yang umumnya bikin kita tetep bertahan dikantor konsultan. Semua teman saya pada umumnya bilang "Cuma lingkungan yang bikin gue bertahan disini."

Bekerja di konsultan, jika dipandang dengan bijak dan berimbang, juga menghasilkan kesempatan dan kompetensi yang lebih besar. Kebiasaan dan etos kerja tinggi yang tertanam sejak bekerja di konsultan, akan membentuk kita menjadi pekerja yang bisa diandalkan. Kebiasaan berada dibawah tekanan, akan menjadikan kita pekerja yang tangguh dan tahan banting. Banyak pula figur yang patut dicontoh disini. Para bos kami yang teliti, detail, smart, sabar, tangguh dan hebat adalah sosok-sosok yang kami temui sehari-hari, dan banyak hal yang bisa kami contoh keteladanan dari mereka (mestinya sih begitu ya)

Itulah The Consultant. Ibarat tentara, mereka adalah Kopasus, mereka bekerja diluar kebiasaan dan jam kerja mereka diluar kewajaran. Dan mereka yang mampu mencapai tahap kesuksesan di dunia itu patut berbangga. Segala pengorbanan, pasti ada hasilnya. Mereka mirip Jose Mourinho. The special one. Untuk para istri, suami, pacar, gebetan, orang tua, kakek, nenek sabar ya. Doa kami cuma dua pilihannya, kuatkan kami bertahan disini, atau keluarkan kami dari sini.

Sekian dulu.

Selasa, 06 Maret 2012

Dunia menurut saya

Semua orang punya aspirasi, punya impian dan imajinasi. Atau jikapun tidak, semua orang pasti punya ketidakpuasan atas apa yang terjadi, dan berharap suatu keadaan yang lebih baik.
Bagaimana jika lo suatu saat bangun dari tidur lo bukan sebagai elo. Bagaimana jika suatu pagi lo bangun menjadi orang lain, menjadi seseorang yang sangat berkuasa. Elo adalah seseorang yang bisa melakukan apa yang elo mau, bisa mendapatkan apa yang elo inginkan. Elo bisa nyebut diri sebagai raja, kepala suku, panglima tertinggi, sultan, khalifah, paus, kaisar, atau apapun itu. Lalu, seperti apakah elo membentuk "dunia" versi elo? Berikut adalah versi gue.

1. Sepakbola adalah prioritas. Ideologi adalah sepakbolaisme, dengan agama sebagai pedoman hidup, dimana pencapaian tertinggi seseorang bukanlah diukur dari berapa banyak kekayaannya, tapi seberapa besar kontribusinya terhadap sepakbola. Dalam 1 kelurahan, gue akan perintahkan untuk membangun 5 sekolah sepakbola dengan standar tertinggi, dimana setiap sekolah tersebut memiliki sebuah lapangan sepakbola. Sepakbola jadi mata pelajaran wajib yang setara sama ilmu sains, bahasa dan sosial. Pendeknya bisa dibilang sebagai negara islam sepakbola.

2. Musik adalah rock. Gue akan mengharamkan lagu mellow dan menye-menye dan lagu-lagu berlirik pesimistis dan penghancuran diri. Musik harus cepat, keras dan bersemangat dengan lirik yang optimis. Lagu kebangsaan harus berirama rock.

3. Akal sehat adalah keharusan dalam bermasyarakat. Gue akan bikin mahal harga rokok dan harga minuman keras dan memerangi hal-hal ngaco lainnya seperti judi dan penyakit masyarakat lainnya (you know what). Makanan juga diperhatiin. Harga msg, bahan pengawet dan harga-harga makanan berlemak harus mahal.

4. Ekonomi bukanlah kapitalisme. Tidak ada konglomerasi, karena para konglomerat itu akan gue paksa menyumbang dalam jumlah besar kepada negara. Mereka akan gue suruh bantu para pengusaha kecil lokal, kurangi impor dan perkuat sektor UKM. Gak ada tuh cerita eksploitasi kekayaan alam oleh bangsa(t) asing. Perbaiki kompensasi guru, tentara, polisi dan pegawai negeri.

5. Batasi motor dan naikkan harga, pajak dan parkir mobil. Maksimalkan mass transportation. Perketat ujian SIM, gak ada tuh SIM nembak.

6. Hukum berat koruptor, kalau perlu mati. Hukum berat pula pengedar dan pemakai narkoba, pembunuh, pemerkosa dan perusak alam. Jadikan mereka orang-orang laknat. Tempatkan mereka di penjara seumur hidupnya.

7. Hapuskan sinetron, infotainment dan reality show sampah dari tv. Larang acara musik pagi yang bikin anak sekolah bolos. Perbanyak acara pengetahuan, sejarah, film action, dan tentunya film tentang sepakbola.

8. Atur ormas-ormas. Gak boleh ada ormas kalau visi & misinya gak jelas, gak boleh ada ormas yang anggotanya pengangguran.

9. Agama adalah nilai-nilai yang wajib dipegang seluruh masyarakat. Semua orang harus taat beragama tanpa kecuali. Paham-paham atheisme dan sekularisme dibuang jauh-jauh. Hari jumat, sabtu, minggu adalah hari libur untuk beribadah dan jalan-jalan.

10. Wajib militer diberlakukan tanpa kecuali buat warga yang sehat. Penelitian di bidang militer diperbanyak, alat tempur diperkuat, bentuk badan agensi dan mata-mata.

11. Mata pelajaran wajib buat anak-anak sekolah adalah matematika dan ilmu sains, ilmu ekonomi, hukum, seni, politik, sastra, sejarah, sosial, agama dan olahraga. Ujian kelulusan adalah membuat project dari masing-masing konsentrasi.

12. Kurangi mal, perbanyak sarana olahraga, seni, perpustakaan dan agama. Bentuk masyarakat yang suka dan fanatik sama olahraga, membaca, seni dan taat beragama. Kegiatan orang-orang ya gak jauh dari 4 hal itu.

13. Berlakukan jam malam buat para perusahaan. Gak ada tuh slavery, gak ada tuh nyuruh orang kerja sampe pagi. Gak boleh juga tempat hiburan buka sampe tengah malam. Batas masuk tempat hiburan adalah umur 22 keatas. Gak boleh juga anak muda keluar malam keliaran atau nongkrong gak jelas.

14. Gue gak akan mengharamkan poligami, cuma bakal mempersulitnya. Semua harus mahal buat urusan itu, dan harus dipersulit semaksimal mungkin.

15. Hubungan beragama gak boleh merugikan. Gak boleh ada pengajian yang nutup jalan, gak boleh ada penyebaran agama secara paksa.

16. Di tiap kelurahan ada 1 sekolah gratis hasil pembiayaan pemerintah yang menampung sebagian besar anak-anak. Lalu ada program sekolah unggulan yang dibiayai oleh pengusaha-pengusaha di setiap kota. Hal sama berlaku buat pelayanan kesehatan.

Yah mungkin masih banyak ya hal-hal lainnya yang belom kepikiran, tapi pastinya itu adalah garis besarnya. Ini versi gue lho, elo juga boleh bikin versi lo. Who cares if you disagree. Inilah dunia saya yang idealis dan utopis. Ini juga bukan propaganda atau apapun, dan gue bikin ini karena ini adalah pemikiran pribadi aja, tanpa berharap siapapun ngikutin, atau bahkan membaca ini. :)